Pages

Gunakan Mozzila Firefox untuk mengakses website ini dan jangan lupa klik iklannya

Monday, November 28, 2011

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR EKOLOGI ACARA II

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR EKOLOGI

ACARA 1I
KOMPETISI INTER DAN INTRA SPESIFIK SEBAGAI
FAKTOR PEMBATAS BIOTIK


Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Zamzami
NIM : 12227
Gol / Kel : B4 / 6
Asisten : Rizky Brian Wijaya


LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011


ACARA 1I
KOMPETISI INTER DAN INTRA SPESIFIK SEBAGAI
FAKTOR PEMBATAS BIOTIK


I. TUJUAN

1. Mengetahui pengaruh faktor biotik terhadap pertumbuhan tanaman.
2. Mengetahui tanggapan tanaman terhadap tekanan kompetisi inter dan intra spesifik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Setiap makhluk hidup membutuhkan air, ruang, udara, cahaya, dan nutrisi untukmemenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang terpenuhi secara tepat atau optimum akan menghasilkan pertumbuhan yang baik dan sehat bahkan akan menghasilkan buah yang nikmat. Tumbuhan, manusia, dan hewan dalam memperoleh kebutuhan hidupnya perlu melakukan persaingan baik antar jenis maupun antar spesies bahkan antar organ satu dengan yang lain dalam satu tubuh (Sitompul et al., 2004).

Competere adalah mencari atau mengejar sesuatu secara bersamaan oleh lebih dari satu jenis pencari. Salah satu bentuk interaksi antar tumbuhan yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada lahan dan waktu yang sama yang menimbulkan dampak negative terhadap pertumbuhan dan hasil salah satu jenis tumbuhan atau lebih misal: air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh (Lei, 2004)

Penyebab utama kompetisi adalah diantara tanaman dari spesies yang sama. Akibat dari kompetisi ini terlihat pada perbedaan tinggi batang, jumlah daun, dan diameter lateral akar. Akibat dari kompetisi ini akan berpengaruh terhadap pembentukan karakter maupun dalam kemampuan untuk memproduksi buah. Tidak seperti tanaman yang berbeda spesies, tanaman yang sama spesiesnya memiliki kebutuhan yang sama antara yang satu dengan yang lain. Mereka tidak dapat dengan mudah mengatur kebutuhan mereka sendiri dari kebutuhan tanaman yang lain sesama spesies (Weafer, 2005).

Kompetisi terjadi jika salah satu dari 2 atau lebih organisme yang hidup bersama-sama membutuhkan faktor lingkungan yang sangat terbatas jumlahnya dan tidak mencukupi bagi kebutuhan bersama. Dalam keadaan seperti ini organisme akan berinteraksi ataupun melakukan adaptasi khusus untuk mengurangi persaingan. Misalnya spesies dengan perakaran dangkal mampu berdampingan dengan spesies berakar dalam karena masing-masing menyerap unsur pertumbuhan di kedalaman berbeda (Sastroutomo, 2005).

Kompetisi diantara masing-masingspesies merupakan topik penting dalam biologi kususnya dalam hal ekologi. Kompetisi antar individu dalam atu spesies (intrespesifik) merupakan faktor pendorong yang kuat dalam evolusi dan seleksi alam. Persaingan untuk mendapatkan kebutuhan seperti makanan, air, lahan dan sinar matahari merupakan hal biasa yang terjadi antara individu-individu yang berbeda spesies (intraspesifik). Hal ini disebabkan karena suatu sumber terbatas kesediaannya dan beberapa spesies tergantung pada sumber tersebut. Akibatnya spesies-spesies yang berkompetisi kemungkinan mengalami dua hal yaitu bertahan jika spesies tersebut mampu beradaptasi atau punah jika tidak mampu berkompetisi. Berdasarkan teori evolusi, kompetisi memiliki peranan penting dalam proses seleksi alam (Anonim, 2007).

Kebutuhan tanaman mengenai unsur hara dan air berbeda maka,tingkat kompetisi tanaman dapat berbeda pada tanaman yang dikombinasi. Perbedaan intensitas kebutuhan zat, perbedaan sistem perakaran (dangkal-dalam) digunakan sebagai dasar diterapkannya sistem tumpang sari. Untuk mendapatkan sistem yang tepat, faktor yang harus diperhatikan yaitu: kombinasi tanaman, penelitian yang telah dilakukan mengenai kombinasi kacang tanah – jagung berproduksi lebih tinggi dari pada kacang tanah – padi (Gunawan et al., 2006).

Kompetisi terjadi apabila tanaman mencapai tingkat pertumbuhan tertentu dan akan semakin keras dengan pertambahan ukuran tanaman dengan umur. Kemampuan suatu tanaman dipengaruhi oleh kemampuan suatu organ yang melakukan kompetisi. Daun dan akar merupakan bagian yang berperan aktif dalam kompetisi. Akar yang memiliki luas permukaan lebar, daun yang banyak,lebar, dan tersebar diseluruh tubuh tanaman akan meningkatkan kompetisi, akibatnya kompetisi tanaman pun tinggi (Fuller, 2004).



III. METODOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Ekologi Acara II yang berjudul “Kompetisi Inter dan Intra Spesifik Sebagai Pembatas Biotik” dilaksanakan pada hari Kamis, 28 April 2011 di Laboratoium Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tiga macam tanaman yang terdiri dari kacang tunggak (Vigna unguicilita), jagung (Zea mays) dan kacang tanah (Arachis Hipogaea), polybag, pupuk kandang, kantong kertas dan kertas label. Sedangkan alat-alat yang digunakan yaitu peralatan tanam seperti cetok, penggaris, timbangan analitik, dan oven sebagai pengering.
Praktikum ini dimulai dengan diisinya polybag dengan tanah sebanyak kurang lebih 3 Kg. Kerikil, sisa-sisa akar tanaman lain dan kotoran dihilangkan agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dipilih biji yang sehat dari jenis tanaman yang akan ditanam, kemudian ditanam ke dalam polybag sesuai perlakuan sebagai berikut : a). monokultur kacang tanah sejumlah 2, 4 dan 6 tanaman ; b). polikultur kacang tanah-jagung sejumlah (1+1, 2+2, dan 3+3) tanaman ; c). polikultur kacang tanah-kacang tunggak sejumlah (1+1, 2+2, dan 3+3) tanaman) ; d). masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Tiap polybag harus diberi label yang mudah dibaca sesuai perlakuan dan ulangan sebagai pencegah tertukarnya data pengamatan. Penyiraman dilakukan setiap hari sampai 21 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Setelah diamati, kemudian tanaman dikering-anginkan dan dimasukkan ke dalam kantong kertas untuk di oven dengan temperatur 800 C selama 2 hari sampai berat konstan. Dalam praktikum ini parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun setiap 2 hari sekali, berat segar semua tanaman pada akhir pengamatan dan berat kering semua tanaman setelah di oven. Setelah data terkumpul dihitung rerata seluruh ulangan pada tiap perlakuan, selanjutnya dibuat histogram berat segar dan berat keringnya pada masing-masing tanaman dan juga dibuat grafik tinggi tanaman dan jumlah daun.







IV. HASIL PENGAMATAN


Tinggi Tanaman

1. Monokultur Kacang Tanah

Perlakuan Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
2 5,63 8,33 13 14,9 17 18,9 21,1
4 5,45 8,32 11,6 13,7 16,7 18,6 20,9
6 4,89 8,09 11,4 13,3 15,9 18 19,9

2. Polikultur Kacang Tanah – Jagung

Perlakuan Hari pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Kacang Tanah 1+1 5,2 8,53 11,7 14,2 16,8 19,1 22,5
2+2 5,55 8,78 13,5 14,5 17,8 20,7 23,1
3+3 5,79 9,07 13,4 15,8 19,4 21,2 23
Jagung 1+1 18,1 26,8 32,4 35,5 39,3 41,6 43,4
2+2 16,8 24,1 30,7 33,6 36,2 38,5 41
3+3 16,9 26 31,5 34,8 37,7 40 41,8

3. Polikultur Kacang Tanah-Kacang Tunggak

Perlakuan Hari pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Kacang
Tanah 1+1 5,22 8,47 12,6 14,4 16,7 18,7 21
2+2 4,88 8,5 11 13,4 16,9 19 21,2
3+3 4,61 9 12,9 15,3 17,4 19,6 21,6
Kacang Tunggak 1+1 13,4 15,3 16,3 18,1 19,7 20,9 22,9
2+2 12,7 14,8 17 18,5 20 21,3 23,3
3+3 13,6 16,1 18,4 19,6 21,2 22,4 23,7


Jumlah Daun

1. Monokultur Kacang Tanah

Perlakuan Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
2 3,12 3,85 5,22 6,07 6,73 7,38 8,37
4 3,08 3,44 4,36 4,83 5,42 5,9 6,71
6 2,7 3,28 3,98 4,75 5,19 5,76 6,24





2. Polikultur Kacang Tanah– Jagung

Perlakuan Hari pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Kacang Tanah 1+1 2,83 3,73 4,87 5,44 6,2 6,56 8
2+2 3 3,47 4,42 5,55 5,66 6,43 7,19
3+3 2,93 3,62 4,51 5,08 5,39 5,89 6,74
Jagung 1+1 2,62 3,15 3,62 4,16 4,63 5,13 5,47
2+2 2,55 3,1 3,53 4,09 4,4 4,82 5,57
3+3 2,61 3,03 3,72 4,05 4,3 4,56 5,14

3. Polikultur Kacang Tanah-Kacang Tunggak

Perlakuan Hari pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Kacang
Tanah 1+1 3,95 3,97 5,27 6,52 7,05 8,27 8,94
2+2 2,93 3,3 4,35 5,07 4,87 5,34 6,24
3+3 2,85 3,08 4,08 4,76 5,01 5,89 6,42
Kacang Tunggak 1+1 2,03 2,7 3,77 4,65 4,82 5,27 6,77
2+2 2,28 2,87 4,13 5,23 5,57 6,17 6,89
3+3 2,16 2,9 4,22 5,05 5,22 5,66 6,12

