Pages

Gunakan Mozzila Firefox untuk mengakses website ini dan jangan lupa klik iklannya

Thursday, May 19, 2011

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA 2 NILAI PERBANDINGAN DISPERSI

PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH


ACARA II
NILAI PERBANDINGAN DISPERSI

ABSTRAKSI

Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah acara II yang berjudul ”Nilai Perbandingan Dispersi” dilakukan pada tanggal 14 April 2011 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tanah memiliki kepekaan erosi, yaitu tahan atau tidaknya tanah mempertahankan kondisi dan kandungan nutrisinya pada serangan butir-butir hujan faktor erosi lainya.
Daya tahan tanah terhadap erosi dapat diketahui ; dengan pengujian dan penentuan nilai dispersi tanah. NPD tanah berbeda-beda bergantung pada kandungan bahan organik, konsistensi, kadar lengas, struktur dan lain-lain. Pada percobaan ini akan dibahas mengenai penentuan NPD dan kemudian dibandingkan NPD dari berbagai tanah. Percobaan dilakukan dengan metode penentuan kuantitas hingga diperoleh bahwa NPD tanah berdasarkan pengujian sampel berupa jenis tanah : entisol memiliki NPD 97,98%; Rendzina 10,246%; ultisol 3,493%, alfisol 4,6515% dan vertisol 6,1375%.

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Tanah mempunyai kepekaan ataupun ketahanan terhadap erosi. Erosi adalah penyingkiran atau pengangkutan bahan dalam bentuk larutan ataupun suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir, es bergerak, atau angin.
Kepekaan tanah terhadap erosi, atau disebut erodribilitas tanah didefinisikan sebagai mudah tidaknya tanah tererosi. Erodribilitas tanah sebagai midah tidaknya suatu tanah untuk dihancurkan oleh jatuhnya butir-butir hujan, dan ataupun oleh kekuatan aliran permukaan. Daya tahan tanah terhadap erosi sangat bervariasi. Dengan nilai perbandingan dispersi (NPD) yang dapat digunakan untuk mengetahui daya tahan tanah terhadap erosi.
b. Tujuan
1. Menentukan nilai perbandingan dispersi dan daya tahan terhadap erosi
2. Menentukan nilai perbandingan dispersi masing-masing jenis tanah


II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah adalah hasil pengalih ragaman bahan mineral dan organik yang berlangsung di muka bumi ini, di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu yang panjang, dan wujud sebagai suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi tertakrifkan (Notohadiprawiro,2000)
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat (Handayani dan Sunarminto, 2002).
Deboat (1878) menyatakan bahwa struktur tanah berpengaruh terhadap gerakan air, gerakan udara, suhu udara, dan hambatan mekanik perkecambahan bijiserta penetrasi akar tanaman. Karena kompleksnya peran struktur, maka pengukuran struktur tanah didekati dengan sejumlah parameter antara lain bentuk dan ukuran agregat, agihan ukuran agregat, stabilitas agregat, presentase agregasi dan kemampuan menahan air (Verplanke, 1993 : Baver d.k.k.,1972). Agihan ukuran agregat dan stabilitasnya berkaitan dengan kepekaan struktur tanah te4rhadaperosi, baik erosi dengan angin maupun air.

Erosi adalah penyingkiran dan pengangkutan sebagian atau keseluruhan bagian tanah oleh air mengalir, angin atau es begerak. Proses ini adalah alami dan termasuk proses geologi. Erosi tanah berhubungan dengan aktivitas manusia sehingga manusia disebut faktor erosi ( Wild, 2003; Zachar, 1982).
Faktor- faktor yang mempengaruhi erosi adalah :
1. Curah hujan adalah menyatakan intensitas dan jumlah hujan yang terjadi di suatu tempat per satuan waktu.
2. Sifat-sifat tanah adalah seperti tekstur tanah, konsistensi, daya infiltrsi tanah, dan kandungan bahan organik.
3. Lereng adalah pada kemiringan lereng yang tinggi erosi akan lebih besar karena kecepatan aliran air permukaan lebih tinggi.
4. Vegetasi adalah berfungi menghalangi air hujan jatuh langsung ke tanah sehingga mengurangi daya/ energi percik, serta menyerap air ke dalam tanah sehingga menghambat aliran permukaan (Anonim, 2005)

Dalam pengujian laboratorium, kepekaan tanah terhadap erosi diuji dengan analisisnilai dispersi tanah (NPD) ( Wallis, 2003). NPD menunjukan tingkat kepekaan erosi tertentu berdasarkan klasifikasinya, yaitu apabila NPD < 15%, bersifat kurang peka; 15-19% bersifat agak peka, dan NPD > 19% bersifat peka terhadap erosi.


