Pages

Gunakan Mozzila Firefox untuk mengakses website ini dan jangan lupa klik iklannya

Tuesday, December 27, 2011

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI ACARA I PERBANYAKAN VEGETATIF

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA I
PERBANYAKAN VEGETATIF

DASAR-DASAR EKOLOGI ACARA I SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

ACARA I
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

ACARA I SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

ACARA I
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

I. TUJUAN
1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman.
2. Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Kata ekologi pada awalnya diciptakan oleh ahli zoologi Ernst Haekel Jerman pada 1860-an. Hal ini berasal dari bahasa Yunani untuk "oikos" yang diterjemahkan sebagai "rumah". Jadi, secara harfiah, ekologi adalah studi ilmiah dari rumah kami. Dalam prakteknya, ekologi didefinisikan sebagai studi ilmiah dari interaksi antara organisme dengan satu sama lain dan dengan lingkungan abiotik dan biotik mereka (Markus, 2007).
Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama. Rasio ini dihitung berdasarkan konidisi suhu 15°C. Pengukuran salinitas dalam kehidupan sehari-hari biasanya menggunakan hydrometer, yang telah dikalibrasikan untuk digunakan pada suhu kamar (Irianto dan Machbub, 2004).
Salinitas menjadi masalah bila garam menumpuk di akar yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kelebihan garam pada akar menghambat akar tanaman dari penyerapan air di sekitarnya. Bila dibandingkan, pertumbuhan tanaman di dua tanah identik dengan kelembaban yang sama, satu menerima air tanah asin dan yang lainnya bebas garam, tanaman yang dapat menggunakan lebih banyak air dari tanah menerima garam bebas air dapat menurunkan ketersediaan air tanaman dan menyebabkan tanaman stress (Bauder, 2003).
Di dalam hukum lingkungan Shelford, dinyatakan bahwa faktor pembatas adalah konsep pengaruh yang membatasi dari keadaan maksimum serta pula minimum. Fungsi faktor pembatas pada tingkat organisme yaitu mengontrol proses fisiologi dan pada tingkat populasi mengontrol kepadatan populasi ( Mc. Naughton & Wolf, 1998 ).
Unsur gizi tanaman mineral dipengaruhi oleh salinitas. Salinitas berubah penyerapan selektif ion oleh akar dan translokasi ion ini menurun. kondisi Salinitas menyebabkan ketidakseimbangan gizi pada elemen yang tersedia dan penyerapan kompetitif dan translokasi unsur atau distribusi. Hal ini dapat menghentikan aktivitas fisiologis atau meningkatkan kebutuhan tanaman internal elemen (Khorshidi, 2009).
Tanah yang mengandung tingkat salinitas tinggi di daerah perakaran atau padi yang digenangi terus-menerus hanya menimbulkan masalah didaerah tertentu, hal ini disebabkan oleh beberapa factor (Tinning, 2007):
1. Macam tanah.
2. Hujan terus-menerus sejak tsunami terjadi.
3. Lamanya waktu suatu tanah digenangi oleh air laut.
4. Pengenangan yang disebabkan oleh pasang naik dan pasang surut.
Di dalam tanah terdapat banyak simpanan garam dalam area semidesert. Pada daerah kering yang sensitif digunakan irigasi dalam jumlah yang besar, tetapi air yang menapis salinitas tanah menjadi lebih atau berkurang maka harus ditambah garam. Ketika air ini digunakan untuk irigasi, maka produksinya akan terkonsentrasi oleh garam karena evaporasi dan transpirasi yang dilakukan oleh tanaman (Leclerc, 2003).



III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Ekologi Acara I yang berjudul Salinitas sebagai Faktor Pembatas Abiotik, ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 17 Maret 2011 di Laboratorium Ekologi Tanaman Jurusan Budidaya Tanaman Universitas Gadjah Mada. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu timbangan analitik, gelas ukur, erlenmeyer, pengaduk, peralatan tanam, dan penggaris. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu benih padi (Oryza sativa), kacang panjang (Vigna sinensis), mentimun (Cucumis sativus), polybag, NaCl teknis, pupuk kandang dan kertas label.
Cara kerja yang dilakuakan antara laian, pertama-tama polybag disiapkan dan diisi tanah yang telah dibersihkan dari kerikil, sisa akar tanaman, ataupun kotoran, sebanyak 3 kilogram. Kemudian benih dipilih yang sehat dari jenis tanaman yang akan diperlakukan, selanjutnya ditanam lima benih ke masing-masing polybag dan disiram setiap hari. Setelah berumur satu minggu, kemudian bibit dijarangkan menjadi dua tanaman tiap polybag. Bibit yang dipilih adalah bibit yang sehat dan terbaik diantara lainnya. Lalu dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi 2000 ppm dan 4000 ppm. Air aquades digunakan sebagai pembanding. Masing-masing konsentrasi larutan garam dituangkan pada polybag sesuai perlakuan, sampai kapasitas lapang. Volume untuk tiap polybag harus sama. Tiap polybag diberi label sesuai perlakuan dan ulangannya. Label harus jelas untuk menghindari tertukar dengan perlakuan yang lain saat dilakukan pengamatan. Larutan garam diberikan tiap dua hari sekali sampai tanaman berumur 21 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Jadi dalam percobaan ini terdapat 9 macam perlakuan dan masing-masing perlakuan terdapat dua tanaman. Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi tanaman (cm) yang diukur setiap 2 hari sekali., berat segar serta berat kering tanaman pada akhir pengamatan (gram), panjang akar utama pada akhir pengamatan (cm), serta abnormalitas tanaman (klorosis pada daun dan sebagainya). Setelah pengamatan selesai dilakukan dan data telah terkumpul, selanjutnya dihitung rerata tiga ulangan pada tiap perlakuan dan dibuat grafik tinggi tanaman pada masing-masng konsentrasi garam versus hari pengamatan dan grafik panjang akar pada masing-masing konsentrasi larutan garam versus hari pengamatan serta histrogram berat segar versus berat kering.


IV. HASIL PENGAMATAN

A. TINGGI TANAMAN
1. Padi (Oryza sativa)
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) hari ke
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 4,85 8,61 14,82 18,77 20,48 22,28 24,78 27,18
2000 ppm 4,48 8,16 12,18 15,36 16,88 18,43 20,19 21,82
4000 ppm 3,83 7,27 13,51 17,87 18,93 20,63 22,76 22,75

2. Kacang Panjang (Vigna sinensis)
Perlakuan Tinggi Tanaman Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 14,99 20,53 26,73 31,91 40,98 49,79 57,07 60,79
2000 ppm 14,43 17,60 24,44 33,89 39,57 45,06 53,11 60,75
4000 ppm 16,73 21,67 28,83 33,98 40,73 48,16 59,32 62,45

3. Mentimun (Cucumis sativus)
Perlakuan Tinggi Tanaman Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 6,09 7,32 8,01 8,55 9,38 10,21 12,19 14,04
2000 ppm 6,06 6,90 7,58 7,97 9,30 11,08 11,73 13,73
4000 ppm 6,58 7,29 7,73 7,88 8,42 9,48 11,79 13,40

B. JUMLAH DAUN
1. Padi (Oryza sativa)
Perlakuan Jumlah Daun Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 0,83 1,42 2,25 2,58 2,92 3,00 3,25 3,50
2000 ppm 0,83 1,42 2,17 2,50 2,67 2,83 3,00 3,08
4000 ppm 0,83 1,50 2,33 2,83 3,00 3,00 3,08 3,00
2. Kacang Panjang (Vigna sinensis)
Perlakuan Jumlah Daun Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 1,67 2,92 4,17 5,08 6,00 7,50 7,50 7,83
2000 ppm 1,67 3,00 3,83 4,92 5,58 7,00 7,33 7,42
4000 ppm 1,67 3,17 4,08 5,25 6,00 8,00 8,08 8,83

3. Mentimun (Cucumis sativus)
Perlakuan Jumlah Daun Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 1,83 2,50 3,17 3,33 3,67 3,92 4,33 4,58
2000 ppm 1,83 2,42 3,17 3,42 3,67 3,75 4,00 4,33
4000 ppm 1,83 2,83 3,17 3,50 3,83 3,92 4,00 4,33

C. BERAT BASAH, BERAT KERING DAN PANJANG AKAR
1. Padi (Oryza sativa)
Perlakuan Berat Basah Berat Kering Panjang Akar
0 ppm 0,23 0,06 6,81
2000 ppm 0,17 0,04 5,88
4000 ppm 0,29 0,04 5,15

2. Kacang Panjang (Vigna sinensis)
Perlakuan Berat Basah Berat Kering Panjang Akar
0 ppm 5,81 1,12 12,64
2000 ppm 6,41 1,16 11,69
4000 ppm 6,80 1,27 10,38

3. Mentimun (Cucumis sativus)
Perlakuan Berat Basah Berat Kering Panjang Akar
0 ppm 7,91 1,12 12,88
2000 ppm 7,35 1,09 15
4000 ppm 6,18 0,9 13,12
V. PEMBAHASAN

Faktor biotik dan faktor abiotik merupakan faktor pembentuk suatu ekosistem. Faktor biotik terdiri dari makhluk hidup yang ada di suatu tempat sedangkan faktor abiotik terdiri ats faktor yang mempengaruhi faktor biotik seperti suhu, pH, ketersediaan oksigen, kelembaban dan juga salinitas. Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Garam-garam yang terlarut dalam tanah merupakan unsur yang essensial bagi pertumbuhan tanaman. Kehadiran larutan garam dalam tanah dapat membantu pertumbuhan tanaman karena tumbuhan dapat memperoleh zat-zat yang penting untuk membantu pertumbuhan tanaman melalui garam-garam dalam tanah tersebut. Namun apabila kadar garam yang tinggi dapat menurunkan laju fotosintesis pada tanaman akibat terhambatanya pengambilan CO2, hal ini mengganggu pertumbuhan tanaman. Karena sebagian besar energi hasil respirasi akan diubah untuk mengatasi cekaman garam, akibatnya kemampuan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi menjadi berkurang. Kadar garam yang terlalu tinggi di dalam tanah dapat meracuni tanaman dan juga dapat menghambat perkecambahan benih, kualitas hasil, produksi dan merusak jaringan tanaman. Antara tanaman yang satu dengan yang lain memiliki tingkatan toleran yang berbeda-beda terhadap salinitas. Berdasarkan tingkat toleran tanaman terhadap salinitas, tanaman dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tanaman halofit, glikofit dan euhalofit. Tanaman yang tahan terhadap salinitas adalah tanaman halofit. Tanaman glikofit adalah tanaman yang tidak tahan terhadap salinitas. Tanaman euhalofit adalah tanaman yang toleran terhadap salinitas.
Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan tentang pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan tanggapan tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda. Tanaman yang diamati adalah tanaman padi (Oryza sativa), kacang panjang (Vigna sinensis), dan mentimun (Cucumis sativus). Di bawah ini akan diuraikan tentang pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan tanggapan tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda yang diperlihatkan dalam beberapa grafik hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar utama, serta berat basah dan berat kering tanaman pada tiga jenis tanaman tersebut.


Berdasarkan grafik tinggi tanaman padi diatas dapat dilihat bahwa tinggi tanaman padi yang paling tinggi merupakan tanaman padi 0 ppm diikuti tanaman padi 4000 ppm yang laju nya fluktuatif dan tanaman padi 2000 ppm. Pada awal penanaman ketiga tanaman mengalami penambahan tinggi yang relatif sama. Hal ini dikarenakan cadangan makanan pada biji masih cukup dan kadar salinitas belum begitu mempengaruhi pertumbuhan. Mulai hari tigai terjadi perbedaan pertambahan tinggi. Tanaman padi 0 ppm mengalami pertambahan tinggi terbesar dan pada tanaman padi 2000 ppm pertambahan tinggi tanaman merupakan yang paling kecil. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tanaman padi tumbuh baik dan optimal pada kondisi netral. Akan tetapi pada kondisi salin tanaman padi juga mengalami pertumbuhan meskipun tidak sebaik pada kondisi netral. Hal ini membuktikan bahwa tanaman padi merupakan jenis tanaman yang toleran terhadap kadar garam (halofit). Hasil ini telah sesuai dengan teori yang ada meskipun pada kondisi salin 4000 ppm tanaman padi lebih tinggi dibanding 2000 ppm mungkin dikarenakan pada saat enyiraman banyaknya air tidak seimbang. Selain itu kondisi bibit yang berbeda dapat menyebabkan hal ini terjadi.

Menurut grafik tinggi tanaman kacang panjang di atas tampak bahwa secara umum tanaman mengalami pertumbuhan yang seragam dari awal pengamatan. Pertambahan tinggi tanaman antar tanaman 0 ppm, 2000 ppm dan 4000 ppm relatif sama. Tanaman kacang panjang 4000 ppm pada akhir pengamatan merupakan tanaman yang tertinggi, dikuti 0 ppm dan 2000 ppm. Dari percobaan dapat dilihat bahwa tanaman kacang panjang merupakan tanaman yang tahan terhadap kondisi salinitas tinggi.


Dari grafik tinggi tanaman mentimun di atas terlihat bahwa tanaman mentimun yang paling tinggi pada tanaman mentimun 0 ppm lalu yang tertinggi kedua adalah tanaman padi 2000 ppm dan yang paling rendah adalah tanaman mentimun 4000 ppm. Tanaman mentimun dapat dikatakan bersifat rentan terhadap salinitas (glikofit) sehingga dapat tumbuh optimal pada kondisi non-salin.


Berdasarkan grafik jumlah daun tanaman padi di atas tampak bahwa tanaman padi 0 ppm memiliki jumlah daun yang paling banyak kemudian tanaman padi 2000 ppm dan yang paling sedikit memiliki daun adalah tanaman padi 4000 ppm. Pada tanaman padi 4000 ppm pada hari keempat mempunyai jumlah daun terbanyak akan tetapi setelah itu mengalami petambahan yang relatif sedikit. Karena jenis tanaman ini merupakan jenis halofit sehingga kondisi salin tidak terlalu signifikan mempengaruhi pertumbuhan dalam hal ini pertambahan jumlah daun .