Tabel Gabungan Tinggi Tanaman Kacang Tanah


Perlakuan Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Monokultur Kacang Tanah 2 5,63 8,33 13 14,9 17 18,9 21,1
4 5,45 8,32 11,6 13,7 16,7 18,6 20,9
6 4,89 8,09 11,4 13,3 15,9 18 19,9
Polikultur Kacang Tanah+ Jagung Kacang Tanah 1+1 5,2 8,53 11,7 14,2 16,8 19,1 22,5
2+2 5,55 8,78 13,5 14,5 17,8 20,7 23,1
3+3 5,79 9,07 13,4 15,8 19,4 21,2 23
Polikultur Kacang Tanah+ Kacang Tunggak Kacang Tanah 1+1 5,22 8,47 12,6 14,4 16,7 18,7 21
2+2 4,88 8,5 11 13,4 16,9 19 21,2
3+3 4,61 9 12,9 15,3 17,4 19,6 21,6



Tabel Gabungan Jumlah Daun Tanaman Kacang Tanah




Perlakuan Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Monokultur Kacang Tanah 2 3,12 3,85 5,22 6,07 6,73 7,38 8,37
4 3,08 3,44 4,36 4,83 5,42 5,9 6,71
6 2,7 3,28 3,98 4,75 5,19 5,76 6,24
Polikultur Kacang Tanah+ Jagung Kacang Tanah 1+1 2,83 3,73 4,87 5,44 6,2 6,56 8
2+2 3 3,47 4,42 5,55 5,66 6,43 7,19
3+3 2,93 3,62 4,51 5,08 5,39 5,89 6,74
Polikultur Kacang Tanah+ Kacang Tunggak Kacang Tanah 1+1 3,95 3,97 5,27 6,52 7,05 8,27 8,94
2+2 2,93 3,3 4,35 5,07 4,87 5,34 6,24
3+3 2,85 3,08 4,08 4,76 5,01 5,89 6,42


Berat Basah dan Berat Kering

1. Monokultur Kacang Tanah

Perlakuan BB BK
2 6,18 0,92
4 4,95 1,07
6 4,59 1,20


2. Polikultur Kacang Tanah – Jagung
Perlakuan BB BK
Kacang Tanah 1+1 4,84 0,84
2+2 4,77 0,56
3+3 4,63 0,90
Jagung 1+1 5,05 0,92
2+2 3,98 0,78
3+3 4,65 0,73









3. Polikultur Kacang Tanah-Kacang Tunggak

Perlakuan BB BK
Kacang Tanah 1+1 5,77 0,87
2+2 4,18 0,67
3+3 4,30 0,64
Kacang Tunggak 1+1 5,63 1,36
2+2 5,31 0,74
3+3 4,38 1,13







V. PEMBAHASAN
Kompetisi merupakan dua individu atau lebih yang memerlukan sesuatu yang sama, pada saat yang sama, dari sumber yang sama dimana ketersediaan sumber tersebut terbatas. Syarat-syarat terjadinya kompetisi adalah adanya sumber makanan (produsen) yang sama, kebutuhan akan sumber tersebut yang sama, keterbatasan tersedianya sumber, serta hidup dalam waktu yang sama. Kompetisi tanaman dapat terjadi di atas permukaan tanah serta di bawah permukaan tanah. Di atas permukaan tanah, tanaman biasanya melakukan kompetisi dalam hal mendapatkan cahaya untuk fotosintesis ataupun untuk mendapatkan oksigen atau CO2 untuk respirasi. Sedangkan yang berada di bawah permukaan tanah dapat berupa kompetisi dalam mendapatkan unsur-unsur hara seperti C, N, H, P, S, Mg, dan Ca. Dengan adanya kompetisi, secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisiologi maupun morfologi. Contoh yang terjadi secara fisiologi adalah dalam penyerapan air. Sedangkan contoh yang terjadi secara morfologi adalah lebar dan panjang tajuk tanaman, panjang akar, banyaknya cabang akar, dan sebagainya.
Kompetisi dapat dibuktikan dengan percobaan kepadatan tanaman pada suatu luas lahan tertentu. Pada dasarnya tanggapan tanaman terhadap kompetisi dengan tanaman lain relatif berbeda hanya pada hasil maksimum dan pertumbuhan serta perkembangannya, apakah baik atau buruk. Tekanan kompetisi pada jarak tertentu relatif konstan, karena tanaman dapat mempunyai sifat penyesuaian. Tanaman tumbuh dengan baik pada jarak tanam lebar dan akan buruk pada jarak tanam sempit, sehingga tekanan kompetisi akan relatif konstan. Dalam lahan yang hanya terdapat sedikit tanaman. Maka tanaman dapat tumbuh dengan lebih subur. Karena antara individu satu dengan yang lain tidak terjadi persaingan yang ketat. Masing-masing individu dapat memperoleh unsur-unsur yang dibutuhkannya bagi pertumbuhan misalnya unsur hara, cahaya matahari, dan O2 sesuai kebutuhan tanaman tersebut. Karena sumber yang tersedia bisa mencukupi kebutuhan tanaman, sedangkan semakin banyak tanaman dalam lahan, maka antar satu individu dengan individu lain akan saling bersaing ketat untuk memperoleh unsur pertumbuhan. Apabila unsur pertumbuhan ini belum terpenuhi secara optimal, maka bisa saja pertumbuhan tanaman akan terhambat.
Dari hasil yang diperoleh dapat disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:





TINGGI TANAMAN
Pertumbuhan tanaman diartikan sebagai pertambahan massa, bobot, atau volume yang bersifat tidak dapat balik (irreversible). Pertumbuhan dapat diukur dengan beberapa parameter seperti pertambahan panjang atau tiggi tanaman. Jadi pertumbuhan yang optimal akan ditunjukan dengan pertambahan panjang atau tinggi tanaman yang optimal juga. Kompetisi dapat berpengaruh terhadap pertumbuahn tanaman yang pada akhirnya juga mempengaruhi tinggi tanaman dan tergantung pada tingkat kompetisi yang terjadi.


1. Kacang Tanah (Arachis hypogaea)



Grafik di atas menunjukkan perkembangan tinggi tanaman kacang tanah yang ditanam secara monokultur dengan benih tanaman di tiap media tanam sebanyak 2, 4 dan 6. Pada grafik di atas terlihat bahwa tanaman yang mengalami pertumbuhan paling optimal adalah monokultur 2. Pada monokultur 4 memiliki pertumbuhan optimal kedua dan yang pertumbuhannya paling lama dan tidak optimal adalah monokultur 6. Jika ditelah secara teori maka hasil tersebut sesuai dengan teori di mana tanaman monokultur 2 lebih tinggi dibanding monokultur 4. Karena kompetisi yang terjadi antar monokultur 2 lebih sedikit dibanding monokultur 4 sehingga jumlah hara yang diserap tanaman lebih banyak. Hal ini bisa terjadi mungkin disebabkan oleh faktor genetika yaitu kualitas bibit dan faktor lingkungan dalam hal ini penyiraman, kondisi tanah, suhu dan juga penyinaran yang berbeda.

2. Kacang Tanah-Jagung (Arachis hypogaea-Zea mays)




Dari grafik polikultur tanaman kacang tanah dengan jagung yang diamati adalah pertambahan tinggi pada kacang tanah. Pada semua perlakuan mengalami kenaikan tinggi yang relatif stabil. Pada 1+1 memiliki pertumbuhan yang konstan dan memiliki tinggi tanaman yang paling rendah dari pada perlakuan polikultur 2+2 dan pada perlakuan 3+3 merupakan tinggi kacang yang paling maksimal. Semakin bertambah jumlah perlakuan yang diberikan terjadi pertambahan tinggi pada kacang tanah. Hal ini mungkin terjadi karena kacang tanah memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih tinggi untuk menyerap unsur hara dengan tingkat kompetisi yang lebih tinggi. Kacang tanah memiliki siklus hidup yang cepat sehingga lebih cepat tumbuh sebelum jagung mulai tinggi dan bisa menutupi kacang tanah. Kacang tanah juga memiliki akar tunggang yang bisa menembus tanah lebih dalam untuk mendapatkan unsur hara yang lebih banyak.








3. Kacang Tanah-Kacang Tunggak (Arachis hypogaea-Vigna unguiculata)




Dari grafik polikutur kacang tanah dengan kacang tunggak yang diamati adalah pertambahan tinggi pada kacang tanah. Pada polikultur 1+1, 2+2, dan 3+3 tidak menunjukkan perbedaan tinggi yang besar. Hal ini dikarenakan tinggi tanaman yang hampir sama antara kacang tanah dengan kacang tunggak sehingga tidak ada kompetisi untuk mendapatkan sinar matahari. Kompetisi yang terjadi hanya pada penyerapan unsur hara. Kacang tanah dan kacang tunggak mempunyai perakaran yang sama yaitu akar tunggang sehingga kompetisi dalam penyerapan unsur hara seimbang dan tidakmenunjukkan selisih pertambahan tinggi yang besar pada kacang tanah masing-masing perlakuan.