III. METODOLOGI
Praktikan melaksanakan praktikum “Nilai Perbandingan Dispersi” ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 14 april 2011 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,Universitas Gadjah Mada. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah contoh tanah kering udara halus Ø 2 mm dan setiap kelompok menggunakan jenis tanah yang berbeda-beda. Sedangkan alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas beker 500 mL, tabung sedimentasi 1000 mL, termometer, dan cawan penguap/ porselin 50 mL.
Mula-mula sampel tanah ditimbang 15 gram ( misal a gram), kemudian contoh tanah tersebut dimasukkan kedalam tabung sedimentasi 1000 mL, tabung sedimentasi kemudian dimiringkan sehingga contoh tanah menyebar sepanjang 4-5 cm. setelah itu air aquadest ditambahkan lewat dinding tabung dengan botol pancar ( tidak boleh mengenai tanah langsung). Setelah tanah menjadi basah betul, tambahkan air aquadest melalui dinding tabung sampai volume 250 mL. Kemudian, didiamkan selama 15 menit agar dispersi oleh air aquadest sempurna.
Langkah selanjutnya yaiotu aquades ditambahkan lewat dinding tabung dan volume dijadikan 1000 mL. setelah itu, suhu air diukur. Waktu tunggu pemipetan ditetapkan dengan melihat tabel hubungan suhu dan waktu pengendapan untuk kedalaman 20 cm. Cawan penguap kosong berlabel disiapkan dan ditimbang (misal b gram). Kemudian tabung sedimentasi ditutup dengan plastik dan digojok secara kuat dengan dibolak-bailk sebanyak 15 kali dengan kecepatan 2 detik bolak-balik.
Setelah waktu pemipetan kurang beberapa detik( 5-10 detik) pipet ukur disiapkan dan dimasukkan perlahan-lahan sampai kedalaman 20 cm suspensi dipipet sebanyak 25 mL. Kemudian suspensi dihitung kedalaman cawan penguap dan dioven pada suhu 1050-1100C sampai kering. Setelah dingin , ditimbang (misal c gram).




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Data Hasil Percobaan

Nilai Perbandingan Dispersi ditetapkan untuk menunjukan kemantapan agregat oleh ikatan lempung ndan debu, mengingat secara makro belum ada agregat tanah yang terlihat pada tanah dilahan pasir. Semakin besar nilai NPD maka semakin rentan terhadap erosi, karena ikatan karena ikatan antara lempung dan debu kurang sehingga unsur hara susah terikat dalam tanah yang NPD-nya tinggi.
Pemahaman akan Nilai Dispersi sangat penting untuk mengetahui kadar tanah terutama kaitannya dengan erosi. Dengan adanya perbandingan nilai dispersi dapat diketahui bagaimana kondisi suatu jenis tanah terhadeap erosi, sehingga tanah dapat digolongkan menjadi :
1. Tanah yang peka terhadap erosi, apabila NPD > 19
2. Tanah yang agak peka terhadap erosi, apabila NPD antara 15-19
3. Tanah yang kurang peka terhadap erosi, apabila NPD < 15 Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya NPD adalah tekstur, bahan organik, sturktur, kedalaman tanah , erodibilitas, dan permeabilitas serta indeks kemantapan agregat dan porositas. Semakin tinggi bahan organik pada tanah, teksturnya semakin halus, struktur dan kemantapan agregat tinggi, semakin dalam tanah, dan nilai erodibilitas yang rendah mengakibatkan nilai NPD yang rendah. Berdasarkan tabel 2. ( Tabel Erodibilitas Tanah Beberapa Jenis Tanah di Jawa) diketahui bahwa urutan NPD yang rendah sebagi berikut: Vertisol > Alfisol > Entisol > Ultisol > Oxisol

