A. Pengertian Agroekosistem
Agroekosistem adalah pertanian yg bersifat hubungan timbal balik antara
sekelompok manusia (masyarakat) dan lingkungan fisik dari lingkungan
hidupnya guna memungkinkan kelangsungan hidup kelompok manusia (masyarakat)
itu. (Anonim, 2011)
Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro. Sistem
adalah suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan
pengaruh-mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang
serasi. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme
dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem yang terdiri
dari komponen biotic dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran
energi dan siklus nutrisi). Pengertian Agro adalah Pertanian dapat berarti
sebagai kegiatan produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan
obyek tanaman dan ternak. Pengertian lain dapat meninjau sebagai
lingkungan buatan untuk kegiatan budidaya tanaman dan ternak. Pertanian dapat
juga dipandang sebagai pemanenan energi matahari secara langsung atau tidak
langsung melalui pertumbuhan tanaman dan ternak (Anonim, 2013).
Agroekosistem dapat dipandang sebagai sistem ekologi pada lingkungan
pertanian. Pendekatan agroekosistem berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan
akibat penerapan sistem pertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah
pertanian spesifik akibat penggunaan masukan teknologi (Anonim, 2013). Masalah lingkungan serius di pedesaan dan pertanian adalah
kerusakan hutan, meluasnya padang alang-alang, degradasi lahan dan menurunnya
lahan kritis, desertifikasi, serta menurunnya keanekaragaman. Masalah
lingkungan ini sebagai akibat adanya lapar lahan seiring meningkatnya populasi
penduduk, komersialisasi pertanian, masukan teknologi pertanian dan permintaan
konsumsi masyarakat.
Komponen Agroekosistem adalah : Petani., Lahan – tanaman,
.Ternak. dan Manajemen/teknologi. Pendekatan
agroekosistem dalam peternakan adalah pengembangan peternakan dalam keterpaduan
wilayah pertanian spesifik. Dengan demikian pendekatan agroekosistem
dalam pengelolaan sumberdaya pakan adalah pengelolaan potensi dan
pemanfaatannya dalam keterpaduan wilayah pertanian dan pengembangan peternakan.
Kepentingan pendekatan agroekosistem adalah : 1) Keterpaduan komponen AES untuk
kepentingan ekonomis, 2) Keterpaduan komoditas untuk proses
produksi hulu ke hilir 3) Keterpaduan wilayah untuk kelestarian
lingkungan hidup / sumberdaya alam.
B. Komponen Agroekosistem dan
Interaksinya
Menurut Widjajanto dan Sumarsono (2005). Komponen
agroekosistem dan interaksinya terdiri dari:
·
Tanah
·
Biota tanah
·
Vegetasi
·
Manusia teknologi
·
Nutrisi / pemupukan
·
Pestisida
·
Hewan ternak
·
Sungai / air
Dalam komponen agroekosistem di atas saling berinteraksi satu dengan yang
lainnya. Tanah komponen sumberdaya alam yang mencakup semua bagian atas permukaan
bumi, termasuk yang di atas dan di dalamnya yang terbentuk dari bahan induk
yang dipengaruhi kinerja iklim dan biota tanah. Tanah yang diberikan pestisida
kimia yang berlebihan dapat membuat tanah kekurangan nutrisi, musuh alami
menjadi berkurang, dan ledakan hama. Manusia sebagai pengendali agroekosistem
yang sehat dapat memberikan pemupukan dengan menggunakan teknologi.
C. Kriteria Agroekosistem yang
Berkelanjutan
Relung ekologi bagi keanekaragaman fungsional, dengan banyak relung
(fungsi) yang berbeda dan ditempati oleh beragam jenis spesies, dengan kata
lain, dengan suatu tingkat keanekaragaman yang tinggi, cenderung lebih stabil
dari pada yang ditempati oleh satu spesies saja (seperti dalam budidaya
monokultur). Jika keanekaragaman fungsional bisa dicapai dengan
mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki ciri saling melengkapi
dan yang saling berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, maka bukan
hanya kestabilan yang bisa diperbaiki namun juga produktivitas sistem pertanian
dengan input rendah Saling
melengkapi dalam agroekosistem, di dalam suatu sistem pertanian,
komponen-komponen saling melengkapi satu sama lain ketika komponen ini
melaksanakan berbagai fungsi yang berbeda (fungsi produktif, reproduktif,
protektif, sosial) dan ketika komponen-komponen itu menempati relung ekologis,
spasial, ekonomis dan/atau keorganisasian yang berbeda, misalnya ketika
komponen mengeksploitasi unsur hara pada tingkat
yang berbeda (misalnya tanaman yang membutuhkan unsus-unsur khusus dalam kumlah
yang banyak atau sedikit, tanaman-tanaman yang memanfatkan sisa-sisa unsur
hara, tanaman yang menyerap unsur hara khusus secara lebih atau kurang
efisisen).
Sinergi di dalam agroekosistem, dimana komponen-komponen dalam sistem
pertanian berinteraksi sinergis ketika komponen-komponen itu, terlepas dari
fungsi utamanya, meningkatkan kondisi-kondisi bagi komponen lain yang berguna
di dalam sistem pertanian, misalnya menciptakan iklim mikro yan cocok bagi
komponen-komponen lain, menghasilkan senyawa kimia untuk mendorong komponen
yang diinginkan atau menekan komponen yang berbahaya, menurunkan polpulasi
hama, mengendalikan gulma, memproduksi tanaman obat-obatan dan memobilisasi dan
memproduksi unsur-unsur hara yang dibutuhkan komponen lain. (Reijntjes, Coen.