4. Gabungan Tinggi Kacang Tanah (Arachis hypogaea)



Dari grafik tinggi tanaman kacang tanah dalam berbagai perlakuan tersebut, dapat diketahui bahwa tanaman yang memiliki tinggi tanaman tertinggi adalah tanaman polikultur kacang tanah-jagung 3+3. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan kebutuhan antara kacang tanah dan jagung dan adanya sistem kerjasama yang seimbang antara kacang tanah dan kacang tunggak. Sedangkan tinggi tanaman yang terendah adalah tanaman monokultur kacang tanah 6. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan yang ketat karena persamaan kebutuhan antara masing-masing kacang tanah ditambah dengan jumlah yang berkompetisi paling banyak diantara perlakuan yang lainnya yaitu 6.
Secara teoretis, tumpangsari yang baik dilakukan adalah antara dua tanaman yang memiliki kebutuhan yang berbeda, seperti kacang tanah dan jagung. Kacang tanah yang merupakan jenis tanaman polong-polongan membutuhkan cahaya dalam jumlah sedang. Sedangkan, jagung merupakan tanaman yang membutuhkan banyak unsur hara, begitu pula dengan cahaya matahari. Sehingga, keseimbangan kebutuhan faktor pertumbuhan pun akan terbentuk. Selain itu, tanaman jagung menghendaki nitrogen yang tinggi. Sementara kacang tanah dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas dengan bantuan bakteri Rhizobium radicicola. Sehingga kekurangan nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan nitrogen pada kedelai. Hal ini menunjukkan terjadinya simbiosis mutualisme antara jagung dan kacang tanah.



5. Kacang Tanah-Jagung (Arachis hypogaea-Zea mays)



Dari polikultur kacang tanah dengan jagung diamati pertambahan tinggi pada jagung. Dapat dilihat bahwa jagung yang tertinggi pada perlakuan 1+1. Pada perlakuan 3+3 tinggi tanaman mengalami penurunan dibandingkan dengan perlakuan 1+1. Begitu juga pada perlakuan 2+2, tanaman memiliki tinggi yang terendah dibandingkan dengan perlakuan polikultur lainnya. Hal ini dikarenakan jagung memiliki siklus hidup yang lebih lama dibandingkan dengan kacang tanah sehingga pertumbuhan jagung diawal pertumbuhannya terhambat oleh pertunbuhan kacabg tanah. Jagung memiliki akar serabut yang tidak bisa menembus terlalu dalam ke dalam tanah untuk mendapatkan unsur hara. Sehingga unsur hara lebih banyak diserap oleh kacang tanah yang memiliki akar tunggang. Sehingga semakin tinggi perlakuan semakin menurunkan pertambahan tinggi jagung.





6. Kacang Tanah-Kacang tunggak (Arachis hypogaea-Vigna unguiculata)



Dari grafik tinggi tanaman kacang tunggak pada polikultur kacang tanah-kacang tunggak di atas tampak bahwa pertumbuhan tanaman kacang tunggak yang paling tinggi adalah pada polikultur 3+3 kemudian 2+2 dan yang terakhir polikultur 1+1. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil tidak sesuai teori.Seharusnya polikultur 1+1 memiliki tinggi tanaman yang paling tinggi. Dilihat dari hasil polikultur 3+3 dan 2+2 lebih tinggi dibanding polikultur 1+1. Hal ini disebabkan karena pengaruh lingkungan yang berbeda yaitu asupan nutrisi dalam tanah serta faktor genetika dan juga kualitas biji kacang tunggak tersebut.







JUMLAH DAUN

Luas daun tanaman dipengaruhi oleh jumlah daun. Pada faktor kompetisi, tanaman akan memperlebar luas daun sehingga tanaman dapat melakukan proses fotosintesis yang lebih maksimal. Selain itu, tanaman yang mengalami kompetisi yang ketat akan mengurangi jumlah daun dengan tujuan mengurangi evaporasi sehingga tidak terjadi kekeringan. Perubahan ini merupakan salah satu bentuk mekanisme toleransi tanaman terhadap kompetisi yaitu secara morfologi. Perubahan ini akan tergantung pada tingkat kompetisi yang terjadi.


1. Kacang Tanah (Arachis hypogaea)





Grafik di atas menunjukkan jumlah daun dari monokultur kacang tanah 2, 4 dan 6. Dan dari grafik di atas tampak bahwa tanaman yang memiliki jumlah daun terbanyak adalah tanaman kacang tanah pada monokultur 2 kemudian monokultur 4 dan yang terakhir monokultur 6. Hasil tersebut sesuai dengan teori karena tingkat persaingan monokultur 1+1 lebih kecil daripada monokultur 4 dan 6 sehingga asupan unsur hara lebih banyak.




2. Kacang Tanah-Jagung (Arachis hypogaea-Zea mays)


Berdasarkan grafik jumlah daun tanaman kacang tanah pada polikultur kacang tanah-jagung di atas terlihat bahwa tanaman jagung pada polikultur 1+1 memiliki daun yang lebih banyak diikuti polikultur 2+2 dan polikultur 3+3. Hasil ini telah sesuai dengan teori yang ada. Pada awal pengamatan sampai hari keempat jumlah daun dari semua polikultur menunjukkan jumlah yang hampir sama. Lalu pada hari pengamatan seterusnya menunjukkan monokultur 1+1 memiliki jumlah daun yang paling banyak. Sehingga dapat dikatakan sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa semakin sedikit kompetisi maka pertumbuhan tanaman semakin maksimal dan sebaliknya.