Dengan kata lain, nilai/ tingkat kepekaan erosi yang tinggi menunjukan NPD yang tinggi. Manfaat dari mempelajari NPD tanah di bidang pertanian adalah mengetahui ketahanan suatu jensi tanah terhadap erosi, tingkat porositas tanah serta tingkat kandungan bahan organik yang ada pada tanah.
Tabel 2. Tabel Erodibilitas Tanah Beberapa Jenis Tanah di Jawa

Dengan mengetahui hal-hal tersebut, dapat dilakukan tindakan lebih lanjut dalm mengolah lahan. Pada akhirnya, produktivitas pertanian pada suatu lahan dapat dioptimalkan. Selain itu berpengaruh pada efisiensi penggunaan air.
Pada praktikum ini pemberian air dilakukan lewat dinding agar mencegah kerusakan pada agregat tanah, karena agregat tanah mempengaruhi besar-kecilnya NPD.
Dari data tabel 1, nilai NPD berturut-turut adalah Entisol > Rendzina > vertisol > Alfisol > Ultisol. Hal ini sesuai dengan teori, tanah yang memiliki NPD yang besar adalah tanah yang miskin akan lempung dan kaya akan pasir atau abu vulkanik ( contoh: entisol), sedangkan tanah yang kaya akan lempung dan miskin akan pasir atau abu vulkan (contoh: Ultisol) nilai NPD-nya akan semakin kecil. Selain itu faktor-faktor internal tanah yang mempengaruhi besar kecilnya NPD adalah tekstur tanah, konsistensi, daya infiltrsi tanah, dan kandungan bahan organik.









V. KESIMPULAN
Dari praktikum ini, praktikum menyimpulkan bahwa:
1. Nilai NPD tanah sampel berturut-turut adalah Entisol > Rendzina > vertisol > Alfisol > Ultisol.
2. Nilai Perbandingan Dispersi (NPD) tanah sampel adalah:
- Entisol : NPD = 97.98 %
Kepekaan erosi : sangat tinggi

- Rendzina : NPD = 10.246 %
Kepekaan erosi : kurang peka

- Ultisol : NPD = 3.493 %
Kepekaan erosi : kurang peka

- Alfisol : NPD = 4.6515 %
Kepekaan erosi : kurang peka

- Vertisol : NPD = 6.1375 %
Kepekaan erosi : kurang peka
3. Faktor-faktor yang memepengaruhi besar kecilnya Nilai NPD adalah tekstur tanah, konsistensi, daya infiltrsi tanah, dan kandungan bahan organik.












VI. DAFTAR PUSTAKA

Moenandir,J. 1994. Agronomi. Lembaga Penelitian dan Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 129p.

LAMPIRAN

PERHITUNGAN
- Tanah Entisol
= 15 gr
- Kadar (debu + lempung) aktual = x x (100 + KL) %
= x x (100 + 2.0609) %
= 14.6968 %
- Kadar (debu + lempung) total
= 15 %
- Nilai Perbandingan Dispersi (NPD)
= x 100%
= x 100%
= 97.98 %
- Tanah Rendzina
= 15 gr
- Kadar (debu + lempung) aktual = x x (100 + KL) %
= x x (100 + 10.149) %
= 8.81192 %
- Kadar (debu + lempung) total
= 86 %
- Nilai Perbandingan Dispersi (NPD)
= x 100%
= x 100%
= 10.246 %
- Tanah Ultisol
= 15 gr
- Kadar (debu + lempung) aktual = x x (100 + KL) %
= x x (100 + 6,98) %
= 3.423 %
- Kadar (debu + lempung) total
= 98 %
- Nilai Perbandingan Dispersi (NPD)
= x 100%
= x 100%
= 3.493 %
- Tanah Alfisol
= 15 gr
- Kadar (debu + lempung) aktual = x x (100 + KL) %
= x x (100 + 7.934) %
= 4.605 %
- Kadar (debu + lempung) total
= 99 %
- Nilai Perbandingan Dispersi (NPD)
= x 100%
= x 100%
= 4.6515 %
- Tanah Vertisol
= 15 gr
- Kadar (debu + lempung) aktual = x x (100 + KL) %
= x x (100 + 10.48) %
= 5.892 %
- Kadar (debu + lempung) total
= 96 %
- Nilai Perbandingan Dispersi (NPD)
= x 100%
= x 100%
= 6.1375%