Dilihat dari grafik jumlah daun tanaman kacang panjang di atas terlihat bahwa tanaman dengan kadar salinitas 4000 ppm menpunyai jumlah daun lebih banyak diikuti 0 ppm dan 2000 ppm. Kondisi ini dikeranakan tanaman kacang panjang ini merupakan jenis euhalofit sehingga pada kondisi salinitas tinggi pertumbuhan akan maksimal.



Berdasarkan grafik jumlah daun tanaman mentimun di atas tampak bahwa tanaman 0 ppm mempunyai jumlah daun yang terbanyak dibanding tanaman dengan salinitas 2000 ppm dan 4000 ppm yang mempunyai jumlah daun relatif sama. Karena tanaman mentimun merupakan jenis glikofit yaitu renta terhadap salinitas makan akan memperoleh pertumbuhan yang maksimal pada kondisi 0 ppm.



Dari histogram panjang akar padi di atas dapat dilihat bahwa tanaman yang memiliki akar paling panjang adalah tanaman padi 0 ppm kemudian tanaman padi 2000 ppm dan yang terakhir tanaman padi 4000 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman padi adalah tanaman yang tahan terhadap salinitas karena walaupun dalam kondisi salin tanaman tetap dapat menyerap unsur hara melalui akar tanaman.



Berdasarkan histogram panjang akar kacang panjang di atas tampak bahwa tanaman yang memiliki akar terpanjang adalah tanaman kacang panjang 0 ppm diikuti dengan tanaman kacang panjang 2000 ppm dan yang memiliki akar paling pendek adalah tanaman kacang panjang 4000 ppm. Hal ini berlawanan denga teori maupun hasil yang mengamatan dengan variabel yang lain mungkin dikarenakan pada saat pencabutan tanaman akar utama mengikat tanah dengan kuat hingga terputus.



Dari histogram panjang akar mentimun di atas terlihat jika tanaman yang memiliki akar paling panjang adalah tanaman mentimun 0 ppm. Tanaman yang memiliki akar terpanjang kedua adalah tanaman mentimun 2000 ppm dan yang memiliki akar paling pendek adalah tanaman mentimun4000 ppm. Tanaman timun yang tergolong glikofit jika ditempatkan pada kondisi salinitas tinggi akan mengalami perlambatan pertumbuhan karena akar sulit menyerap unsur hara dalam tanah dan akan maksimal pada kondisi netral.

Histogram berat basah dan berat kering tanaman padi di atas menunjukkan bahwa tanaman padi yang memiliki berat basah terbesar yaitu tanaman padi 4000 ppm kemudian tanaman padi 0 ppm dan yang terakhir adalah tanaman padi 2000 ppm. Dan untuk berat kering yang paling besar pada tanaman padi 0 ppm kemudian tanaman padi 4000 ppm dan yang terkecil adalah tanaman padi 2000 ppm. Dari hasil tersebut terlihat bahwa tanaman yang paling banyak menyerap air adalah tanaman padi 4000 ppm yang berarti tanaman padi adalah tanaman yang tahan terhadap salinitas karena walaupun dalam kondisi salin tanaman tetap dapat menyerap air yang berguna bagi pertumbuhan tanaman dengan maksimal.sedangkan pada kondisi berat kering karena kandungan hara yang baik pada kondisi 0 ppm maka berat daun pun menjadi semakin besar karena kondisi sel yang berkembang maksimal.



Dari histogram berat basah dan berat kering tanaman kacang panjang di atas terlihat bahwa berat basah tanaman kacang panjang terbesar terdapat pada tanaman kacang panjang 4000 ppm kemudian 2000 ppm dan yang paling kecil adalah tanaman kacang panjang 0 ppm. Dan berat kering tanaman kacang panjang terbesar terdapat pada tanaman kacang panjang 4000 ppm kemudian 2000 ppm dan yang paling kecil adalah 0 ppm. Dapat dilihat bahwa hasil berat kering maupun basah kacang panjang dari tiap salinitas menunjukan selisih yang relatif sedikit. Hal ini karena kacang panjang merupakan tanaman yang tahan terhadap salinitas dan tanaman dapat menyerap air dengan maksimal pada lingkungan salin.



Dari histogram berat basah dan berat kering tanaman mentimun di atas dapat disimpulkan bahwa berat basah tanaman yang paling besar terdapat pada tanaman mentimun 0 ppm kemudian 2000 ppm dan yang paling kecil adalah tanaman mentimun 4000 ppm. Berat kering terbesar juga terlihat pada tanaman mentimun 0 ppm, 2000 ppm dan yang paling kecil adalah tanaman mentimun 4000 ppm. Dari hasil tersebut tanaman mentimun merupakan tanaman yang bersifat rentan terhadap salinitas karena tanaman dapat tumbuh maksimal pada kondisi salin yang rendah.

VI. KESIMPULAN

1. Salinitas merupakan kandungan garam yang ada di dalam tanah.
2. Salinitas memiliki pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, berat basah dan berat kering tanaman. Salinitas juga dapat menghambat perkecambahan benih, kualitas hasil, produksi dan dapat merusak jaringan tanaman.
3. Berdasarkan tingkat ketahanannya terhadap salinitas tanaman dibedakan menjadi :
 Tanaman Euhalofit adalah tanaman yang tahan terhadap salinitas.
 Tanaman Glikofit adalah tanaman yang tidak tahan terhadap salinitas.
 Tanaman Halofit adalah tanaman yang toleran terhadap salinitas.
4. Berdasarkan hasil pengamatan tanaman yang tahan terhadap salinitas adalah tanaman kacang panjang, tanaman yang rentan terhadap salinitas adalah tanaman mentimun dan tanaman yang toleran terhadap salinitas adalah tanaman padi.















DAFTAR PUSTAKA
Bauder, James W. 2003. The Basic Of Salinity And Sodicity Effects Of Soil Physical Properties. Montana State University, Montana.

Irianto, Eko W. dan B. Machbub. 2004. Pengaruh multiparameter kualitas air terhadap parameter indikator oksigen terlarut dan daya hantar listrik. Jurnal Lingkungan Perairan 54 : 18-24.

Khorshidi, M.B. 2009.Salinity effect on nutrients accumulation in alfalfa shoots in hydroponic condition. Journal of Food, Agriculture & Environment 7 : 787-790.

Leclerc, Jean Clude. 2003. Plant Ecophysiology. Science Publishers Inc., New York.

Markus, Christie. 2007. What is ecology ?. Diakses pada tanggal 20 maret 2011.

Mc.Naughton, J.E., Larry L Wolf. 1998. General Ecology 2nd Edition ( Dasar-Dasar Ekologi Edisi Kedua , alih bahasa : Pringgoseputro dan Srigandono, 1998 ). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tinning, G . 2007. Agriculture Tsunami. NSW Department Of Primary Industri, Australia.
























LAMPIRAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH Acara IV TEKSTUR TANAH KUALITATIF

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH
KELOMPOK V / GOLONGAN A-1
TANAH GRUMOSOL / VERTISOL
Acara IV
TEKSTUR TANAH KUALITATIF

Disusun oleh :
1. Mega Ronawati (PN / 09891)
2. Sabar Dwi K. (PN / 09896)
3. Wirawan Setiadi (PN / 09899)
4. Binarti Nugraheni (PN / 09931)
5. Nur Hayati (PN / 09932)
Asisten : Dimaz Pramudito

LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2004
ACARA IV
TEKSTUR TANAH KUALITATIF

ABSTRAKSI

Dalam praktikum digunakan sample tanah yaitu tanah rendzina, entisol, vertisol, ultisol, dan alfisol. Pengidentifikasian dilakukan dengan metode analisis kualitatif, yaitu dengan permberian air pada masing-masing jenis tanah dan dilakukan analisis tanah secara manual. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui unsure dominan penyusun tanah (debu, lempung, pasir). Berdasarka analisis diketahui bahwa tanah entisol bertekstur pasir geluhan, latosol lempung, rendzina lempung pasiran, medeteran lempung debuan, dan vertisol lempung debuan. Tanah bertekstur lempung kurang cocok / produktif dipakai untuk pertanian karena susah untuk diolah dan sukar merembeskan air.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan fraksi liat, debu dan pasir dalam suatu massa tanah. Partikel-pertikel ini memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Ada yang dapat dilihat langsung dengan mata dan ada pula yang harus diamati lebih lanjut karena berupa butiran yang sangat halus dan berupa koloid. Oleh karena itu digunaka metode analisis kualitatif yakni merasakan tanah langsung dengan tangan sehingga dapat diketahui tingkat kehalusan dan kekasaran enis tanah tertentu. Kehalusan dan kekasaran tanah dipengaruhi oleh fraksi-fraksi penyusun tanah. Bila penyusun tanah didominasi oleh pasir, tanah akan cenderung kasar. Sedangakan bila penyusun tanah didominasi oleh debu, akan terasa halus, dan lempung terasa licin. Hal ini disebabkan karena urutan partikel pasir lebih besar dari debu maupun lempung.

B. Tujuan
Menetapkan tekstur tanah secara kualitatif keadaan basah.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah terdiri dari butir-butir tanah yang berbagai ukuran. Bagian tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar (kerikil seperti batu) (Hardjowigeno, 1989).
Bahan penyusun padatan tanah meliputi partikel mineral tertentu dengan berbagai ukuran, juga senyawa amorf, di mana umumnya senyawa ini terikat dan kadang melapisi partikel tanah. Bila kandungan senyawa amorf, seperti oksidasi besi yang mengandung air dan humus, terdapat dalam kadar rendah, maka kita dalam beberapa hal dapat menyajikan fase padatan terdiri dari sebagian besar partikel, sebagian besar dapat dilihat dengan mata biasa, dan partikel terkecil berbentuk koloid dan hanya bisa dian\mati dengan mikroskop electron (Hendro dan Hari, 1998).
Berdasarkan ukurannya bahan padatan tanah digolongkan menjadi tiga partikel atau separate penyusun tanah, yaitu pasir, debu dan liat. Peranan ketiga separate tersebut di dalam menentukan sifat dan kemampuan tanah tidak sama. Separate pasir dan debu yang sebagian besar tersusun atas SiO2 tidak banyak perannya dalam usaha penyediaan unsure hara tanaman. Sebaliknya bahan liat (lempung), yaitu bahan yang berukuran < 2 μm, terdiri dari mineral liat silikat, bahan amorf, dan merupakan bahan aktif penyusun tanah. Artinya adanya bahan ini dalam tanah sangat menentukan sifat dan kemampuan tanah (Islami dan Utomo, 1995).
Perbandingan nisbi berat zarah tanah ( pasir, debu dan lempung) disewbut dengan tekstur, yang menunjukkan kehalusan atau kekasaran suatu tanah. Tekstur tanah menentukan tata air dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Tekstur tanah mempunyai hubungan erat dengan konsentrasi struktur tanah. Penggolongan tekstur tanah didasarkan atas perbandinag kandungan lemoung, debu dan pasir yang menyusun tanah. Namun kelas tekstur tanah secara kualitatif yaitu dengan merasakan kekasaran atau kehalusan fraksi tanah akibat tekanan di antara ibu jari dan telunjuk. Lempung biasanya sangat keras bila kering, mudah dibentuk atau digabung bila lembab, dan lekat bila basah. Pasir terasa kasar/berderat di tangan, debu pada kndisi basah seperti sabun atau liat dan seperti tepung bila dalam kondisi kering (Maas, 1996).
Tanah pasir cenderung agak longgar, dengan drainase yang baik dan mudah ditanami, maka tanah pasir disebut tanah ringan. Sebaliknya, tanah liat cenderung menyerap dan menahan sebagian besar air, saat basah bersifat plastis dan lengket serta keras dan kohesif saat kering, serta sulit diolah sehingga disebut tanah berat. Akan tetapi hal ini dapat merupakan pernyataan menyesatkan karena fakta sesungguhnya adalah tanah dengan tekstur kasar umumnya lebih padat (yaitu mempunyai porositas yang lebih rendah) dibandingkan tanah bertekstur halus, dan oleh sebab itu akan lebih berat, bukan lebih ringan (paling tidak pada kondisi kering). Dari kelas tekstur tanah ini dapat diketahui porositas, daya tahan air, laju kecepatan infiltrasi, ketersediaan air, mudah tidaknya diolah, kandungan air hara tersedia dan penentuan jumlah kebutuhan air (Hardjowigeno, 1993).
Nama atau klasifikasi tanah diambilkan dari kisaran perbandingan antara tiga fraksi penyusun tanah yang terdapat dalam suatu bentuk diagram segitiga, jumlah ketiga fraksi tersebut harus 100%. Tiap sisi diagram menunjukkan prosentase fraksi. Pasir berada di sisi horizontal dan nilai 100% di bagian kanan, debu di sisi vertical kiri dengan 100% di bagian bawah kanan dan lempung di bagian kiri dengan 100% di puncak (atas). Dalam diagram tersebut ada 12 unit yang merupakan unit kisaran kombinasi dari prosentase pasir, debu dan lempung. Sebagai contoh (Maas, 1996):
60% pasir, 25% debu, 15% lempung = geluh pasiran.
25% pasir, 45% debu, 30% lempung = geluh lempungan.
28% pasir, 54% debu, 18% lempung = geluh debuan.
Distribusi ukuran partikel dan kelas tekstur mempunyai korelasi dengan: air, udara, unsure hara, mintakat perakaran, kemudian diolah dan terpenting masalah kesubura. Sifat umum tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur (Sutanto, 1994):
Tanah pasiran : laju peresapan air baik, kapasitas menahan air rendah, kandungan hara rendah, kapasitas absorbsi rendah, baik untuk system perakaran, mudah diolah
Tanah lempungan : drainase buruk, kapasitas pengikatan air tinggi, aerasi kurang baik, kandungan hara tinggi, kapasitas penyerapa tinggi, kurang baik system perakaran, sukar diolah pada kindisi kering.
Tanah debuan : mempunayi sifat antara lempung dan pasir
Hubungan tekstur dan kandungan mineral tanah :
Pasir → kaya mineral primer Tanah kaya hara
Lempung → kaya mineral sekunder
Debu → di antara Tanah subur

III. METODOLOGI

Praktikan melaksanakan Praktikum Tekstur Tanah Kualitatif ini pada hari Sabtu tanggal 25 September 2004 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Adapun praktikan menggunakan bahan dan alat serta prosedur sebagai berikut :
A. Bahan dan Alat
Percobaan ini menggunakan bahan berupa tanah kering udara ukuran Φ 2 mm, dan menggunakan alat berupa piring, sendok dan aquadest.