3. Kacang Tanah-Kacang tunggak (Arachis hypogaea-Vigna unguiculata)



Pada grafik jumlah daun polikultur kacang tanah dengan kacang tunggak, diamati jumlah daun pada kacang tunggak. Jumlah daun menandakan bahwa tanaman melakukan kompetisi dalam pencarian cahaya matahari yang akan digunakan untuk fotosintesis. Pada perlakuan polikultur 1+1 memiliki jumlah daun yang paling banyak kemudian 3+3 memiliki jumlah daun banyak setelah 1+1, sedangkan pada perlakuan polikultur 2+2 memiliki jumlah daun yang paling sedikit. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh dari kompetisi pada perlakuan 2+2 lebih besar karena pengaruh faktor jarak tanam yang berdekatan pada perlakuan tersebut sehingga kompetisi penyerapan sinar matahri lebih besar.


4. Gabungan Jumlah Daun Kacang Tanah (Arachis hypogaea)



Berdasarkan grafik di atas, jumlah daun paling banyak terdapat pada polikultur kacang tanah-kacang tunggak 1+1. Hal ini disebabkan oleh faktor kompetisi memperebutkan zat yang sama-sama dibutuhkan oleh keduanya sebagai anggota subdivisi. Sehingga dengan jumlah sedikit pada media tanam, dapat memperlihatkan hasil yang optimal dibandingkan dengan dalam jumlah yang banyak. Jumlah daun yang paling sedikit yaitu pada tanaman polikultur kacang tanah-kacang tunggak 3+3. Hal ini disebabkan adanya persaingan yang ketat antara keenam tanaman kacang tanah dan kacang tunggak, serta jarak tanam yang rapat. Jumlah daun yang sedikit ini juga bertujuan untuk mengurangi evaporasi sehingga tidak terjadi kekeringan.
Hasil percobaan ini kurang sesuai dengan teori, karena seharusnya yang memperlihatkan hasil yang optimal adalah pada polikultur kacang tanah - jagung. Karena pada perlakuan ini akan terjadi hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Terjadinya ketidaksesuaian ini dapat disebabakan oleh karena berbagai faktor, diantaranya adalah tanaman tersebut tidak memaksimalkan pertumbuhannya pada bagian daun, akan tetapi pada bagian lainnya yaitu pada batang atupun akarnya. Selain itu faktor-faktor abiotik pendukung pertumbuhannya juga berbeda-beda.


5. Kacang Tanah-Jagung (Arachis hypogaea-Zea mays)



Berdasarkan grafik jumlah daun tanaman jagung pada polikultur kacang tanah-jagung di atas terlihat bahwa tanaman jagung pada polikultur 1+1 memiliki daun yang lebih banyak diikuti polikultur 2+2 dan polikultur 3+3. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada, karena teori yang menyebutkan bahwa semakin sedikit kompetisi maka pertumbuhan tanaman semakin maksimal dan sebaliknya, dimana 1+1 lebih banyak dari 2+2 dan 2+2 lebih banyak dari 3+3.



6. Kacang Tanah-Kacang Tunggak (Arachis hypogaea-Vigna unguiculata)



Berdasarkan grafik jumlah daun polikultur kacang tanah dengan kacang tunggak dapat dilihat bahwa, pada perlakuan polikultur 2+2 memiliki jumlah daun dan pertumbuhan jumlah daun yang paling banyak, sedangkan pada perlakuan polikultur 3+3 memiliki jumlah daun yang banyak setelah 2+2 dan pada polikultur 1+1 memiliki jumlah daun yang paling sedikit. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh dari kompetisi penyerapan unsur hara oleh akar dan kurang rutinnya dalam penyiraman yang mengakibatkan tanaman kering dan susah untuk memperoleh unsur hara di dalam tanah.



HISTOGRAM BERAT SEGAR DAN BERAT KERING

Hubungan berat segar dan berat kering tanaman dengan pertumbuahan yaitu jumlah kadar air yang dapat diserap oleh tanaman. Jika tanaman dapat menyerap secara optimal kadar air yang ada di dalam tanah tanah maka berat segar dan berat keringnya akan tinggi dibandingkan dengan tanaman yang menyerap air secara tidak optimal. Kompetisi akan menyebabkan persaingan dalamhal penyerapan air. Pada kompetisi yang tinggi dengan ketersediaan air terbatas maka air yang diserap tanaman pun akan terbatas atau tidak memenuhi kebutuhan tanaman terhadap air pada semestinya. Hal ini akan mempengaruhi berat segar dan kering tanaman tergantung pada tingkat kompetisi yang terjadi antar tanaman.

1. Histogram Monokultur Kacang Tanah



Berdasarkan histogram monokultur kacang tanah dapat dilihat bahwa pada berat segar perlakuan monokultur 2 merupakan yang tertinggi dan monokultur 4 memiliki berat tertinggi kedua setelah monokultur 2, sedangkan pada perlakuan monokultur 6 berat segarnya paling sedikit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan perlakuan 2 memiliki berat yang tinggi karena makin sedikit tanaman semakin kecil pula kompetisi yang ada. Jika dilihat dari berat keringnya, perlakuan monokultur 6 memiliki berat yang paling tinggi. Hal ini terjadi kemungkinan karena bibit yang digunakan untuk berkecambah adalah bibit yang lebih baik dari pada bibit yang diberi perlakuan 2 dan 4, seharusnya perlakuan 2 dan 4 memiliki berat kering yang lebih, karena makin sedikit tanaman yang ditanam disuatu lahan maka makin dikit pula kompetisi yang ada.