KONSISTENSI TANAH KUALITATIF


PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH
ACARA IV
KONSISTENSI TANAH KUALITATIF

Disusun oleh :
1. Krishandiara Aryandini (PN/11967)
2. Ari Setiadi (PN/11911)
3. Bagas Wahyu Putro (PN/11941)
4. Ainun Halimah (PN/11998)
5. Azyis Nurpermadi (PN/12117)
6. Amal Wina Nurhanafi (PN/12164)

Gol / kel : B4/4
Asisten : Bernadhita Purbosiwi

LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008

ACARA IV
KONSISTENSI TANAH KUALITATIF

ABSTRAKSI

Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah acara IV yang berjudul ”Konsistensi Tanah Kualitatif” dilakukan pada tanggal 21 April 2011 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Konsistensi tanah penting dilakukan untuk menentukan cara pengolahan tanah yang baik, penetrasi akar tanaman dilapisan bawah, dan kemampuan tanah menyimpan lengas. Pengujian konsistensi tanah bertujuan menentukan konsistensi tanah dalam keadaan kering maupun basah, dan pengukuranya secara kualitatif.
Konsistensi basah ditentukan berdasarkan kelekatan dan plastisitas tanah yang diamati pada saat tanah dalam keadaan basah. Konsistensi kering diukur dengan cara memecahkan agregat dalam keadaan kering dengan menggunakan ibu jari, telunjuk dan telapak tangan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsistensi tanah dari yang paling longgar: Entisol, Alfisol, Ultisol, Vertisol dan Rendzina.Urutan konsistensi tanah menurut plastisnya, dar yang paling plastis adalah Alfisol, Ultisol, Rendzina, Vertisol, dan Entisol. Urutan kelekatan tanah dari myang paling lekat: Rendzina, Vertisol, Ultisol, Entisol, dan Alfisol.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu halyang perlu diketahui sebelum memulai suatu pengelolaan tanah di suatu lahan, adalah konsistensi tanah karena konsistensi merupakan resistensi terhadap deformasi atau perpecahan dan ditentukan oleh adhesi dan kohesi mulsa tanah. Oleh karena itu, konsistensi tanah harus secara tepat agar pengelolaan tanah yang dilakukan dapat berjalan baik, serta dapat diusahakan secara maksimal.
Selain menentukan langkah pengelolaan tanah yang tepat, konsistensi juga mnentukan kemampuan tanah dilahan tersebut untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Konsistensi mempengaruhi kemampuan tanaman memanjangkan akarnya, serta mempengaruhi jumlah oksigen dan air dalam tanah yang merupakan kebutuhan esensial pertumbuhan tanaman.

B. Tujuan
1. Menentukan konsistensi kering dari tanah contoh
2. Menentukan konsistensi basah dari tanah contoh





II. TINJAUAN PUSTAKA

Konsistensi tanah menunjukan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah (agregat tanah) dengan daya adhesi tanah dengan benda lain ( Rawls dan Pachepsky, 2002). Daya tersebut menentukan daya tahan tanah terhadap gaya penguibah bentuk, yang dapat berupa pembajakan, pencangkulan dan penggaruan. Menurut Foth ( 1990), tanah yang baik yang mudah diolah adalah tanah yanmg lunak dan tidak melekat pada alat pengolah tanah.
Tanah yang lunak( tidak keras/ lepas-lepas) merupakan tanah yang mudah dipenetrasi oleh akar tanaman sehingga memberikan kesempatan bagi tanaman untukberkembang dan tumbuh dengan baik. Tanah yang tidak banyak melekat pada tanah menunjukan, dalam kondisi basah, tanah hanya mengandung sedikit oksigen dan udara lain. Padahal udara juga merupakan faktor penting pertumbuhan tanaman ( Certini dan Scalenghe, 2006 ; Bouma, 1992)
Dalam tulisannya, Maajid (2009) membagi konsistensi kering tanah menjadi:
1. Lepas-lepas : tanah hancur tanpa ditekan .
2. Lunak : tanah dapat hancur dengan sedikit ditekan diantara ibu jari dan telunjuk.
3. Agak keras : tanah dapat hancur dengan tekanan kuat diantara ibu jari dan telunjuk.
4. Keras : tanah dapat hancur dengan ditekan kuat diantara pangkal telapak kiri dan
ibu jari kanan.
5. Sangat keras : tanah tidak hancur dengan tekanan sangat kuat sekalipun.