B. Cara Kerja
Mula-mula praktikan mengambil segenggam tanah, meremas-remasnya untuk melepaskan semua agregatnya sehingga akhirnya tanah menjadi pasta liat (kadar air antara BG dan BJ). Membasahi sedikit demi sedikit sambil meremas-remas jika kurang basah. Mencoba tanah tersebut bola secara mengepal-ngepalnya, bila tidak dapat membentuk bola berarti tanah bertekstur pasir. Bila dapat, mencoba tanah tersebut pita dengan cara menekan dan mendorong hati-hati dengan ibu jari dan alas jari telunjuk sampai ujung pita tanah melampaui ujung jari telunjuk. Bila tidak dapat, tanah bertekstur pasir geluhan. Bila dapat, lalu patah karena ujung-ujungnya melampaui ujung beratnya sendiri setelah jari telunjuk sejauh < 2,5 cm, termasuk kelompok geluhan; 2,5 – 5 cm kelompok geluh lempungan; dan > 5 cm termasuk kelompok lempungan.
Membuat bubur tanah yang dicoba pita tersebut, lalu menggosok-gosokkan dengan jari pada telapak tangan. Tanah terasa kasar merajai dapat merupakan lempung pasiran, geluh lempung pasiran, maupun geluh pasiran. Tanah terasa halus licin merajai dapat merupakan lempung debuan, geluh lempung debuan atau geluh debuan. Sedangkan bila terasa samarasa, praktikan menggolongkan tanah pada lempung, geluh lempungan maupun geluh. Pemilihan masing-masing dari tiga jenis tersebut berdasarkan sejauh mana patahnya ujung dari ujung beratnya.

IV. DATA HASIL PENGAMATAN

No. Jenis Tanah Tekstur Tanah
1.
2.
3.
4.
5.
6. Entisol I
Latosol
Rendzina
Mediteran
Vertisol
Lentisol II Pasir geluhan
Lempung
Lempung pasiran
Lempung debuan
Lempung debuan
Pasir debuan


V. PEMBAHASAN

Percobaan tekstur tanah ini bertujuan untuk menetapkan tekstur tanah secara kualitatif dalam keadaan basah.
Percobaan tanah Entisol dilakukan dua ulangan dengan dua macam hasil yaitu pasir geluhan dan pasir debuan. Perbedaan hasil ini dimungkinkan karena ketidaksamaan dalam merasakan rabaan tanah. Namun perbedaan tidak begitu mendasar karena keduanya msih tetap didominasi oleh fraksi pasir.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tanah Entisol mempunyai tekstur pasir. Hal ini dapat disimpulkan karena pasta tidak dapat dibuat bola dengan cara dikepal-kepal maupun dicoba pita secara ditekan dan didorong hati-hati. Karena mempunyai pori yang besar, tanah Entisol peka terhadap erosi dan kapasitas infiltrasinya tinggi. Umumnya tanah Entisol tidak begitu subur, karena tidak bisa menahan air untuk menjadi air higroskopis yang nantinya akan digunakan oleh tumbuhan. Dalam kondisi kapasitas lapang pori-pori cenderung lebih banyak diisi udara dan bukan air.
Berbeda halnya dengan Entisol, Latosol dari hasil percobaan termasuk tanah bertekstur lempung. Tanah ini dikatakan bertekstur lempung karena saat tanah dibuat bubur lalu digosok-gosokkan dengan jari pada telapak tangan terasa sama rasa dan pita tanah dapar ditekan sehingga ujungnya melampaui beratnya sendiri sejauh > 5 cm. Tekstur lempung biasanya mempunyai gerakan air dan aerasi yang buruk. Sedikitnya kemampuan tanah ini untuk mengalirkan air ke bawah membuat Latosol sebagai tanah lempung terlihat kedap air. Dalam pengolahannya, tanah ini memerlukan pengolahan air yang baik. Pada kondisi basah, pori-pori tanah ini hampir semuanya terisi air sehingga aerasi kurang dan pada kondisi kering tanah memiliki konsistensi sangat keras.
Rendzina menurut hasil percobaan masih merupakan tanah kelompok lempungan yaitu lempung pasiran. Selain mengandung lempung dengan pori-pori kecil yang mampu menyimpan air, tanah ini juga mengandung pasir dengan pori-pori besar yang pada kondisi kapasitas lapang cenderung terisi udara. Tanah ini memungkinkan penyediaan air yang memadai bagi tanaman, juga mempunyai aerasi yang cukup baik. Dari kondisi tersebut, tanah ini seharusnya cukup baik atau setidaknya lebih baik digunakan sebagai media tanam dibanding dengan tanah Latosol yang mengandung terlalu banyak fraksi lempung.
Tanah Mediteran dan Vertisol mempunyai tekstur yang sama yaitu lempung debuan, dengan sifat antara Latosol dan Rendzina. Karena teksturnya berupa lempung debuan, maka strukturnya berupa gumpal (pada kondisi kering) dan konsistensinya teguh. Tanah-tanah ini cukup mudah untuk diolah, sekalipun sukar untuk merembeskan air. Namun tanah ini bisa digunakan sebagai pembatas erosi. Tanah ini cocok digunakan sebagai tanah sawah atau lahan tergenang air.
Sifat-sifat lain yang mempengaruhi tekstur tanah adalah kandungan mineral dari masing-masing tanah. Misal fraksi pasir terutama mengandung mineral primer (kuarsa, silikat) sedang mineral sekunder adalah bermacam-macam mineral lempung. Debu dan geluh mempunyai komposisi antara pasir dan lempung.

VI. KESIMPULAN

1. Tanah latosol adalah tanah yang memiliki tekstur lempung sehingga sulit untuk diolah sebagai media tanam yang baik.
2. Tanah rendzina mempunyai tekstur lempung pasiran sedangkan mediteran dan vertisol mempunyai tekstur lempung debuan, sehingga lebih mudah diolah sebagai media tanam dan dapat sebagai penahan erosi.
3. Tanah entisol bertekstur pasir geluhan, mempunayi aerasi tinggi, namun daya simpan air kurang sehingga tidak begitu subur untuk media tanam.














DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis. Akademika Resindo : Jakarta. 430 p

Hendro, R dan R. Hari. 1998. Pengantar Fisika Tanah. Mitra Gama Widya : Yogyakarta. 445 p

Islami, T. Dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Air, Tanah dan Tanaman. IKIP Semarang Press : Semarang. 297 p

Maas, Azwar. 1996. Ilmu Tanah dan Pupuk. Akademi Penyuluhan Pertanian (APP) : Yogyakarta. 174 p

Sutanto, R. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta. 149 p

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH Acara III STRUKTUR TANAH

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH
KELOMPOK V / GOLONGAN A-1
TANAH GRUMOSOL / VERTISOL
Acara III
STRUKTUR TANAH


ABSTRAKSI

Percobaan ini dilakukan untuk menetapkan kerapatan massa tanah (BV) danbutir tanah (BJ) serta untuk menetapkan porositas total tanah (n). Struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Struktur tanah akan mempengaruhi regim udara dan air dalam tanah, antara hidrolik dan konsekuensinya pada pertumbuhan akar tanaman dan kegiatan biologi dalam tanah. Metode yang digunakan dalam penentuan struktur tanah adalah metode penentuan kuantitatif cara lilin dan piknometer. Bahan dan alat yang digunakan adlaah tanah gumpalan kerung udara, tanah kering udara Φ 2 mm dengan menggunakan jenis tanah yang berbeda-beda yaitu tanah Vertisol, tanah Rendzina, tanah Ultisol dan tanah Alfisol. Harga berat jenis tanah seharusnya lebih besar dari harga berat volume karena pembagi pada BV lebih sedikit dari BJ. Tanah Entisol memiliki berat jenis yang tinggi karena memiliki jenis mineral yang banyak. Dari hasil percobaan didapatkan bahwa BV tertinggi terdapat pada tanah Rendzina, BJ tertinggi pada tanah Entisol, sedangkan porositas total tanah tertinggi pada tanah Ultisol / Latosol. Hal ini berarti bahwa tanah Rendzina mempunyai tekstur yang paling remah, tanah Entisol mempunyai agregat yang pejal, sedangkan Latosol mempunya jumlah pori yang banyak.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya tanah merupakan tubuh alam. Namun demukian banyak tanah yang memperlihatkan tanda-tanda pengaruh antropogen. Sebagai contoh struktur tanah berubah-ubah karena lalu lintas, susunan kimia tanah berubah karena irigasi dan pemupukan. Struktur tanah adalah bagian dari sifat fisik tanah. Struktur tanah ini merupakan proses fisio kimia dan biologi yang dimulai dari penjojotan dan agregasi dengan diikuti sementasi (bahan pelekat).
Hal ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim, aktifitas biologi, pengelolaan tanah dan kepekaan tanah terhadap gaya-gaya perusak mekanis dan fisio kimia. Oleh karena itu belum ada metode yang secara obyektif dan kuantitatif dapat digunakan untuk menentukan struktur tanah, yang ada yaitu metode yang subyektif dan kuantitatif. Antara lain metode lilin, ring sample dan air raksa.
Dengan penentuan berat volume (BV), berat jenis (BJ) dan porositas tanah dapat membedakan antara struktur yang ada. Kaitannya dengan daya serap air, struktur tanah mempenaruhi karena berdasarkan dari pori-pori tanah, pori-pori tanah yang besar bermanfaat untuk aerasi dan infiltrasi, sedangkan pori-pori yang kecil untuk menyimpan lengas.

B. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menetapkan kerapatan massa tanah (berat volume = BV), menetapkan kerapatan butir tanah (berat jenis = BJ) dan menetapkan porositas total tanah (n).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Yang diartikan dengan struktur tanah ialah susunan zarah-zarah tanah membentuk pola keruangan. Proses yang terlibat dalam pembentukan struktur tanah ialah penjojotan dan agregasi, dengan atau tanpa diikuti sementasi. Penjojotan adalah peristiwa elektrokinetik pengendapan zarah tanah dari suspensi. Pengendapan terjadi karena zarah-zarah tanah mengelompok sehingga memperoleh massa yang lebih besar. Pengelompokan dapat terjadi karena potensial zeta zarah-zarah tanah menurun yang menyebabkan kakas tolak antar zarah mengecil sehingga kakas tarik gravitasi antar massa zarah dapat bekerja. Potensial zeta ialah muatan listrik negatif zarah. Potensial ini dapat turun karena sebagian atau seluruh muatan listrik negatif dinetralkan oleh kation-kation yang terserap. Kakas tarik gravitasi antas massa zarah dinamakan kakas Van der Waals (Notohadiprawiro, 1998).
Agregasi ialah peristiwa penggabungan jonjot-jonjot tanah menjadi gumpalan. Jonjot tanah tergabung oleh kohesi (tarikan molekuler) dan adesi (tegangan permukaan). Tegangan permukaan dibangkitkan oleh tarikan antara molekul tanah dan molekul air (Notohadiprawiro, 1998).
Agregat yang terbentuk secara alam (natural aggregate) disebut pet, sedangkan istilah cold digunakan untuk bongkah tanah hasil pengolahan tanah misalnya. Dua istilah lain yang sering meragukan dengan ped adalah fragment dan conrection (konkresi). Fragment berarti ped yang pecah, konkresi terbentuk di dalam tanah akibat presipitasi garam-garam terlarut dan sering terbentuk akibat fluktuasi yang besar dari permukaan air tanah (Hakim, et.al., 1986).
Struktur tanah yang baik adalah yang kandungan udara dan airnya dalam jumlah cukup dan seimbang serta mantap. Hal semacam ini hanya terdapat pada struktur yang ruang pori-porinya besar, dengan perbandingan yang sama antara pori-pori makro dan mikro serta tahan terhadap pukulan tetes-tetes air hujan. Dikatakan pula bahwa struktur yang baik bila perbandingannya sama antara padatan, air dan udara (Suhaidi, 1983).
Berdasarkan tipenya, struktur tanah dibagi menjadi (Maas, 1996) :
1. Tadak Berstruktur :
a. Berbutir tunggal : tiap butiran bebas satu dengan lainnya, hal ini terdapat pada tanah pasiran.
b. Pejal / masif : massa tanah bertaut satu dengan lainnya dengan tanpa ada bidang yang lebih rapuh, terutama tanah berbahan induk lempung.
2. Berstruktur :
a. Granuler : partikel-partikel primer tergabung membentuk ped yang bundar. Ada rongga diantara ped sehingga tidak terjadi kontak permukaan yang menyatu.
b. Remah : ikatan butiran tanah yang berbentuk amuba dan titik singgung satu ped dengan lainnya cukup banyak sehingga tidak berderai seperti struktur granuler.
c. Lempeng : ukuran horizontal lebih besar dari ukuran vertikalnya, dibedakan ketipisannya seperti pembagian diameter struktur remah.
d. Gumpal : ukuran horizontal dan vertikal sama besar.
e. Tiang : bidang vertikal lebih besar dari bidang horizontalnya.
3. Struktur yang dihancurkan : pada umumnya adalah struktur lumpur yang biasa dijumpai pada sawah.
Umumnya kita dapat membagi struktur tanah ke dalam tiga bentuk yang sangat luas, yaitu berbutir tunggal (single grained), masif (massive), dan beragregasi (aggregated). Apabila keseluruhan partikel tanah saling lepas satu sama lain, seperti dapat kita jumpai pada tanah berkelas tekstur pasir, struktur tanahnya dikatakan berbutir tunggal. Dalam pustaka lama, ia masih disebut sebagai tanah yang tidak berstruktur atau berstruktur lepas. Sebaliknya, andaikata partikel-partikel tanah saling terikat sedemikian kuatnya, sehingga terbentuk bongkah-bongkah tanah tang kohesif, maka struktur tanahnya disebut masif. Di antara kedua bentuk struktur yang ekstrim itu, kita mengenal tanah dengan keterikatan sedang dimana kesatuan-kesatuan yang terbentuk kecil saja. Struktur tanah demikian dinyatakan beragregasi dan kesatuannya disebut sebagai mikroagregat atau agregat saja. Kesatuan partikel di lapangan yang dapat dilihat dengan mata telanjang sebetulnya adalah gabungan dari agregat-agregat yang bileh disebut sebagai makroagregat. Ukurannya bisa berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Tanah dengan bentuk struktur terakhir ini merupakan tanah yang paling dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman, terutama pada tahap pertumbuhan yang cukup kritis, yaitu soal perkecambahan dan pembibitan (Indranada, 1986).