1992)
Marten
(1998) juga mengemukakan bahwa di dalam suatu tatanan agroekosistem, terdapat
empat aspek penting yang dapat mendukung terciptanya keseimbangan
agroekosistem, yaitu :
1.
Produktivitas (Productivity).
Produktivitas
dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat produksi atau keluaran berupa barang
atau jasa, misalnya produktivitas padi/ha/tahun. Hasil akhir panen atau
pendapatan bersih, nilai produksi dibandingkan masukan sumber. Produktifitas
selalu diukur dalam pendapatan per
hektar, atau total produksi barang dan jasa per rumah tangga atau negara.
Produktifitas juga dapat diukur dalam
kilogram butiran, ikan atau daging, atau juga dapat dikonversikan dalam kalori,
protein, vitamin atau unit-unit uang. Input sumberdaya dasar adalah tanah,
tenaga kerja,dan modal.Artinya, apabila produktifitas dari suatu agroekosistem
itu tinggi maka hendaknya kebutuhan hidup bagi manusia akan terpenuhi, dan
sepantasnya untuk diupayakan kondisi agroekosistem yang lestari. Namun, pada
kenyataannya upaya konservasi terhadap agroekosistem itu jarang sekali
dilakukan. Seharusnya disusun suatu model pendekatan agroekosistem yang di desain untuk pencegahan dan pengendalian
terjadinya kemerosotan kualitas sumberdaya lahan dan lingkungan dan tetap
mernpertahankan produktivitas pertanian. Karena, sejatinya keterpaduan dua aspek tersebut merupakan
konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan dan melembagakan aspek ekologi ke
dalam kebijakan ekonomi. (Marten, 1998).
2.
Stabilitas (Stability)
Stabilitas
diartikan sebagai tingkat produksi yang dapat dipertahankan dalam kondisi
konstan normal, meskipun kondisi lingkungan berubah. Suatu sistem dapat
dikatakan memiliki kestabilan tinggi apabila hanya sedikit saja mengalami
fluktuasi ketika sistem usaha tani tersebut mengalami gangguan. Sebaliknya,
sistem itu dikatakan memiliki kestabilan rendah apabila fluktuasi yang dialami
sistem usaha tani tersebut besar. Produktifitas menerus yang tidak terganggu
oleh perubahan kecil dari lingkungan sekitarnya. Fluktuasi ini mungkin
disebabkan karena perubahan iklim atau sumber air yang tersedia, atau kebutuhan
pasar akan bahan makanan. (Marten, 1998).
Stabil,
artinya dalam hal ini tercipta kondisi yang konsisten terhadap suatu hasil
produksi. Namun secara menyeluruh, hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti variasi curah hujan, serangan hama periodik, fluktuasi harga,
dll.
3.
Keberlanjutan (Sustainability).
Kemampuan agroekosistem untuk memelihara produktifitas
ketika ada gangguan besar. Gangguan utama ini berkisar dari gangguan biasa seperti
salinasi tanah, sampai ke yang kurang biasa dan lebih besar seperti banjir,
kekeringan atau terjadinya introduksi hama baru. Aspek keberlanjutan sebenarnya
mengacu pada bagaimana mempertahankan tingkat produksi tertentu dalam jangka
panjang. (Marten, 1998).
Apakah
pada kondisi tertentu produktivitas dapat dipertahankan dari waktu ke waktu
(artinya bisa sustain). Prinsipnya,
keberlanjutan melibatkan kemampuan manajemen pertanian untuk
mempertahankan fungsi agroekosistem (termasuk produksi) , meskipun
proses-proses ekologi alami yang cenderung mengubah agroekosistem menuju suatu
titik degradasi. Seperti dengan stabilitas, keberlanjutan (sustainability)
memiliki berbagai kebijakan yang terkait dengan tindakan berbagai
produktivitas. Beberapa langkah keberlanjutan bisa tinggi sementara yang lain
rendah untuk agroekosistem yang sama. (Marten, 1998)
4.
Pemerataan (Equitability).
Aspek
Ekuitabilitas digunakan untuk menggambarkan bagaimana hasil-hasil pertanian
dinikmati oleh segenap lapisan masyarakat. Contoh apabila suatu sistem usaha
tani dapat dikatakan memiliki suatu ekuitabilitas atau pemerataan sosial yang
tinggi apabila penduduknya memperoleh manfaat pendapatan, pangan, dan lain-lain
yang cukup merata dari sumber daya yang ada. Indikatornya antara lain rata-rata
keluarga petani memiliki akses lahan yang luasnya tidak terlalu berbeda atau
senjang. Pemerataan biasanya diukur melalui distribusi keuntungan dan kerugian
yang terkait dengan produksi barang dan jasa dari agroekosistem. (Marten,
1998).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pengertian agroekosistem. http://www.artikata.com/arti-318031-
agroekosistem.html. Diakses pada tanggal 30 November
2013.
Anonim. 2013. Agroekosistem Tanaman Pangan.
http://prasarekzambonk.blogspot.com /2012/03/laporan-praktikum-lapang-dasar.html. Diakses pada tanggal
30 November 2013.
Anonim. 2013. Karakteristik Zona Agroekosistem dan Kesesusaian Lahan. http://iphect.blogspot.com/2012/11/karakteristik-zona-agroekosistem-dan.html.
Diakses pada tanggal 30 November 2013.
Reijntjes, Coen, Bertus
Haverkort,Ann Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta.
Marten, Gerald G.,1998.
Productivity, Stability, Sustainability, Equitability and Autonomy as
Properties for Agroecosystem Assessment. JurnalSistem Pertanian 26 (1988)
291-316.http:/www.docs-finder.pdf.com. Diakses pada tanggal 30 November 2013.
No comments:
Post a Comment