Konsistensi basah dibagi atas dua sifat, yaitu kelekatan dan plastisitas. Kelekatan tanah diuji diantara ibu jari dan telunjuk. Jika tidak ada tanah yang melekat di jari tangan maka tanah tidak lekat. Kelekatan bertambah dengan seiring banyaknya tanah yang menempel. Plastisitas adalah pengujian tanah dengan membuat pasta tanah dan kemudian dilengkung-lengkungkan membentuk O, S, dan 8.
Tanah yang melekat menunjukan adhesinya tinggi, sehingga mudah menempel. Tanah yang plastis menunjukan kohesi antar agregat besar ( Mc Cullagh, 1989).



III. METODOLOGI
Praktikkum konsistensi tanah kualitatif ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 21 april 2011 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,Universitas Gadjah Mada. Adapun praktikum ini menggunakan bahan dan alat serta prosedur sebagai berikut:
a. Konsistensi kering
Pada percobaan konsistensi kering menggunakan bahan berupa contoh tanah agregat tidak terusik ( bongkah).
Mula-mula diambil bongkah tanah kemudian menekannya diantara ibu jari dan telunjuk. Jika tanpa ditekan hancur, konsistensinya lepas-lepas, jika dengan sedikit menekan hancur maka lunak dan bila dengan ditekan hancur maka konsistensi agak keras kemudian apabila ditekan diantara telapak tangan dan ibu jari dengan kuat hancur maka konsistensi keras dan bila tidak hancur maka konsistensinya sangat keras.
b. Konsistensi basah
Percobaan ini menggunakan bahan berupa contoh tanah kering udara ukuran Ø 2 mm secukupnya, baik Entisol, Alfisol, Ultisol, Rendzina dan Vertisol. Sedangkan alat yang digunakan adalah cawan porselin.
Mula-mula diambil contoh tanah kering udara ukuran Ø 2 mm secukupnya baik Entisol, Alfisol, Ultisol, Rendzina dan Vertisol. Dibasahi masing-masing tanah dengan aquades secukupnya dan dicampurkan hingga homogen. Kelekatan dan plastisitas masing-masing tanah dibedakan dengan cara digosok-gosok yaitu antara telunjuk jari dengan ibu jari. Sisa pasta tanah yang menempel pada permukaan kedua jari diamati. Kriteria pada tabel diikuti dan dicatat tingkat kelekatan tanah diikuti. Pipa tanah dibuat setebal ± 2-3 mm. Kriteria dari tabel diikuti dan catat tingkat plastisitas tanah.