III. METODOLOGI

Praktikan melaksanakan Praktikum Struktur Tanah ini pada hari Senin tanggal 27 September 2004 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Adapun praktikan menggunakan bahan dan alat serta prosedur sebagai berikut :
A. Kerapatan Massa Tanah (BV)
Pada praktikum ini praktikan menggunakan bahan berupa contoh tanah gumpalan kering udara, juga menggunakan alat-alat berupa cawan pemanas lilin, lampu spiritus, penumpu kaki tiga, tabung ukur, pipet ukur 10 ml dan thermometer.
Cara kerjanya pertama-tama mengambil sebongkah tanah dam membuat bola dengan kuku jari tangan, sedemikian sehingga dapat masuk ke dalam tabung ukur dengan longgar ( 1 - 1,5 cm) membersihkan permukaannya dari butir-bitur tanah yang menempel secara hati-hati dengan kuas. Mengikat tanah dengan benang sehingga dapat digantung, kemudian menimbangnya (misal a gram).
Mencairkan lilin dalam cawan pemanas, kemudian mengukur suhunya dengan thermometer. Menyelupkan bongkah tanah ke dalam lilin pada suhu 60º - 70º C selama  5 detik (apabila suhu terlalu panas lilin dapar masuk ke dalam pori-pori tanah, terlalu lama pelapisan akan terlalu tebal). Memastikan lilin betul-betul menutupi permukaan bongkah. Menimbang bongkah tanah berlilin tersebut setelah dingin (misal b gram).
Mengisi tabung ukur dengan air aquadest sampai volume tertentu (msal p ml) dan memasukkan bongkah tanah berlilin perlahan-lahan (volume air aquadest akan naik), kemudian mencatat volumenya. Menambahkan air melalui pipet ukur sampai tepat di garis volume (misal q ml) jika volume air tidak jelas. Mencatat berapa ml aquadest yang telah ditambahkan dari pipet ukur (misal r ml). Mengangkat bongkah tanah dan membersihkan tabung ukur.

B. Kerapatan Butir Tanah (BJ)
Praktikum ini menggunakan bahan berupa tanah kering udara Φ 2 mm serta alat berupa piknometer, kawat pengaduk halu dan thermometer.
Cara kerjanya pertama-tama dengan menimbang piknometer kosong bersumbat (misal a gram). Mengisi dengan tanah  ½ volume, kemudian menyumbat dan menimbangnya.
Menambahkan aquadest sampai 2/3 volume, mengaduknya dengan pengaduk kawat untuk menghilangkan udara yang tersekap. Mendiamkannya selama 1 jam. Mengukur suhu suspensi (misal t1 ºC) dan membaca BJ suspensi pada tabel BJ (misal BJ1). Mengaduk-aduk lagi, mencuci kawat pengaduk dengan botol pancar, kemudian menambahkan air secara perlahan-lahan sampai 2/3 leher pikno (jangan sampai mengaduk tanah). Menyumbatnya hingga aquadest dapat mengisi pipa kapiler sampai penuh. Mengeringkan dinding pikno dengan kertas tissu dari air yang menempel, kemudian menimbangnya (misal c gram).
Membuang isi pikno dan membersihkannya. Mengisi piknometer denan aquadest sampai penuh dan menyumbatnya. Mengamati, air harus mengisi pipa kapiler sumbat. Mengeringkan permukaan luar pikno dengan tissu dan menimbang pikno berisi air (misal d gram). Mengukur suhunya (msal t ºC) dan melihat BJ aquadest (misal BJ2) pada suhu tersebut di dalam tabel BJ. Membersihkan dan mengeringkan piknometer.

IV. DATA HASIL PERHITUNGAN

No. Jenis Tanah BV (g/cm3) BJ (g/cm3) n (%)
1. Regosol / Entisol (i)
2. Ultisol / Latosol 1,24 2,2 43,64
3. Rendzina 2,09 1,84 13,6
4. Alfisol / Mediteran 1,315 2,113 37,77
5. Vertisol 1,46 1,77 18
6. Entisol (ii) 1,728 2,352 26,5



V. PEMBAHASAN

Dengan metode piknometer dapat diketahui harga BV, BJ dan porositas tanah (n). Berat volume merupakan berat bongkah tian satuan volume total bongkah tanah. Berat jenis dapat diartikan perbandingan relatif antara berat padatan tanah dengan volume padatan. Sedangkan porositas merupakan persentase volume pori-pori terhadap volume bongkah tanah.
Dari hasil perhitungan pada tanah Rendzina BV lebih besar dari BJ, seharusnya harga BJ selalu lebih besar dari BV. Kesalahan ini mungkin disebabkan karena gumpalan tanah yang akan dimasukkan ke cairan lilin permukaannya terdapat pori-pori sehingga lilin masuk ke pori-pori tanah atau dimungkinkan pula karena lilin yang terlalu panas dan pencelupan dalam lilin yang terlalu lama.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa tanah latosol memiliki nilai BV yang terendah, sehingga dalam pengolahannya tanah ini memerlukan proses aerasi agar infiltrasinya berjalan dengan baik sehingga mendukung pertumbuhan akar tanaman. Selain itu Latosol juga mempunay BJ yang cukup tinggi. Perbandingan nilai BJ dan BV Latosol lebih tinggi dibandingkan tanah lainnya. Sehingga bila dilihat dari hubungan antara BJ dan BV pada rumus porositas, Latosol mempunya porositas yang lebih tinggi.
Tanah Mediteran memiliki BV yang lebih rendah daripada Vertisol, tetapi memiliki BJ yang lebih tinggi. Selisih BV kedua tanah ini relatif lebih sedikit dibandingkan selisih BJ. Hal ini membuat Mediteran memiliki nilai porositas yang lebih tinggi dibandingkan Vertisol. Nilai BJ yang tinggi menunjukkan kadar bahan organik yang rendah.
Tanah Entisol memiliki nilai BV yang tertinggi yaitu 2,09. Menurut tabel struktur tanah dibawah, tanah ini bersifat mampat sehingga kemampatan ini harus diturunkan dengan cara menambahkan bahan organik. Bahan organik dapat memperbaiki agregasi tanah (struktur) sehingga dapat meningkatkan pori tanah. Nilai Bjnya juga tertinggi, artinya bahan organiknya sangat rendah. Namun karena selisih BJ dan BV tanah ini cukup tinggi, dari rumus didapatkan bahwa tanh ini memiliki porositas yang tidak begitu buruk. Dari segi porositas, tanah ini tidak begitu mampat.
Tabel struktur tanah :
Nilai BV Struktur
1 - 1,4 g / cm3 normal
1,4 - 1,7 g / cm3 agak mampat
> 1,7 g / cm3 mampat

Porositas tanah dipengaruhi oleh adanya kandungan bahan organik tanah, struktur tanah dan tekstur tanah. Porositas tinggi jika bahan organik tinggi. Tanah dengan struktur granuler / remahmempunyai porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur pejal tanah yang mengandung lempung karena mempunyai pori-pori makro, yaitu pori-pori yang ukurannya besar sehingga sulit menyimpan air. Kesulitan dalam menyimpan air ini diakibatkan karena air yang terdapat dalam pori makro cenderung berat sehingga tertarik gaya gravitasi kebawah, mengalir menjadi air gravitasi.

VI. KESIMPULAN

1. Dari percobaan didapat nilai BV tertinggi ialah tanah Rendzina, Entisol, Vertisol, Mediteran dan Latosol.
2. BJ tertinggi pada tanah Entisol, Latosol, Mediteran, Rendzina dan Vertisol.
3. Latosol mempunyai porositas total yang lebih tinggi dibandingkan dengan Alfisol, Entisol, Vertisol an Rendzina.
4. Tanah yang mempunyai struktur mampat akan mempunyai nilai porositas yang rendah, sebaliknya struktur yang remah alan mempunyai nilai porositas yang tinggi.
5. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka nilai BJ semakin rendah.



DAFTAR PUSTAKA

Hakim, N, Dr, Ir. M. Yusuf Nyakpa, M.Sc., A.M. Lubis, M.Sc., Ir. Sutopo Ghani Nugroho, Ir. M. Amin Dita, Prof. Dr. Go Ban Hong, Prof. Dr. H. H. Bailey. 1986. Dasat-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung : Lampung. 448 p

Indranada, H.K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT Bina Aksari : Jakarta. 90 p

Maas, A. 1996. Ilmu Tanah dan Pupuk. Akademi Penyuluhan dan Pertanian (APP) : Yogyakarta. 174 p

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta. 187 p

Suhardi, 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisiun : Yogyakarta. 218 p



















LAMPIRAN

Contoh perhitungan untuk tanah Vertisol :
1. Menentukan kerapatan massa tanah (berat volume = BV)
a = 4,5 g p = 20ml r = 0 ml
b = 4,74 g q = 23 ml KL = 13,18 %
87 x a
BV = g / cm3
(100 + KL) [0,87 (q – p – r) – (b – a)]
87 x 4,5
BV =
(100 + 13,18) [0,87 (23 – 20 – 0) – (4,74 – 4,5)]
391,5
BV =
(113,18) (2,37)
391,5
BV = = 1,46 g / cm3
268,24

2. Menentukan kerapatan butir tanah (berat jenis = BJ)
a = 19,98 gr t1 = 30 ºC
b = 36,30 gr BJ1 = 0,996 g / cm3
c = 53,25 gr t2 = 31 ºC
d = 45,03 gr BJ2 = 0,995 g / cm3
100 (b – a) BJ1 BJ2
BJ =
(100 + KL) [BJ1 (d – a) – BJ2 (c – b)]
100 (36,30 – 19,98) 0,996 x 0,995
BJ =
(100 + 13,2) [0,996 (45,03 – 19,98) – 0,995 (53,25 – 36,30)]

1617,34
BJ = = 1,77 g / cm3
113,2 (24,95 – 16,87)

3. Menentukan porositas total tanah (n)
BV = 1,46 g / cm3
BJ = 1,77 g / cm3
BV
n = 1 - x 100 %
BJ
1,46
n = 1 - x 100 %
1,77
n = (1 – 0.82) x 100 %
= 0,18 x 100 %
= 18 %

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH Acara II NILAI PERBANDINGAN DISPERSI

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH
KELOMPOK V / GOLONGAN A-1
TANAH GRUMOSOL / VERTISOL



ACARA II
NILAI PERBANDINGAN DISPERSI

ABSTRAKSI

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 18 September 2004 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode gravimetri dengan mengacu pada penimbangan dan analisis tanah Vertisol.Erosi merupakan kegiatan dispesi dan pengangkutan tanah oleh air yang mengalir di permukaaan yang dapat menagkibatkan kerusakan lahan. Tingkat ketahanan tanah terhadap erosi berbda- beda, sesuai dengan jenis, unsur, dan kemampuan fisik tanah. Dari percobaan menggunakan NPD (Nilai Perbandiongan Dispersi), diperoleh NPD tanah Vertisol  2 mm sebesar 15,71 % yang artinya agak peka terhadap erosi.

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Tanah merupakan sumber daya alam yang semakin lama semakin langka. Karena kehadirannya mutlak diperlukan untuk menopang kelangsungan hidup makhluk di bumi. Tanah merupakan media tempat tumbuh berbagi jenis tumbuhan yang dapat memenuhi kebutuhan makhluk lainnya seperti manusia dan hewan.
Tanah Vertisol mempunyai pesifikasi lengas total untuk debu 18%, lempung 78 %, dan pasir 4 % sehingga agak peka terhadap erosi , karena kadar lempung yang agak kecil.
Kecepatan aliran permukaan akan makin besar dan kuat sehinnga akan berpengaruh pada penggerusan tanah atau daya kikisnya terhadap tanah makin besar, dengan demikian tanah yang terkikis dan terhanyut akan makin besar.
Erosi berlangsug secara alamiah yang kemidian berlangsungnya dipercepat oleh tindakan manusia terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh diatasnya (acceterated erotion). Pada erosi alamiah tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan, karena dalam peristiwa ini banyaknya tanah tersangkut seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat (accelerated erotion) dapat dipastikan akan menimbulkan kerugian manusia seperti banjir, turunnya produktivitas tanah.pada peristiwa erosi yamg dipercept volume penghanyutan tanah adalah lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah sehinnga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus yang pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkut habisnya lapisan tersebut.
Untuk memnetukan seberapa besarnya daya tahan tanah terhadap erosi digunakan metode pemipetan. Pemipetan dilakukan pada waktu dan kedalaman tertentu, maka dapat dihitung persen berat kadarnya.

2. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan nilai pernbandingan dispersi dan daya tahan terhadap erosi. Hasil percobaan ini diharapkan mampu mengatasi erosi tanah, mempertahankan ketersediaan hara tanaman dan tingkat pengelolaan tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hampir semua tanah yang miring atau yang kurang dapat merembeskan air, air yang jatuh diatasnya hilang karena run off (aliran permukaan). Hilangnya air yang harus masuk kedalam tanah dan digunakan oleh tumbuhan dan tersangkutnya tanah yangbiasa jika mengalir terlalu cepat. Pengambilan dan pemindahan ini disebut erosi (Buckman & Brady, 1982).
Dengan kata lain erosi adalah suatu proses ketika tanah dihancurkan (detahed) dan dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, dan gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting adalah yang disebabkan oleh air. Jenis-jenis erosi air (Hardjowigeno, 1992):
1. Pelarutan
Tanah kapur mudah dilarutkan oleh air sehingga di daerah kapur sering ditemukan sungai- sungai di bawah tanah.
2. Erosi percikan
Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah melemparkan butir-butir sampai setinggi satu meter ke udara.
3. Erosi Lembar
Pemindahan tanah terjadi lembar demi lembar mulai dari lapisan paling atas.
4. Erosi Alur
Dimulai dengan ghenangan- genangan kecil setempat mak bila air dalam genangan tersebut mengalir, terbentuklah alur- alur bekas aliran tersebut.
5. Erosi Gully
Erosi ini merupakan lanjutan dari erosi alur tersebut.
6. Erosi Parit
Parit- parit yang besar sering masih terus mengalir lam setelah hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit, dinding- dinmding parit di bawah permukaan air sehingga dibagian atasnya dapat runtuh ke dasar parit.
7. Longsor
Tanah longsor terjadi karena gaya gravitasi.
Menurut Bonnet (1939), fungsi bahan organik dalam pencegahan terjadinya erosi antar lain dapat memperbaiki aerasi tanah dan mempertinggi kapsitas air tanah serta memperbaiki daerah perakaran. Kepekaan tanah terhadap proses erosi disebut erodibilitas tanah. Erodibilitas tanah ditentukan oleh sifat- sifat fisik tanah antar lain tekstur, struktur, kandungan bahan organik, dan susunan kimia tanah.
Thompson (1959) berpendapat bahwa masih aada faktor lain yang dapat mempengaruhi erodibilitas tanah yaitu faktor kedalaman tanah dan kesuburan tanah. Nilai erodibilitas tanha tinggi berarti tanah peka atau nmudah tererosi dan sebaliknya nilai erodibilitas tanah rendah tahan terhadap ersosi. Dua aspek struktur tanah yang memiliki hubungan erat dengan erosi yaitu (Sarief, 1989):
 Sifat- sifat fisika kimia liat yang menyebabkan terbentuknya agregat dan tetap dalam bentuk agregat meskipun terkena air.
 Adanya bahan perekat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang mantap.
Ketahanan tanah terhadap disperse ditentukan oleh bahan perekatnya yaitu bahan organik, koloid liat, kation- kation besi dan alumunium. Sebagai contoh tanah pasir lebih resisten terhadap erosi dibandingkan dengan tanah debu (Buckman & Brady, 1982).
Tanah- tanah dengan tekstur kasar seperti pasir adalah tahan terhadap erosi, karena butiran- butiran yangbesar tersebut memerlukan lebih banyak tenaga untuk mengangkut. Demikian pula tanah- tanah yang strukturnya halus seperti liat, tahan terhadap erosi, karena adanya daya kohesi yang kuat dari liat tersebut sehingga gumpalan- gumpalannya sukar dihancurkan. Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu dan pasir yang sangant halus. Oleh karena itu makintinggi kandungan debu dalam tanah, maka tanah menjadi kmakin peka terhadap erosi (Hardjowigeno, 1993).

III. METODOLOGI

Praktikan melaksanakan Praktikum Nilai Perbandingan Dispersi (NPD) ini pada hari Sabtu tanggal 18 September 2004 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Adapun praktikan menggunakan bahan dan alat serta prosedur sebagai berikut :
1. Bahan dan Alat
Bahan yang diguanakan dalam praktikum ini adalah tanah Vertisol dengan spesifikasi tanah  2 mm (tanah halus. Adapun alat yang digunakan adalah beaker galss 500 ml, tabung sedimentasi 1 liter, dan cawan penguap/ porselin 50 ml.

2. Cara Kerja
Mula- mula ditimbangtanah kuranglebh 15 gram (misal a gram), kemudian tanah tersebut dimasukkan kedalam beaker glass 500 ml dan beaker glass tersebut dimiringkan sehingga contoh tanah dapat melebar sepanjang kurang lebih 4-5 cm. Setelah itu ditambahkan air aquadest melewati dinding beaker glass dengan volume 250 ml. Dan didiamkan selama 15 menit agar dispersi oleh air aquadest samapi sempurna.
Kemudian suspensi dituang ke dalam tabung sedimentasi secara kuantitatIf dengan bantuan pancaran air aquadest dan volume dijadikan 1000 ml dengan ditambahkan air aquadest. Tabung sedimentasi kemudian digojog secara kuat dan diolak- balikkan sebanyak 15 kali dengan kecepatan 2 detik bola– balik. Suhu air pada beaker glass menunjukkan 290C, sehinnga waktu tunggu pemipetan adalah 73 detik.
Disiapkan cawan penguap kosong yang telah ditimbang sebelum pemipetan dilakukan (misal b gram), kemudian suspensi dipipet sebanyak 25 ml dengan kedalaman 20 cm untuk penetapan (lempung- debu) total. Suspensi tersebut dituang ke dalam cawan kosong dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1050- 1100 C selama 4 jam. Setelah kering ditimbang (misal c gram), data tersebut digunakan untuk perhitungan NPD dan selanjutnya hasilnya dapat dipergunakan untuk mengetahui daya tahan tanah terhadap erosi.

IV. DATA HASIL PERHITUNGAN

NO Jenis Tanah Nilai Perbandingan Dispersi
Tanah  2 mm
1 Entisol 98,10 %
2 Latosol 8,83 %
3 Rendzina 13,5 %
4 Mediteran 14,5 %
5 Vertisol 15,71 %
6 Entisol 83,07 %




V. PEMBAHASAN

Dari hasil percobaan dan perhitungan diperoleh NPD Entisol sebesar 98,10 %dan 83,07 %, Latosol 8,83 %, Redzina 13,5 %, Mediteran 14,5 %, serta vertisol 15,71 %. Dari hasil tersebut dapatdiketahui bahwa Entisol merupakan tanah yang paling peka terhadap erosi dan tanah Latosol paing tahan terhadap erosi sedangkan tanah Vertisol agak peka terhadap erosi.
Hasil tersebut bila dibandingkan denagn kadar debu, lempung, pasir total sedikit mengalami penyimpangan dimana Latosol menjadi jenis tanah yang paling tahan terhadap erosi, padahal kadar penyusun tanahnya tidak lebih mendukung dibanding Mediteran .
Namun hasil yang diperoleh tersebut cukup memberi gambaran ketahanan masing- masing jenis tanah terhadap adanya erosi. Vertisol, latosol, mediteran, dan Redzina bisa diaktegorikan cukup tahan terhadap erosi karena kandungan lempungnya lebih tinggi, sedangkan Regosol/ Entisol bisa dikategorikan tidak tahan terhadap erosi karena kandungan p-asirnya jauh lebih besar dibandinngkan kandungan debu dan lempung. Perbandingan antar kadar lempeng, debu, dan pasir masing- masing jenis tanah dapat diketahui pada tabel.

Jenis Tanah Debu (%) Lempung (%) Pasir (%)
Entisol 9 6 85
Latosol 28 70 2
Redzina 4 82 14
Vertisol 18 78 4
Mediteran 9 90 1

Terjadinya erosi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, serta pengolahan tanaman dan tanah. Faktor erosivitas berhubungan dengan jumalh dan intensitas hujan. Faktor ini sulit untuk dimodifikasi atau dipengaruhi sehinnga debit air tidak membahayakan. Hal yang bisa dilakukan yaitu memodifikasi lingkungan supaya curahan air hujan dapat meresap kr da;lam tanah menjadi air bawah tanah (ground water), tidak langsung mengalir dari hulu ke hilir (laut).
Faktor erodibilitas berhubungan dengan sifat atau karakteristik tanah yang menyatakan tingkat kepekaan/ ketahanan tanah terhadap erosi oleh air hujan. Erodibilitas ini diperoleh sesuai dengan kondisi lingkungan tempat tanah itu berada. Tanah Latosol memiliki erodibitas sangat rendah dan memiliki kecepatan infiltrasi tinggi sehingga agak tahan terhadap erosi. Vertisol memiliki erodibilitas tinggi dan kecepatan infiltrasi rendah sehingga sangat tahan terhadap erosi. Demikian juga dengan tanah Redzina. Nilai erodibilitas ini juga berkaitan dengan NPD, semakin kecil nilai NPD maka tanah akan semakin tahan terhadap erosi. Pada percobaan diperoleh hasil nilai NPD Vertisol yang menunjukkan agak tahan terhadap erosi.

VI. KESIMPULAN

1. Dari semua jenis tanah yang dicoba tanah Entisol mempunyai kepekaan terhadap erosi yang lebih tinngi dibanding yang lain.
2. Nilai Perbandingan Dispersi dari hasil perhitungan tanah Vertisol adalah 15,71 % sehinnga tanah tersebut agak peka terhadap erosi.
3. Jika NPD tinggi dan erodibilitas rendah tanah rentan terhadap erosi, jika NPD rendah dan erodibilitas tinggi tanah tahan terhadap erosi.



DAFTAR PUSTAKA

Brady, N. C. Dan Buckman, H. O. 1982. Ilmu Tanah. Bharata karya Aksara : Jakarta. 788p

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa : Jakarta. 233p

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Ressindo : Jakarta. 250p

Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Jilid 2. Institut Teknologi Bandung : Bandung. 155p

Sarief, H. E. S. 1989. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana : Bandung. 220p





















LAMPIRAN

PERHITUNGAN
NILAI PERBANDINGAN DISPERSI TANAH VERTISOL Ø 2 mm

 Kadar (debu + lempung) aktual
= (c – b) x (1000/25) x 100% / [100 a / (100 + KL)]
= [(c – b) x (1000/25) x (100 + KL)]/a]%
= [(40,72 – 40,67) x 40 x (100 + 13,2%)/15]%
= [0,05 x 40 x 7,55]
= 15,1
 Kadar (debu + lempung) total
= 18 + 78 (dari tabel)
= 96

 Nilai Perbandingan Dispersi (NPD)
= [(debu + lempung) aktual / (debu + lempung) total] x 100%
= (15,1/96) x 100%
= 15,73

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH Acara I KADAR LENGAS TANAH

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH
KELOMPOK V / GOLONGAN A-1
TANAH GRUMOSOL / VERTISOL

ACARA I
KADAR LENGAS TANAH

ABSTRAKSI

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 18 September 2004 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode gravimetri dengan mengacu pada penimbangan dan analisis tanah Vertisol.Hasil analisis gravimetri pada tanah Vertisol menunjukkan bahwa kadar lengans tanah Vertisol pada pemanasan dengan suhu 1050- 1100 C didapatkan untuk tanah kering udara gumpalan sebesar 10,635 % , tanah kering  2 mm (tanah halus) sebesar 13,2 % , dan untuk tanah kering  0,5 mm sebesar 13,55 %. Dengan demikian kadar lengas terbesar yaitu pada tanah kering  0,5 mm, hal ini disebabkan ukuran  0,5 mm dengan spesiifikasi lempung yang lebih besar lebih tahan terhadap penghanyutan atau erosi.Tanah Vertisol adalah salah satu tanah yang terbelah lebar pada musim kering. Dan mempunyai status basa tinggi. Spesifikasi lengas total untuk debu 18%, lempung 78 %, dan pasir 4 %. Pengerjaan tanah sukar dengan alat pengerjaan tanah yang primitif.

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Tanah merupakan kumpulan dari benda- benda alam dipermukaan bumi yang tersusun dalam horison- horison, terdiri dari campuran mineral, bahan organik, air, udara, dan merupakan media tumbuh tanaman (Hardjowigeno, 1995).
Komponen penting dari tanah adalah mineral, yaitu kombinasi unsur- unsur aorganik yang berupa kristal dan amorf, merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat tanah. Jenis mineral didalam tanah berkaitan erat dengan tingkat dekomposisinya dan dapat digunakan sebagai alat pendekatan dalam menentukan tingkat kesuburan tanah. Jenis dan sifat- sifat mineral yang terdapat dalam tanah juga erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman.
Vertisol merupakan tanah- tanah mineral yang (Fort, 1998):
(1). Mempunyai ketebalan lebih dari 50 sentimeter
(2). Semua horison mempunyai liat sebesar 30 % atau lebih
(3). Mempunyai pecahan selebar paling sedikit 1 cm untuk kedalaman sampai 50 cm (tidak diirigasi) kadang- kadang pada beberapa tahun.
Kondisi yang menimbulkan berkembangnya vertisol adalah (1) bahaninduik tinggio atau bahwa cuaca untuk membentuk liat montmorionit dalam jumlah besar dan (2) satu iklim dengan satu musim hujan dan musim kering. Tipe vegetasi pada area alami adalah rumpu atau tanaman- tanaman herba semusim, meskipun beberapa vertisol mendukung tanaman- tanaman berkayu yang toleran terhadap kekeringan (Fort, 1998).

2. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar lengas tanah Vertisol dengan metode gravimetri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah- tanah sawah di Indonesia sebagian besar merupakan tanah- tanah Aluvial, Regosol, Grumosol dan Latosol, sebagian lagi merupakan tanah- tanah Andosol dan Mediteran. Sebagian besar tanah- tanah tersebut diatas pada ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukan laut (Hakim, 1986).
Profil tanah Grumosol berkembang dngan berbagai variasi antar daerah- daerah beriklim agak basah dan daerah- daerah kering. Perbedan ini dalam hal warna, kedalaman retakan, shickkensides dan konkresi kapur. Bagaimanapun juga semua profil mempunyai gley phenomenon pada lapisan bajak dengan perkembanagan profil yang kurang atau tidak jelas. Status kesuburan tanah amat tergantung dengan bahan induk dan iklim. Suatu kecenderungan memperlihatkan bahwa di daerah yang beriklim basah P dan K relatif rendah dan pH lebih rendah dari 6,5. Daerah– daerah yang dengan curah hujan rendah didapati kandungan P dan K lebih tinggi dan netral. Nilai KTK dan kejenuhan basa biasanya diatas 50 m/ 100 g tanah dan 90 %. Permeabilitas lambat, kereetakan mencapai 50 cm pada musim panas. Kandungan Na dan Mg umumnya tinggi (Hakim, 1986).
Pengolahan tanah pada kandungan air yang tepat dapat meningkatkan volume pori total air tanah atau dapat mendorong proses strukturisasi tanah yang lebih baik . untuk itu sangatlah pentingbagikita untuk mengetahui arti penting dari tanah, yang mana arti penting itu sendiri dapat dilihat dari dua gatra (Hardjowiyono, 1993) :
1. Gatra ekologi: air diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan mengangkut unsur hara dalam bentuk larutan.
2. Gatra pedologi: faktor penting semua proses ganesa tanah, pelapukan, pegajaan humus, mobilitas unsur, pelindian, translokasi, perpindahan dan lain- lain.
Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya- gaya adhesi, kohesi dan gravitasi. Karena adanya gaya- gaya tersebut, maka air tanah dapat dibedakan menjadi (Hardjowigeno, 1989) :
• Air kapiler : air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat digunakan tanamn (adhesi antara tanah dengan air).
• Air kapiler : air dalam tanah dimana daya kohesi (tarik menarik antara butiran- butiran air) dan daya adhesi (antara tanah dan air) lebih kuat dari gravitasi. Air ini dapat bergerak kesamping atau keatas karena gaya- gaya kapiler. Sebagian besar dari airkapiler merupakan air yangtersedia (dapat doiserap) oleh tanaman.
• Air gravitasi: air yang terikat oleh tanah, bergerak turun dengan bebas akibat pengaruh daya berat atau merupakan air yag teratur bebas oleh daya berat.
Keadaan kelembaban tanah yang tanahnya tidakmemungkinkan lagi tanaman menyerap air darinya, sehingga tanaman mengalami kekeringan dan mulailayu (mencapai titik layu) dan mungkin akan mati kalau tigdak mendapat tamabahan air (Sutanto, 1995).
Kadar lengas tanah sering disebut sebagai kandungan uap air yang terdapat dalam pori tanah. Satuan untuk menyatakan kadar lengas dapat berupa persen berat atau persen volume. Lengas higrokopis merupakan lengas yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman, atau bisa juga disebut air kristal. Volume air higroskopis sangat tergantung pada sifat kolorda tanah (mineral lempung, montmorilonit/ illit/ kaoloit: 10/5/1), jenis ion terjerap koloida tanah (Ca> Na), dan kelembaban udara relatif (Hardjowigeno, 1993).
Lengas tejerap dibedakan menjadi (Masganti et al, 2002):
1. Lengas terabsorbsi
2. lengas yang tertahan secara osmosis.
Lengas terabsorsi merupakan lengas yang terjerap pada bidang antar muka zat padat (air oleh gugus polar berbobot molekul tinggi). Lengas yang bertanggung jawab terhadap pembekakan koloid- koloid hidrofolik yang mempunyai struktural adalah lengas yang bertahan secara osmosis (Masganti et al, 2002).

III. METODOLOGI

Praktikan melaksanakan Praktikum Kadar Lengas Tanah ini pada hari Sabtu tanggal 18 September 2004 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Adapun praktikan menggunakan bahan dan alat serta prosedur sebagai berikut :
1. Bahan dan Alat
Bahan yang diguanakan dalam praktikum ini adalah tanah Vertisol dengan spesifikasi tanah  2 mm (tanah halus), tanah  0,5 mm, dan tanah gumpalan. Adapun alat yang digunakan adalah 6 buah botol timbang dan timbangan.

2. Cara Kerja
Mula- mula ditimbang 6 botol timbang kosong tertutup (misal a gram), kemudian diisi sepertiga volumenya dengan 3 jenis tanah yaitu tanah vertisol  2 mm,  0,5 mm, dan gumpalan (masing –masing dua ulangan). Setelah itu ditimbang botol yang telah berisi tanah tersebut lengkap dengan tutupnya (misal b gram).
Keenam botol tersebut masing- masing diberi label dan kemudian dimasukkan kedalam oven dengan tutup botol sedikit terbuka dengan suhu 1050- 1100 C selam minimum 4 jam. Setelah itu botol dikeluarkan dari oven. Botol ditutup serapat mungkin dan dibiarkan dingin di dalam desikator (15 menit).
Kemudian masing- masin otol ditimbang dlam keadaan tertutup rapat (misal c gram). Data tersebut digunakan dalam perhitungan dan hasilnya dapat digunaklan untuk menentukan kadar lengas tanah.

IV. DATA HASIL PERHITUNGAN

NO Jenis Tanah Kadar Lengas Tanah
 0,5 mm  2 mm Gumpalan
1 Entisol 8,61 % 8,21 % 8,44 %
2 Latosol 13,9 % 9 % 14,15 %
3 Rendzina 1,69 % 10,37 % 1,67 %
4 Mediteran 7,75 % 7,45 % 7,8 %
5 Vertisol 13,55 % 13,2 % 10,63 %
6 Entisol 1,37 % 16,8 % 23,29 %

V. PEMBAHASAN

Pada praktikum kadar lengas ini bertujuan agar kita mampu menentukan kadar lengas suatu tanah. Kadar lengas adalah kandungan uap air yang terdapat dalampori tanmah. Tanahyang kita pakai jenisnya Vertisol dimana mengandung debu 18 % , lempung 78 %, dan pasir 4 %. Dalam praktikum ini menggunakan 3 ukuran tanah Vertisol yaitu  2 mm,  0,5 mm, dan gumpalan. Penggunaan tanah yang berbeda- beda ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air.
Vertisol merupakan tanah lempung berat > 30 % berwarna hitam. Mempunyai sifat mengembang dalam keadaan basah dan mengerut dalam keadaan kering sehingga terjadi retakan.
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa kadar lengas tertinggi pada tanah Vertisol kering udara  0,5 mm sebesar 13,55 % dan terendah pada tanah gumpalan. Ini berarti untuk tanah  0,5 pasirnya lebih besar (ukuran) dari tanah gumpalan. Pori- pori juga lebih besar kapasitas infiltrasinya juga tinggi sehingga apabila terjadi erosi maka kadar lengas akan lebih banyak meresap dalam tanah.
Sebelum dikeringkan berat tanah akan lebih besar daripada setelah dikeringkan (dioven). Ini berarti suhu berpengaruh pada jumalh kelengasan tanah. Sebelum dikeringjkan air atau udara mengisi pori- pori tanah, setelah dioven air mengisi pori- pori mikro sedang udar mengisi pori- pori tanah yang tidak berisi air. Sehingga kapasitas air juga berkurang. Selain itu perubahan bobot akibat pemanasan disebabkan karena hilangnya gugus hidroksi, sedangkan perubahan energi berupa penyerapan panas (endotermik).
Tanah dipanaskan pada suhu 1100C sehinnga bobot sebelum dan sesudah dipanaskan akan berubah. Hal ini disebabkan pada suhu 1100C terjadi reaksi endotermik yang nenyebabkan hilangnay molekul air yang disebut sebagi dehidrasi dan juga terjadi kehilangan gugus hidroksil yang disebut dehidroksilasi. Sehingga kehilangan molekul air dan gugus hidroksil menyebabkan kehilangan bobot mineral.

VI. KESIMPULAN

1. Penentuan kadar lengas tanah dilakukan dengan metode gravimetri.
2. Ukuran tanah yang diameternya lebih besar, lebih tahan terhadap kapilaritas air dibandingkan dengan tanah yang diameternya lebih kecil.
3. Suhu berpengaruh terhadap jumlah kelengasan tanah. Dimana apabila suhu panas mak jumlah kadar lengas akan berkurang.
4. kadar lengas Tanah Vertisol:
•  2 mm : 13,2 %
•  0,5 mm : 13,55 %
• Gumpalan : 10, 63 %



DAFTAR PUSTAKA

Fort, D H. 1998. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Pres. Yogyakarta. 763p

Hakim, N. 1986. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. 490p

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Ressindo. Jakarta. 250p

Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Yogyakarta. 233p

Masganti, et al. 2002. Metode penguran kadar air tanah gambut. Jurnal Tanah dan Air. I: 42- 48

Sutanto, R. 1997. Fisika Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 220p


















LAMPIRAN

PERHITUNGAN
KADAR LENGAS TANAH VERTISOL


b – c: berat lengas tanah
c – a: berat tanah kering mutlak

 Gumpalan
Ulangan 1
Kadar Lengas = [ (35,51 – 34,70) / (34,70 – 28,68) ] x 100%
= [ 0,81/6,02] x 100%
= 13,455%

Ulangan 2
Kadar Lengas = [ (31,19 – 30,32) / (30,32 – 23,58) ] x 100%
= [ 0,87/6,74] x 100%
= 12,91%

Rata-rata
Kadar Lengas = [ (13,455% + 12,91%) / 2 ]
= 13,18%

 Ø 2 mm
Ulangan 1
Kadar Lengas = [ (40,67 – 39,89) / (39,89 – 33,81) ] x 100%
= [ 0,78/6,08] x 100%
= 12,83%


Ulangan 2
Kadar Lengas = [ (42,72 – 42,07) / (42,07 – 37,28) ] x 100%
= [ 0,65/4,79] x 100%
= 13,57%

Rata-rata
Kadar Lengas = [ (12,83% + 13,57%) / 2 ]
= 13,2%

 Ø 0,5 mm
Ulangan 1
Kadar Lengas = [ (42,35 – 41,55) / (41,55 – 35,6) ] x 100%
= [ 0,8/5,95] x 100%
= 13,445%

Ulangan 2
Kadar Lengas = [ (30,19 – 29,65) / (29,65 – 25,7) ] x 100%
= [ 0,54/3,95] x 100%
= 13,67%

Rata-rata
Kadar Lengas = [ (13,445% + 13,67%) / 2 ]
= 13,56%

Monday, November 28, 2011

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR EKOLOGI ACARA II

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR EKOLOGI

ACARA 1I
KOMPETISI INTER DAN INTRA SPESIFIK SEBAGAI
FAKTOR PEMBATAS BIOTIK


Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Zamzami
NIM : 12227
Gol / Kel : B4 / 6
Asisten : Rizky Brian Wijaya


LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011


ACARA 1I
KOMPETISI INTER DAN INTRA SPESIFIK SEBAGAI
FAKTOR PEMBATAS BIOTIK


I. TUJUAN

1. Mengetahui pengaruh faktor biotik terhadap pertumbuhan tanaman.
2. Mengetahui tanggapan tanaman terhadap tekanan kompetisi inter dan intra spesifik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Setiap makhluk hidup membutuhkan air, ruang, udara, cahaya, dan nutrisi untukmemenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang terpenuhi secara tepat atau optimum akan menghasilkan pertumbuhan yang baik dan sehat bahkan akan menghasilkan buah yang nikmat. Tumbuhan, manusia, dan hewan dalam memperoleh kebutuhan hidupnya perlu melakukan persaingan baik antar jenis maupun antar spesies bahkan antar organ satu dengan yang lain dalam satu tubuh (Sitompul et al., 2004).

Competere adalah mencari atau mengejar sesuatu secara bersamaan oleh lebih dari satu jenis pencari. Salah satu bentuk interaksi antar tumbuhan yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada lahan dan waktu yang sama yang menimbulkan dampak negative terhadap pertumbuhan dan hasil salah satu jenis tumbuhan atau lebih misal: air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh (Lei, 2004)

Penyebab utama kompetisi adalah diantara tanaman dari spesies yang sama. Akibat dari kompetisi ini terlihat pada perbedaan tinggi batang, jumlah daun, dan diameter lateral akar. Akibat dari kompetisi ini akan berpengaruh terhadap pembentukan karakter maupun dalam kemampuan untuk memproduksi buah. Tidak seperti tanaman yang berbeda spesies, tanaman yang sama spesiesnya memiliki kebutuhan yang sama antara yang satu dengan yang lain. Mereka tidak dapat dengan mudah mengatur kebutuhan mereka sendiri dari kebutuhan tanaman yang lain sesama spesies (Weafer, 2005).

Kompetisi terjadi jika salah satu dari 2 atau lebih organisme yang hidup bersama-sama membutuhkan faktor lingkungan yang sangat terbatas jumlahnya dan tidak mencukupi bagi kebutuhan bersama. Dalam keadaan seperti ini organisme akan berinteraksi ataupun melakukan adaptasi khusus untuk mengurangi persaingan. Misalnya spesies dengan perakaran dangkal mampu berdampingan dengan spesies berakar dalam karena masing-masing menyerap unsur pertumbuhan di kedalaman berbeda (Sastroutomo, 2005).

Kompetisi diantara masing-masingspesies merupakan topik penting dalam biologi kususnya dalam hal ekologi. Kompetisi antar individu dalam atu spesies (intrespesifik) merupakan faktor pendorong yang kuat dalam evolusi dan seleksi alam. Persaingan untuk mendapatkan kebutuhan seperti makanan, air, lahan dan sinar matahari merupakan hal biasa yang terjadi antara individu-individu yang berbeda spesies (intraspesifik). Hal ini disebabkan karena suatu sumber terbatas kesediaannya dan beberapa spesies tergantung pada sumber tersebut. Akibatnya spesies-spesies yang berkompetisi kemungkinan mengalami dua hal yaitu bertahan jika spesies tersebut mampu beradaptasi atau punah jika tidak mampu berkompetisi. Berdasarkan teori evolusi, kompetisi memiliki peranan penting dalam proses seleksi alam (Anonim, 2007).

Kebutuhan tanaman mengenai unsur hara dan air berbeda maka,tingkat kompetisi tanaman dapat berbeda pada tanaman yang dikombinasi. Perbedaan intensitas kebutuhan zat, perbedaan sistem perakaran (dangkal-dalam) digunakan sebagai dasar diterapkannya sistem tumpang sari. Untuk mendapatkan sistem yang tepat, faktor yang harus diperhatikan yaitu: kombinasi tanaman, penelitian yang telah dilakukan mengenai kombinasi kacang tanah – jagung berproduksi lebih tinggi dari pada kacang tanah – padi (Gunawan et al., 2006).

Kompetisi terjadi apabila tanaman mencapai tingkat pertumbuhan tertentu dan akan semakin keras dengan pertambahan ukuran tanaman dengan umur. Kemampuan suatu tanaman dipengaruhi oleh kemampuan suatu organ yang melakukan kompetisi. Daun dan akar merupakan bagian yang berperan aktif dalam kompetisi. Akar yang memiliki luas permukaan lebar, daun yang banyak,lebar, dan tersebar diseluruh tubuh tanaman akan meningkatkan kompetisi, akibatnya kompetisi tanaman pun tinggi (Fuller, 2004).



III. METODOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Ekologi Acara II yang berjudul “Kompetisi Inter dan Intra Spesifik Sebagai Pembatas Biotik” dilaksanakan pada hari Kamis, 28 April 2011 di Laboratoium Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tiga macam tanaman yang terdiri dari kacang tunggak (Vigna unguicilita), jagung (Zea mays) dan kacang tanah (Arachis Hipogaea), polybag, pupuk kandang, kantong kertas dan kertas label. Sedangkan alat-alat yang digunakan yaitu peralatan tanam seperti cetok, penggaris, timbangan analitik, dan oven sebagai pengering.
Praktikum ini dimulai dengan diisinya polybag dengan tanah sebanyak kurang lebih 3 Kg. Kerikil, sisa-sisa akar tanaman lain dan kotoran dihilangkan agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dipilih biji yang sehat dari jenis tanaman yang akan ditanam, kemudian ditanam ke dalam polybag sesuai perlakuan sebagai berikut : a). monokultur kacang tanah sejumlah 2, 4 dan 6 tanaman ; b). polikultur kacang tanah-jagung sejumlah (1+1, 2+2, dan 3+3) tanaman ; c). polikultur kacang tanah-kacang tunggak sejumlah (1+1, 2+2, dan 3+3) tanaman) ; d). masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Tiap polybag harus diberi label yang mudah dibaca sesuai perlakuan dan ulangan sebagai pencegah tertukarnya data pengamatan. Penyiraman dilakukan setiap hari sampai 21 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Setelah diamati, kemudian tanaman dikering-anginkan dan dimasukkan ke dalam kantong kertas untuk di oven dengan temperatur 800 C selama 2 hari sampai berat konstan. Dalam praktikum ini parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun setiap 2 hari sekali, berat segar semua tanaman pada akhir pengamatan dan berat kering semua tanaman setelah di oven. Setelah data terkumpul dihitung rerata seluruh ulangan pada tiap perlakuan, selanjutnya dibuat histogram berat segar dan berat keringnya pada masing-masing tanaman dan juga dibuat grafik tinggi tanaman dan jumlah daun.







IV. HASIL PENGAMATAN


Tinggi Tanaman

1. Monokultur Kacang Tanah

Perlakuan Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
2 5,63 8,33 13 14,9 17 18,9 21,1
4 5,45 8,32 11,6 13,7 16,7 18,6 20,9
6 4,89 8,09 11,4 13,3 15,9 18 19,9

2. Polikultur Kacang Tanah – Jagung

Perlakuan Hari pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Kacang Tanah 1+1 5,2 8,53 11,7 14,2 16,8 19,1 22,5
2+2 5,55 8,78 13,5 14,5 17,8 20,7 23,1
3+3 5,79 9,07 13,4 15,8 19,4 21,2 23
Jagung 1+1 18,1 26,8 32,4 35,5 39,3 41,6 43,4
2+2 16,8 24,1 30,7 33,6 36,2 38,5 41
3+3 16,9 26 31,5 34,8 37,7 40 41,8

3. Polikultur Kacang Tanah-Kacang Tunggak

Perlakuan Hari pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Kacang
Tanah 1+1 5,22 8,47 12,6 14,4 16,7 18,7 21
2+2 4,88 8,5 11 13,4 16,9 19 21,2
3+3 4,61 9 12,9 15,3 17,4 19,6 21,6
Kacang Tunggak 1+1 13,4 15,3 16,3 18,1 19,7 20,9 22,9
2+2 12,7 14,8 17 18,5 20 21,3 23,3
3+3 13,6 16,1 18,4 19,6 21,2 22,4 23,7


Jumlah Daun

1. Monokultur Kacang Tanah

Perlakuan Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
2 3,12 3,85 5,22 6,07 6,73 7,38 8,37
4 3,08 3,44 4,36 4,83 5,42 5,9 6,71
6 2,7 3,28 3,98 4,75 5,19 5,76 6,24





2. Polikultur Kacang Tanah– Jagung

Perlakuan Hari pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Kacang Tanah 1+1 2,83 3,73 4,87 5,44 6,2 6,56 8
2+2 3 3,47 4,42 5,55 5,66 6,43 7,19
3+3 2,93 3,62 4,51 5,08 5,39 5,89 6,74
Jagung 1+1 2,62 3,15 3,62 4,16 4,63 5,13 5,47
2+2 2,55 3,1 3,53 4,09 4,4 4,82 5,57
3+3 2,61 3,03 3,72 4,05 4,3 4,56 5,14

3. Polikultur Kacang Tanah-Kacang Tunggak

Perlakuan Hari pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Kacang
Tanah 1+1 3,95 3,97 5,27 6,52 7,05 8,27 8,94
2+2 2,93 3,3 4,35 5,07 4,87 5,34 6,24
3+3 2,85 3,08 4,08 4,76 5,01 5,89 6,42
Kacang Tunggak 1+1 2,03 2,7 3,77 4,65 4,82 5,27 6,77
2+2 2,28 2,87 4,13 5,23 5,57 6,17 6,89
3+3 2,16 2,9 4,22 5,05 5,22 5,66 6,12

Tabel Gabungan Tinggi Tanaman Kacang Tanah


Perlakuan Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Monokultur Kacang Tanah 2 5,63 8,33 13 14,9 17 18,9 21,1
4 5,45 8,32 11,6 13,7 16,7 18,6 20,9
6 4,89 8,09 11,4 13,3 15,9 18 19,9
Polikultur Kacang Tanah+ Jagung Kacang Tanah 1+1 5,2 8,53 11,7 14,2 16,8 19,1 22,5
2+2 5,55 8,78 13,5 14,5 17,8 20,7 23,1
3+3 5,79 9,07 13,4 15,8 19,4 21,2 23
Polikultur Kacang Tanah+ Kacang Tunggak Kacang Tanah 1+1 5,22 8,47 12,6 14,4 16,7 18,7 21
2+2 4,88 8,5 11 13,4 16,9 19 21,2
3+3 4,61 9 12,9 15,3 17,4 19,6 21,6



Tabel Gabungan Jumlah Daun Tanaman Kacang Tanah




Perlakuan Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Monokultur Kacang Tanah 2 3,12 3,85 5,22 6,07 6,73 7,38 8,37
4 3,08 3,44 4,36 4,83 5,42 5,9 6,71
6 2,7 3,28 3,98 4,75 5,19 5,76 6,24
Polikultur Kacang Tanah+ Jagung Kacang Tanah 1+1 2,83 3,73 4,87 5,44 6,2 6,56 8
2+2 3 3,47 4,42 5,55 5,66 6,43 7,19
3+3 2,93 3,62 4,51 5,08 5,39 5,89 6,74
Polikultur Kacang Tanah+ Kacang Tunggak Kacang Tanah 1+1 3,95 3,97 5,27 6,52 7,05 8,27 8,94
2+2 2,93 3,3 4,35 5,07 4,87 5,34 6,24
3+3 2,85 3,08 4,08 4,76 5,01 5,89 6,42


Berat Basah dan Berat Kering

1. Monokultur Kacang Tanah

Perlakuan BB BK
2 6,18 0,92
4 4,95 1,07
6 4,59 1,20


2. Polikultur Kacang Tanah – Jagung
Perlakuan BB BK
Kacang Tanah 1+1 4,84 0,84
2+2 4,77 0,56
3+3 4,63 0,90
Jagung 1+1 5,05 0,92
2+2 3,98 0,78
3+3 4,65 0,73









3. Polikultur Kacang Tanah-Kacang Tunggak

Perlakuan BB BK
Kacang Tanah 1+1 5,77 0,87
2+2 4,18 0,67
3+3 4,30 0,64
Kacang Tunggak 1+1 5,63 1,36
2+2 5,31 0,74
3+3 4,38 1,13







V. PEMBAHASAN
Kompetisi merupakan dua individu atau lebih yang memerlukan sesuatu yang sama, pada saat yang sama, dari sumber yang sama dimana ketersediaan sumber tersebut terbatas. Syarat-syarat terjadinya kompetisi adalah adanya sumber makanan (produsen) yang sama, kebutuhan akan sumber tersebut yang sama, keterbatasan tersedianya sumber, serta hidup dalam waktu yang sama. Kompetisi tanaman dapat terjadi di atas permukaan tanah serta di bawah permukaan tanah. Di atas permukaan tanah, tanaman biasanya melakukan kompetisi dalam hal mendapatkan cahaya untuk fotosintesis ataupun untuk mendapatkan oksigen atau CO2 untuk respirasi. Sedangkan yang berada di bawah permukaan tanah dapat berupa kompetisi dalam mendapatkan unsur-unsur hara seperti C, N, H, P, S, Mg, dan Ca. Dengan adanya kompetisi, secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisiologi maupun morfologi. Contoh yang terjadi secara fisiologi adalah dalam penyerapan air. Sedangkan contoh yang terjadi secara morfologi adalah lebar dan panjang tajuk tanaman, panjang akar, banyaknya cabang akar, dan sebagainya.
Kompetisi dapat dibuktikan dengan percobaan kepadatan tanaman pada suatu luas lahan tertentu. Pada dasarnya tanggapan tanaman terhadap kompetisi dengan tanaman lain relatif berbeda hanya pada hasil maksimum dan pertumbuhan serta perkembangannya, apakah baik atau buruk. Tekanan kompetisi pada jarak tertentu relatif konstan, karena tanaman dapat mempunyai sifat penyesuaian. Tanaman tumbuh dengan baik pada jarak tanam lebar dan akan buruk pada jarak tanam sempit, sehingga tekanan kompetisi akan relatif konstan. Dalam lahan yang hanya terdapat sedikit tanaman. Maka tanaman dapat tumbuh dengan lebih subur. Karena antara individu satu dengan yang lain tidak terjadi persaingan yang ketat. Masing-masing individu dapat memperoleh unsur-unsur yang dibutuhkannya bagi pertumbuhan misalnya unsur hara, cahaya matahari, dan O2 sesuai kebutuhan tanaman tersebut. Karena sumber yang tersedia bisa mencukupi kebutuhan tanaman, sedangkan semakin banyak tanaman dalam lahan, maka antar satu individu dengan individu lain akan saling bersaing ketat untuk memperoleh unsur pertumbuhan. Apabila unsur pertumbuhan ini belum terpenuhi secara optimal, maka bisa saja pertumbuhan tanaman akan terhambat.
Dari hasil yang diperoleh dapat disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:





TINGGI TANAMAN
Pertumbuhan tanaman diartikan sebagai pertambahan massa, bobot, atau volume yang bersifat tidak dapat balik (irreversible). Pertumbuhan dapat diukur dengan beberapa parameter seperti pertambahan panjang atau tiggi tanaman. Jadi pertumbuhan yang optimal akan ditunjukan dengan pertambahan panjang atau tinggi tanaman yang optimal juga. Kompetisi dapat berpengaruh terhadap pertumbuahn tanaman yang pada akhirnya juga mempengaruhi tinggi tanaman dan tergantung pada tingkat kompetisi yang terjadi.


1. Kacang Tanah (Arachis hypogaea)



Grafik di atas menunjukkan perkembangan tinggi tanaman kacang tanah yang ditanam secara monokultur dengan benih tanaman di tiap media tanam sebanyak 2, 4 dan 6. Pada grafik di atas terlihat bahwa tanaman yang mengalami pertumbuhan paling optimal adalah monokultur 2. Pada monokultur 4 memiliki pertumbuhan optimal kedua dan yang pertumbuhannya paling lama dan tidak optimal adalah monokultur 6. Jika ditelah secara teori maka hasil tersebut sesuai dengan teori di mana tanaman monokultur 2 lebih tinggi dibanding monokultur 4. Karena kompetisi yang terjadi antar monokultur 2 lebih sedikit dibanding monokultur 4 sehingga jumlah hara yang diserap tanaman lebih banyak. Hal ini bisa terjadi mungkin disebabkan oleh faktor genetika yaitu kualitas bibit dan faktor lingkungan dalam hal ini penyiraman, kondisi tanah, suhu dan juga penyinaran yang berbeda.

2. Kacang Tanah-Jagung (Arachis hypogaea-Zea mays)




Dari grafik polikultur tanaman kacang tanah dengan jagung yang diamati adalah pertambahan tinggi pada kacang tanah. Pada semua perlakuan mengalami kenaikan tinggi yang relatif stabil. Pada 1+1 memiliki pertumbuhan yang konstan dan memiliki tinggi tanaman yang paling rendah dari pada perlakuan polikultur 2+2 dan pada perlakuan 3+3 merupakan tinggi kacang yang paling maksimal. Semakin bertambah jumlah perlakuan yang diberikan terjadi pertambahan tinggi pada kacang tanah. Hal ini mungkin terjadi karena kacang tanah memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih tinggi untuk menyerap unsur hara dengan tingkat kompetisi yang lebih tinggi. Kacang tanah memiliki siklus hidup yang cepat sehingga lebih cepat tumbuh sebelum jagung mulai tinggi dan bisa menutupi kacang tanah. Kacang tanah juga memiliki akar tunggang yang bisa menembus tanah lebih dalam untuk mendapatkan unsur hara yang lebih banyak.








3. Kacang Tanah-Kacang Tunggak (Arachis hypogaea-Vigna unguiculata)




Dari grafik polikutur kacang tanah dengan kacang tunggak yang diamati adalah pertambahan tinggi pada kacang tanah. Pada polikultur 1+1, 2+2, dan 3+3 tidak menunjukkan perbedaan tinggi yang besar. Hal ini dikarenakan tinggi tanaman yang hampir sama antara kacang tanah dengan kacang tunggak sehingga tidak ada kompetisi untuk mendapatkan sinar matahari. Kompetisi yang terjadi hanya pada penyerapan unsur hara. Kacang tanah dan kacang tunggak mempunyai perakaran yang sama yaitu akar tunggang sehingga kompetisi dalam penyerapan unsur hara seimbang dan tidakmenunjukkan selisih pertambahan tinggi yang besar pada kacang tanah masing-masing perlakuan.