IV. DATA HASIL PENGAMATAN
a. Konsistensi kering


b. Konsistensi basah



V. PEMBAHASAN

Konsistensi tanah adalah sifat fisik tanah yang menunjukan adhesi dan kohesi zarah-zarah pada berbagai tinbgkat kelengasan tanah. Kohesi yang paling besar terdapat dalam tanah kering danm menurun tajam dengan masuknya air di sela-sela daerah tanah. Sedangkan besarnya adhesi ditentukan oleh tegangan permukaan pada tiap-tiap satuan bidang singgung dan luas bidang singgung. Penurunan kadar air menyebabkan tanah kehilangan sifat kelekatan dan kelenturan menjadi gembur, lunak serta menjadi keras dan kaku pada saat kering.
Konsistensi dipengaruhi oleh tekstur, sifat dan jumlah koloid organik maupun anorganik, struktur dan yang paling utama adalah kadar air. Tanah bertekstur sama dapat berbeda konsistensinya karena berebda macam lempungnya. Sifat fisik yang ditunjukan oleh knsistensi berupa keteguhan , keliatan (plasticity), dan kelekatan (stickness).
Dalam keadaan kering, tanah tidak mengandung air, sehingga kekerasab tanah dapat diukur. Jenis tanah yang konsistensi keringnya sangat kleras adalah vertisol dan rendzina.sedangkan konsistensi kering keras adalah jenis tanah ultisol dan agak keras adalah alfisol atau entisol. Sehingga urutan jenis tanah yang memiliki kekerasan tertinggi hingga terendah adalah rendzina, vertisol, ultisol, alfisol, dan entisol.
Dari praktikum diperoleh hasil bahwa kelekatan tanah menunjukan keadaan adhesi tanah terhadap benda lain. Jenis tanah yang mempunyai konsistensi basah sangat lekat adalah rendzina. Jenis tanah yang mempunyai konsistensi basah lekat adalah vertisol, ultisol dan entisol. Sedangkan tanah yang yang berkonsistensi basah agak lekat adalah alfisol. Sehingga urutan jenis tanah yang memiliki kelekatan tertinggi hingga terendah adalah rendzina, vertisol, ultisol, entisol, dan alfisol.
Plastisitas adalah kemampuan bahan tanah secara mudah dapat diubah bentuknya karena pengaruh dan tetap pada bentuk semula meskipun tekanan dilepaskan. Dari hasil praktikum diperoleh hasil bahwa jenis tanah yang memiliki konsistensi basah plastis adalah alfisol, ultisol dan rendzina. Sedang jenis tanah yang berkonsistensi basah agak plastis adalah vertisol dan entisol. Sehingga urutan tanah mulai dari tingkat keplastisan paling tinggi hingga paling rendah adalah alfisol, ultisol, rendzina, vertisol dan entisol. Apabila dibandingkan dengan teori tanah vertisol seharusnya tanah vertisol memiliki tingkat keplastisan paling tinggi dibandingkan dengan jenis tanah lain. Hal ini dimungkinkan karena kesalahan praktikan dalam menambah air.
Manfaat mengetahui konsistensi tanah dibidang pertanian dibidang pertanian adal;ah dapat mempermudah pengolahan tanah karena tiap tanah mempunyai konsistensi yang berbeda-beda. Dengan perilaku tersebut diharapkan mampu membuat konsistensi tanah sesuai dengan jenis tanaman yang ditanam sehingga mampu meningkatkan produksi pertanian.
Penentuan nilai konsistensi dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu (1) kualitatif (biasanya di lapangan dan di laboratorium) dengan menekan bongkah tanah diantara ujung telunjuk dengan ibu jari atau ujung ibu jari dengan pangkal tangan. Penetapan secara kualitatif dapat digunakan untuk melihat tingkat kelekatan, keliatan, pada konsistensi basah dan tingkat kekerasan pada konsistensi kering. Metode ini lebih sering dilakukan di lapangan karena lebih simpel dan tidak membutuhkan alat dan bahan yang rumit. (2) kuantitatif ( di laboratorium) dengan pendekatan angka-angka atterberg yaitu batas cair (BC), batas gulung (BG), batas lekat (BL), dan batas berubah warna (BBW). Metode ini lebih sering dilakukan di laboratorium karena lebih rumit dan membutuhkan alat yang lebih banyak.
Hubungan tekstur, struktur, dan konsistensi tanah sangat erat seperti digambarkan seperti segitiga berikut ini :
Tekstur





Struktur konsistensi

Contoh hubungan 3 sifat fisik tanah tersebut adalah suatu tanah dengan tekstur pasir maka akan mempunyai struktur butir tunggal dan akan mempunyai struktur gumpal, pejal atau baji dan mempunyai konsistensi agak teguh (kering) dan plastis bila basah.

VI. KESIMPULAN

1. Konsisteni tanah dipengaruhi oleh tekstur, sifat dan jumlah koloid organik maupun anorganik, struktur dan yang terutama adalah kadar air tanah.
2. Urutan konsistensi kering dari yang paling keras adalah rendzina, vertisol, ultisol, alfisol, dan entisol.
3. Urutan konsistensi basah paling lekat adalah rendzina, vertisol, ultisol, entisol, dan alfisol.
4. Urutan konsistensi basah dari paling plastis adalah alfisol, ultisol, rendzina, vertisol dan entisol
5. Semakin tinggi kandungan lempung dalam tanah maka semakin tinggi konsistensi tanahnya dan semakin banyak kandungan pasir dalam tanah maka semakin rendah konsistensi tanahnya.






VII. DAFTAR PUSTAKA

Bouma, J. 1992. Effect of soil structure tillage, and agregation upon soil hydraulic properties. Soil Science Journal 56 : 1-5

Certini, Gracomo dan Riccardo Scalenghe. 2006. Soil : Basics Concept Future Challenge. Cambridge University Press. Cambridge.

Foth, Henry.D. 1990. Fundamentals of soil science. John Wiley and Sons. New York.

Madjid, Abdul. 2009. Sifat Fisika Tanah ( Bagian 5 : Konsistensi Tanah). diakses pada 23 April 2011

Mc cull’agh, P. dan J.A. Nelder. 1989. Generalised Linier Models : Interaching Prosses In Soil Science. Lewis Publication. Florida.

Rawls, W. J dan Y.A Parchepsky. 2002. Soil consistence and structure as predictors of water retention. Soil Science Journal 66: 115-118

Sunday, May 15, 2011

DASAR-DASAR EKOLOGI ACARA 5 PENGENALAN EKOSISTEM

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR EKOLOGI
ACARA 5

PENGENALAN EKOSISTEM

I. TUJUAN

1. Mempelajari macam-macam bentuk ekosistem
2. Mengetahui struktur dan komponen pembentuk ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA

Satuan pokok ekologi adalah ekosistem atau sistem ekologi yakni satuan kehidupan yang terdiri atas suatu komunitas makhluk hidup (dari berbagai jenis) dengan berbagai benda mati berimteraksi membentuk suatu sistem. Ekosisitem dicirikan dengan pertukaran materi dan transpormasi energi yang sepenuhnya berlangsung di antara berbagai komponen dalam sisitem itu sendiri atau dengan sistem lain diluarnya (Soekarni et al., 1987).
Ekosistem merupakan sebuah organisasi dimana tidak hanya mencakup serangkaian spesies tumbuhan dan hewan saja tetapi juga segala macam bentuk materi yang melakukan siklus dalam sistem itu, dan energi yang menjadi kekuatan bagi ekosistem. Sinar matahari merupakan sumber energi dalam sebuah ekosistem, yang oleh tumbuhan dapat diubah menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Pembentukan jaringan hidup selanjutnya tentu saja bergantung pula pada kemampuan tumbuhan untuk menyerap berbagai bahan mineral dari dalam tanah yang selanjutnya diolah dalam proses metabolisme (Soeriatmadjaja, 1989).
Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi. Jika dilihat dari fungsinya ekosistem dibedakan menjadi 2 yaitu komponen autotrof (mampu mensintessi makanannya sendiri dengan mengikat energi dan memebentuk senyawa kompleks) dan komponen heterotrof (memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan leh organisme lain), sedangkan jika dilihat dari segi penyusunnya dibedakan menjadi 4 yaitu benda tak hidup (abiotik), produsen (organisme autotrof), konsumen (organisme heterotrof) dan pengurai (Pratiwi et al., 1996).
Ekositem yang terbentuk oleh komponen-komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat berinterajsi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi oleh adanya arus materi dan daur energi yang dikendalikan oleh arus informasi antar komponen dalam ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan tetentu. Perbedaan antara ekosistem satu dengan ekosistem lain pada tingakat organisasi yang berbeda tergantung banyaknya organisme produsen, banyaknya jenis organisme konsumen, banyaknya keanekaragaman organisme pengurai serta banyaknya macam komponen abiotik (Soemarwoto, 1997).
Menurut hidayat (2002), pertumbuhan dan produksi tanaman fungsi dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik dapat diperbaiki melalui program pemuliaan tanaman. Faktor lingkungan yang penting dan besar pengaruhnya adalah suplai air, unsur hara, cahaya matahari dan suhu. Sering kali tingkat produksi tanaman sangat ditentukan oleh faktor pertumbuhan dan produksi tanaman yang merupakan fungsi dari faktor genetik lingkungan. Lingkungan yang mencekam merupakan suatu faktor lingkungan yang potensial tidak menguntungkan bagi makhluk hidup. Pada umumnya cekaman lingkungan dikelompokkan menjadi 2 yaitu (Hidayat, 2002):
a. Cekaman biotik, terdiri dari:
b. Kompetisi intra spesifik dan antar spesifik
c. Infeksi oleh hama dan penyakit.
d. Cekaman abiotik berupa:
e. Suhu (tinggi dan rendah)
f. Air (kelebihan dan kekurangan)
g. Radiasi (ultraviolet, inframerah dan radiasi yang mengionisasi)
h. Kimiawi (garam, gas dan pestisida)
i. Angin
j. Suara
Pengurai merupakan organisme heterotrof yang menguraikan bahan organic yang berasal dari organisme mati (bahan organic kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan lagi oleh produsen. Yang termasuk pengurai adalah bakteri, jamur dan lain-lain (Warsito dan Setyawan, 1999).
Sifat-sifat ekosstem antara lain sebagai berikut: setiap ekosistem bersifat dinamis; dalam arti jumlah, posisi, atau peranan dan intensitas setiap bagian atau unsure akan berubah aatu berkembang secara terus menerus dan berganti setiap saat sebagaimana lazimnya suatu sitem hidup. Setiap ekosistem ditandai oleh suatu struktur atau jenjang hierarkis. Misalnya tumbuhan adalah produsen makanan hama. Hama memakan tumbuhan dengan aneka pola penyerangan. Selanjutnya hama menjadi makanan atau mangsa bagi musuh alami. Dengan demikian musuh almi menduduki tempat teratas dalam rantai makanan ekosistem tanaman. Tanpa musuh alami tanaman dihabiskan oleh hama. Habisnya tanaman pada gilirannya akan menyebabkan kematian musuh almi. Ketiga unsur (tanaman, hama dan musuh alami) dalam suatu ekosistem merupakan system yamg saling terkait. Keseimbangan antara ketiga ekosistem ini harus dijaga agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Untung, 1996).
Menurat Sastrosoebarjo (1997), usaha persawahan pasang surut telah berumur kira-kira 50 sampai 100 thaun, dan terutama dirintis oleh petani Bugis, Banjar di Klimantan dan Sumatrs dan kemudian diikuti oleh petani-petani Melayu, Jawa, Madura dan lain-lain. Bentuk usaha tani mereka laksanakan dengan mantap dengan ciri-ciri yang agak intensif, kurang pada tenaga kerja modal, berpindah-pindah dengan periode pembenaman tanah, dan dilaksanakan tidak menetap ditempat dengan pekerjaan lain-lain cukup banyak dan kadang-kadang lebih utama dari usaha tani pasang surutnya. Cara-cara demikian kurang meguntungkan dipandang dari penggunaan tanah secara rasional dan kurang menguntungkan bagi penerapan teknologi dalam bidang persawahan yang selalu berkembang (Saatrosoebarjo, 1997).