4. Gabungan Tinggi Kacang Tanah (Arachis hypogaea)



Dari grafik tinggi tanaman kacang tanah dalam berbagai perlakuan tersebut, dapat diketahui bahwa tanaman yang memiliki tinggi tanaman tertinggi adalah tanaman polikultur kacang tanah-jagung 3+3. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan kebutuhan antara kacang tanah dan jagung dan adanya sistem kerjasama yang seimbang antara kacang tanah dan kacang tunggak. Sedangkan tinggi tanaman yang terendah adalah tanaman monokultur kacang tanah 6. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan yang ketat karena persamaan kebutuhan antara masing-masing kacang tanah ditambah dengan jumlah yang berkompetisi paling banyak diantara perlakuan yang lainnya yaitu 6.
Secara teoretis, tumpangsari yang baik dilakukan adalah antara dua tanaman yang memiliki kebutuhan yang berbeda, seperti kacang tanah dan jagung. Kacang tanah yang merupakan jenis tanaman polong-polongan membutuhkan cahaya dalam jumlah sedang. Sedangkan, jagung merupakan tanaman yang membutuhkan banyak unsur hara, begitu pula dengan cahaya matahari. Sehingga, keseimbangan kebutuhan faktor pertumbuhan pun akan terbentuk. Selain itu, tanaman jagung menghendaki nitrogen yang tinggi. Sementara kacang tanah dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas dengan bantuan bakteri Rhizobium radicicola. Sehingga kekurangan nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan nitrogen pada kedelai. Hal ini menunjukkan terjadinya simbiosis mutualisme antara jagung dan kacang tanah.



5. Kacang Tanah-Jagung (Arachis hypogaea-Zea mays)



Dari polikultur kacang tanah dengan jagung diamati pertambahan tinggi pada jagung. Dapat dilihat bahwa jagung yang tertinggi pada perlakuan 1+1. Pada perlakuan 3+3 tinggi tanaman mengalami penurunan dibandingkan dengan perlakuan 1+1. Begitu juga pada perlakuan 2+2, tanaman memiliki tinggi yang terendah dibandingkan dengan perlakuan polikultur lainnya. Hal ini dikarenakan jagung memiliki siklus hidup yang lebih lama dibandingkan dengan kacang tanah sehingga pertumbuhan jagung diawal pertumbuhannya terhambat oleh pertunbuhan kacabg tanah. Jagung memiliki akar serabut yang tidak bisa menembus terlalu dalam ke dalam tanah untuk mendapatkan unsur hara. Sehingga unsur hara lebih banyak diserap oleh kacang tanah yang memiliki akar tunggang. Sehingga semakin tinggi perlakuan semakin menurunkan pertambahan tinggi jagung.





6. Kacang Tanah-Kacang tunggak (Arachis hypogaea-Vigna unguiculata)



Dari grafik tinggi tanaman kacang tunggak pada polikultur kacang tanah-kacang tunggak di atas tampak bahwa pertumbuhan tanaman kacang tunggak yang paling tinggi adalah pada polikultur 3+3 kemudian 2+2 dan yang terakhir polikultur 1+1. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil tidak sesuai teori.Seharusnya polikultur 1+1 memiliki tinggi tanaman yang paling tinggi. Dilihat dari hasil polikultur 3+3 dan 2+2 lebih tinggi dibanding polikultur 1+1. Hal ini disebabkan karena pengaruh lingkungan yang berbeda yaitu asupan nutrisi dalam tanah serta faktor genetika dan juga kualitas biji kacang tunggak tersebut.







JUMLAH DAUN

Luas daun tanaman dipengaruhi oleh jumlah daun. Pada faktor kompetisi, tanaman akan memperlebar luas daun sehingga tanaman dapat melakukan proses fotosintesis yang lebih maksimal. Selain itu, tanaman yang mengalami kompetisi yang ketat akan mengurangi jumlah daun dengan tujuan mengurangi evaporasi sehingga tidak terjadi kekeringan. Perubahan ini merupakan salah satu bentuk mekanisme toleransi tanaman terhadap kompetisi yaitu secara morfologi. Perubahan ini akan tergantung pada tingkat kompetisi yang terjadi.


1. Kacang Tanah (Arachis hypogaea)





Grafik di atas menunjukkan jumlah daun dari monokultur kacang tanah 2, 4 dan 6. Dan dari grafik di atas tampak bahwa tanaman yang memiliki jumlah daun terbanyak adalah tanaman kacang tanah pada monokultur 2 kemudian monokultur 4 dan yang terakhir monokultur 6. Hasil tersebut sesuai dengan teori karena tingkat persaingan monokultur 1+1 lebih kecil daripada monokultur 4 dan 6 sehingga asupan unsur hara lebih banyak.




2. Kacang Tanah-Jagung (Arachis hypogaea-Zea mays)


Berdasarkan grafik jumlah daun tanaman kacang tanah pada polikultur kacang tanah-jagung di atas terlihat bahwa tanaman jagung pada polikultur 1+1 memiliki daun yang lebih banyak diikuti polikultur 2+2 dan polikultur 3+3. Hasil ini telah sesuai dengan teori yang ada. Pada awal pengamatan sampai hari keempat jumlah daun dari semua polikultur menunjukkan jumlah yang hampir sama. Lalu pada hari pengamatan seterusnya menunjukkan monokultur 1+1 memiliki jumlah daun yang paling banyak. Sehingga dapat dikatakan sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa semakin sedikit kompetisi maka pertumbuhan tanaman semakin maksimal dan sebaliknya.

3. Kacang Tanah-Kacang tunggak (Arachis hypogaea-Vigna unguiculata)



Pada grafik jumlah daun polikultur kacang tanah dengan kacang tunggak, diamati jumlah daun pada kacang tunggak. Jumlah daun menandakan bahwa tanaman melakukan kompetisi dalam pencarian cahaya matahari yang akan digunakan untuk fotosintesis. Pada perlakuan polikultur 1+1 memiliki jumlah daun yang paling banyak kemudian 3+3 memiliki jumlah daun banyak setelah 1+1, sedangkan pada perlakuan polikultur 2+2 memiliki jumlah daun yang paling sedikit. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh dari kompetisi pada perlakuan 2+2 lebih besar karena pengaruh faktor jarak tanam yang berdekatan pada perlakuan tersebut sehingga kompetisi penyerapan sinar matahri lebih besar.


4. Gabungan Jumlah Daun Kacang Tanah (Arachis hypogaea)



Berdasarkan grafik di atas, jumlah daun paling banyak terdapat pada polikultur kacang tanah-kacang tunggak 1+1. Hal ini disebabkan oleh faktor kompetisi memperebutkan zat yang sama-sama dibutuhkan oleh keduanya sebagai anggota subdivisi. Sehingga dengan jumlah sedikit pada media tanam, dapat memperlihatkan hasil yang optimal dibandingkan dengan dalam jumlah yang banyak. Jumlah daun yang paling sedikit yaitu pada tanaman polikultur kacang tanah-kacang tunggak 3+3. Hal ini disebabkan adanya persaingan yang ketat antara keenam tanaman kacang tanah dan kacang tunggak, serta jarak tanam yang rapat. Jumlah daun yang sedikit ini juga bertujuan untuk mengurangi evaporasi sehingga tidak terjadi kekeringan.
Hasil percobaan ini kurang sesuai dengan teori, karena seharusnya yang memperlihatkan hasil yang optimal adalah pada polikultur kacang tanah - jagung. Karena pada perlakuan ini akan terjadi hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Terjadinya ketidaksesuaian ini dapat disebabakan oleh karena berbagai faktor, diantaranya adalah tanaman tersebut tidak memaksimalkan pertumbuhannya pada bagian daun, akan tetapi pada bagian lainnya yaitu pada batang atupun akarnya. Selain itu faktor-faktor abiotik pendukung pertumbuhannya juga berbeda-beda.


5. Kacang Tanah-Jagung (Arachis hypogaea-Zea mays)



Berdasarkan grafik jumlah daun tanaman jagung pada polikultur kacang tanah-jagung di atas terlihat bahwa tanaman jagung pada polikultur 1+1 memiliki daun yang lebih banyak diikuti polikultur 2+2 dan polikultur 3+3. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada, karena teori yang menyebutkan bahwa semakin sedikit kompetisi maka pertumbuhan tanaman semakin maksimal dan sebaliknya, dimana 1+1 lebih banyak dari 2+2 dan 2+2 lebih banyak dari 3+3.



6. Kacang Tanah-Kacang Tunggak (Arachis hypogaea-Vigna unguiculata)



Berdasarkan grafik jumlah daun polikultur kacang tanah dengan kacang tunggak dapat dilihat bahwa, pada perlakuan polikultur 2+2 memiliki jumlah daun dan pertumbuhan jumlah daun yang paling banyak, sedangkan pada perlakuan polikultur 3+3 memiliki jumlah daun yang banyak setelah 2+2 dan pada polikultur 1+1 memiliki jumlah daun yang paling sedikit. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh dari kompetisi penyerapan unsur hara oleh akar dan kurang rutinnya dalam penyiraman yang mengakibatkan tanaman kering dan susah untuk memperoleh unsur hara di dalam tanah.



HISTOGRAM BERAT SEGAR DAN BERAT KERING

Hubungan berat segar dan berat kering tanaman dengan pertumbuahan yaitu jumlah kadar air yang dapat diserap oleh tanaman. Jika tanaman dapat menyerap secara optimal kadar air yang ada di dalam tanah tanah maka berat segar dan berat keringnya akan tinggi dibandingkan dengan tanaman yang menyerap air secara tidak optimal. Kompetisi akan menyebabkan persaingan dalamhal penyerapan air. Pada kompetisi yang tinggi dengan ketersediaan air terbatas maka air yang diserap tanaman pun akan terbatas atau tidak memenuhi kebutuhan tanaman terhadap air pada semestinya. Hal ini akan mempengaruhi berat segar dan kering tanaman tergantung pada tingkat kompetisi yang terjadi antar tanaman.

1. Histogram Monokultur Kacang Tanah



Berdasarkan histogram monokultur kacang tanah dapat dilihat bahwa pada berat segar perlakuan monokultur 2 merupakan yang tertinggi dan monokultur 4 memiliki berat tertinggi kedua setelah monokultur 2, sedangkan pada perlakuan monokultur 6 berat segarnya paling sedikit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan perlakuan 2 memiliki berat yang tinggi karena makin sedikit tanaman semakin kecil pula kompetisi yang ada. Jika dilihat dari berat keringnya, perlakuan monokultur 6 memiliki berat yang paling tinggi. Hal ini terjadi kemungkinan karena bibit yang digunakan untuk berkecambah adalah bibit yang lebih baik dari pada bibit yang diberi perlakuan 2 dan 4, seharusnya perlakuan 2 dan 4 memiliki berat kering yang lebih, karena makin sedikit tanaman yang ditanam disuatu lahan maka makin dikit pula kompetisi yang ada.





2. Histogram Polikultur Kacang Tanah-Jagung




Berdasarkan histogram, dapat dilihat bahwa berat segar tertinggi ada pada polikultur kacang tanah – jagung 1+1. Hal ini disebabkan persaingan yang terjadi paling rendah sehingga jagung dapat tumbuh secara optimal. Sedangkan berat segar paling rendah ada pada polikultur kacang tanah– jagung 3+3. Hal ini terjadi karena persaingan yang terjadi adalah paling ketat dari pada yang lainnya. Berat kering tertinggi ada pada polikultur kacang tanah – jagung 1+1. Jika dilihat dari berat keringnya, perlakuan polikultur 3+3 memiliki berat yang paling tinggi. Hal ini terjadi kemungkinan karena bibit yang digunakan untuk berkecambah adalah bibit yang lebih baik dari pada bibit yang diberi perlakuan 1+1 dan 2+2, seharusnya perlakuan 1+1 dan 2+2 memiliki berat kering yang lebih, karena makin sedikit tanaman yang ditanam disuatu lahan maka makin dikit pula kompetisi yang ada.





3. Histogram Polikultur Kacang Tanah-Kacang Tunggak



Berdasarkan histogram polikukultur kacang tanah dengan kacang tunggak dapat dilihat bahwa berat segar perlakuan polikultur 1+1 merupakan yang tertinggi, lalu 3+3, dan yang paling rendah pada 2+2. Tetapi pada berat kering justru pada polikultur 2+2 jadi berkurang/atau lebih kecil dari perlakuan monokultur 3+3. Hal ini terjadi karena ada kemungkinan kurang telitinya ketika penimbangan dan waktu pengovenan yang mengakibatkan data yang diperoleh jauh dari yang diharapkan. Kemungkinan lain hal ini terjadi karena ada kemungkinan antara kacang tunggak dan kacang tanah membentuk suatu simbiosis yang saling menguntungkan, sehingga makin banyak tanaman yang ditanam makin berat juga dan makin produktif tanamannya.











VI. KESIMPULAN

1. Pada dasarnya kompetisi dibedakan menjadi 2 macam:
a. Intra spesifik: yaitu persaingan yang terjadi antara 2 individu atau lebih dalam spesies yang sama.
b. Inter spesifik: kompetisi tidak hanya terjadi pada 2 individu atau lebih dalam spesies yang sama.
2. Salah satu cara agar tidak terjadi kompetisi adalah penanaman system tumpang sari misalnya tanaman akar panjang dengan tanaman akar pendek.
3. Individu melakukan kompetisi dalam memperoleh:
a. Ruang tumbuh (space)
b. Cahaya matahari
c.Karbondioksida
d. Nutrisi
e. Air
4. Tanaman dengan jumlah yang banyak pada lahan yang sama akan mengakibatkan kompetisi akan bersifat lebih ketat.
5. Kompetisi dimulai ketika persediaan dari salah satu faktor tidak mencukupi kebutuhan dari kedua tanaman.




















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Competition for Ecology.http://en.Wikipedia.org/Wiki/competition.
Diakses pada tanggal 25 April 2011.

Fuller, J. H and L. B. Caronthus. 2004. The Plant Word 4th ed. Holt, Richard
Winston, Inc. United States of Amerika.

Gunawan, Iwan, Ferdiana dan R. Kartina. 2006. Pengaruh jumlah daun, buah, dan pemberian GA terhadap hasil dan kadar sukrosa buah tanaman melon (Cucumis sativus L). Agrotropika 1:27-30.

Lei, S. A. 2004. Intraspecific competition among blackbrush (Coleogyne ramosissima) seedling in a controlled environmental glasshouse. Journal of the Arizona-Nevada Academy of Science 37: 100-104.

Sastroutomo, S. S. 2005. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sitompul, S. M., Wo. H. Lan Hoof, Bambang Guritno, Jody Moenandir, Sartono. R. 2004. Pengaruh waktu tanam jagung terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah dan jagung dalam sistem tumpang sari. Agrovita 3:1-2.
Weafer, J. E and F. E. Clements. 2005. Plant Ecology. 2nd Edition. Mc. Grow-hill Book Company, Inc. New York .

















LAMPIRAN

 


Loading...


Please Wait...