III. METODOLOGI

Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 7 Mei 2005. Pada praktikum ini para praktikan melakukan pengamatan terhadap ekosistem yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu ekosistem tegalan lokasi sawah yang dipilih adalah sawah di kawasan Banguntapan. Peralatan yang digunakan yaitu kamera untuk mengambil gambar bahan-bahan yang dibutuhkan sebagai sample dari ekosistem tegalan, antara lain produsen diwakili oleh jagung (Zea mays), konsumen tingkat 1 diwakili oleh ulat daun, konsumen tingkat 2 diwakili oleh ayam (Gallus gallus domesticus) dan pengurai yang diwakili oleh cacing (Pheretima sp). Di lokasi tegalan praktikan diharuskan mencari dan mengambil beberapa gambar komponen biotik yang terlibat dalam arus energi dan daur materi ekositem sawah tersebut kemudian diamati dan digambar daur materi dan arus energi yang terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat. 2002. Kajian faktor cekaman lingkungan pada tanaman padi di lokasi rasau jaya. Agr UMY (Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian). X (1): 37p

Pratiwi D. A, Sri Maryati, Srikini, Suharno. 1996. Biologi I. Erlangga. Jakarta.

Sastrosoebarjo, S. 1997. Menyongsong pemanfaatan pola pertanian pasang surut. Pertemuan Ilmiah. II (3): 1-9

Soekarni, Ahmad R, dan Munir R. 1987. Lingkungan: Sumber daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta.

Soemarwoto. 1997. Ekologi Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta.

Soeriatmadjaja, R. E. 1989. Ilmu Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Warsito dan Setyawan. 1999. Komposisi mineral tanah yang telah lama disawahkan didaerah tugumulyo sumatera selatan. Jurnal Tanah Tropika. Vol VIII (2): 131-138

 


Loading...


Please Wait...