2. Histogram Polikultur Kacang Tanah-Jagung




Berdasarkan histogram, dapat dilihat bahwa berat segar tertinggi ada pada polikultur kacang tanah – jagung 1+1. Hal ini disebabkan persaingan yang terjadi paling rendah sehingga jagung dapat tumbuh secara optimal. Sedangkan berat segar paling rendah ada pada polikultur kacang tanah– jagung 3+3. Hal ini terjadi karena persaingan yang terjadi adalah paling ketat dari pada yang lainnya. Berat kering tertinggi ada pada polikultur kacang tanah – jagung 1+1. Jika dilihat dari berat keringnya, perlakuan polikultur 3+3 memiliki berat yang paling tinggi. Hal ini terjadi kemungkinan karena bibit yang digunakan untuk berkecambah adalah bibit yang lebih baik dari pada bibit yang diberi perlakuan 1+1 dan 2+2, seharusnya perlakuan 1+1 dan 2+2 memiliki berat kering yang lebih, karena makin sedikit tanaman yang ditanam disuatu lahan maka makin dikit pula kompetisi yang ada.





3. Histogram Polikultur Kacang Tanah-Kacang Tunggak



Berdasarkan histogram polikukultur kacang tanah dengan kacang tunggak dapat dilihat bahwa berat segar perlakuan polikultur 1+1 merupakan yang tertinggi, lalu 3+3, dan yang paling rendah pada 2+2. Tetapi pada berat kering justru pada polikultur 2+2 jadi berkurang/atau lebih kecil dari perlakuan monokultur 3+3. Hal ini terjadi karena ada kemungkinan kurang telitinya ketika penimbangan dan waktu pengovenan yang mengakibatkan data yang diperoleh jauh dari yang diharapkan. Kemungkinan lain hal ini terjadi karena ada kemungkinan antara kacang tunggak dan kacang tanah membentuk suatu simbiosis yang saling menguntungkan, sehingga makin banyak tanaman yang ditanam makin berat juga dan makin produktif tanamannya.











VI. KESIMPULAN

1. Pada dasarnya kompetisi dibedakan menjadi 2 macam:
a. Intra spesifik: yaitu persaingan yang terjadi antara 2 individu atau lebih dalam spesies yang sama.
b. Inter spesifik: kompetisi tidak hanya terjadi pada 2 individu atau lebih dalam spesies yang sama.
2. Salah satu cara agar tidak terjadi kompetisi adalah penanaman system tumpang sari misalnya tanaman akar panjang dengan tanaman akar pendek.
3. Individu melakukan kompetisi dalam memperoleh:
a. Ruang tumbuh (space)
b. Cahaya matahari
c.Karbondioksida
d. Nutrisi
e. Air
4. Tanaman dengan jumlah yang banyak pada lahan yang sama akan mengakibatkan kompetisi akan bersifat lebih ketat.
5. Kompetisi dimulai ketika persediaan dari salah satu faktor tidak mencukupi kebutuhan dari kedua tanaman.




















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Competition for Ecology.http://en.Wikipedia.org/Wiki/competition.
Diakses pada tanggal 25 April 2011.

Fuller, J. H and L. B. Caronthus. 2004. The Plant Word 4th ed. Holt, Richard
Winston, Inc. United States of Amerika.

Gunawan, Iwan, Ferdiana dan R. Kartina. 2006. Pengaruh jumlah daun, buah, dan pemberian GA terhadap hasil dan kadar sukrosa buah tanaman melon (Cucumis sativus L). Agrotropika 1:27-30.

Lei, S. A. 2004. Intraspecific competition among blackbrush (Coleogyne ramosissima) seedling in a controlled environmental glasshouse. Journal of the Arizona-Nevada Academy of Science 37: 100-104.

Sastroutomo, S. S. 2005. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sitompul, S. M., Wo. H. Lan Hoof, Bambang Guritno, Jody Moenandir, Sartono. R. 2004. Pengaruh waktu tanam jagung terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah dan jagung dalam sistem tumpang sari. Agrovita 3:1-2.
Weafer, J. E and F. E. Clements. 2005. Plant Ecology. 2nd Edition. Mc. Grow-hill Book Company, Inc. New York .

















LAMPIRAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
DASAR-DASAR EKOLOGI





Disusun Oleh:
                                                     Nama : Ahmad Zamzami
                                                     NIM : 12227
                                                     Gol / Kel : B4 / 6
                                                     Asisten : Rizky Brian Wijaya

LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011


LEMBAR PENGESAHAN


Dengan ini, saya menyatakan bahwa laporan Praktikum Dasar-Dasar Ekologi telah selesai dibuat dan telah disahkan oleh asisten pada:
Hari : Senin
Tanggal : 30 Mei 2011





Yogyakarta,30 Mei 2011


Mengetahui,
Asisten                          Praktikan


Rizky Brian Wijaya         Ahmad Zamzami


ACARA I
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

I. TUJUAN
1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman.
2. Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip utama ekologi adalah mengenai kehidupan masing-masing organisme yang berhubungan secara terus-menerus serta berkelanjutan dengan setiap elemen lain yang membentuk lingkaran itu sendiri. Sebuah ekosistem dapat didefinisikan sebagai situasi dimana terdapat interaksi antara organisme dengan lingkungan. Lingkungan suatu organisme terdiri dari faktor abiotik seperti sinar matahari, iklim dan tanah sebagai suatu hal yang dibagi bersama dengan organisme lain dalam habitat itu (Anonim, 2008).
Salinitas alami adalah sebuah fenomena yang tersebar luas di bumi dan evolusi dari kehidupan organisme dihasilkan pada sejumlah spesies yang menunjukkan mekanisme adaptasi spesial untuk tumbuh pada lingkungan salin. Yang utama dari tumbuhan adalah sensitivitas garam relatif. Pada kenyataannya hampir semua biji tanaman tidak dapat tahan secara permanent pada kondisi salin di tanah. Namun para ahli telah mengembangkan di beberapa famili yang dapat hidup di beberapa habitat. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks. Pada rizophere konsentrasi garam pada kandungan tanah turun naik karena perubahan pada penyediaan air, drainase, penguapan dan transpirasi. Salinitas tidak hanya disebabkan oleh NaCl tetapi juga oleh Na2CO3, NaHCO3 dan Na2SO4 dan hubungan dari garam-garam tersebut dengan yang lainnya sebaik pada nutrisi lain seperti K+, Ca2+ dan Mg2+ adalah penting dan ada perbedaan besar pada tempat yang berbeda (Staples, 2005).
Proses salinitas terjadi tidak hanya karena curah hujan yang kurang untuk melarutkan dan mencuci garam, tetapi juga karena penguapan (evaporasi) cepat menyebabkan terkumpulnya garam dalam tanah dan dalam air yang tergenang di atas permukaan tanah. Drainase yang buruk dapat menyebabkan evaporasi lebih besar dari pada perkolasi merupakan faktor utama berlangsungnya proses salinitas. Tentang lambatnya perkolasi tanah dapat disebabkan oleh keadaan tekstur yang halus. Sebagai akibat dari perkolasi yang sangat besar, air yang menguap dari dalam tanah akan menarik air tanah yang melarutkan garam ke atas sehingga waktu menguap akan meninggalkan garam berikut kerak di permukaan tanah atau lapisan yang banyak menandung garam yang disebut horizon silikon atau kristal (Santoso, 2004).
Kadar garam tinggi sering menimbulkan masalah pada lahan pertanian karena mengakibatkan tekanan osmosis larutan tanah daerah perakaran turun, dan timbulnya pengaruh ion spesifik sehingga terjadi tekanan fisiologis. Pengendalian timbulnya garam atau salinitas tergantung seluruhnya pada air, yaitu mutu dan pengolahannya. Diasumsikan jika suatu bentuk garam sulfat yang mengandung Ca ditambahkan dalam tanah yang bekadar garam tinggi, ion Ca mampu menyaingi kedudukan ion Na dalam kompleks serapan mineral liat (Sismiati et al., 2005).
Secara umum, tingkat salinitas tanah yang tinggi memiliki efek ganda pada pertumbuhan, yaitu mengurangi potensial air pada jaringan karena meningkatkan potesial osmotik pada media perakaran, dan memberi efek racun secara langsung karena tingginya konsentrasi ion Na dan Cl yang terakumulasi dalam jaringan tanaman. Akibat jangka pendeknya pertumbuhan tajuk terganggu sebagai akibat dari respon akar karena kekurangan air. Sedangkan akibat jangka panjangnya yaitu tanaman akan mengalami reduksi daun sehingga proses fotosintesis terganggu dan pertumbuhan tanaman akan terhambat (Shamin et al., 2009).
Hasil analisis pertumbuhan padi gogo menunjukkan bahwa konsentrasi garam mempengaruhi luas daun dan bobot kering tanaman yang dihasilkan. Pemberian garam dengan ukuran yang sesuai, cenderung akan menambah luas daun dan bobot kering tanaman yang dihasilkan (Kurniasih et al., 2004).





III. METODOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Ekologi Acara I yang berjudul “Salinitas Sebagai Faktor Pembatas Abiotik” dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 21 April 2011. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan antara lain: timbangan analitik, gelas ukur, erlenmeyer, alat pengaduk, peralatan tanam, dan penggaris. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain : 3 macam benih tanaman yaitu padi (Oryza sativa), kacang panjang (Vigna sinensis), dan ketimun (Cucumis sativus), polybag, NaCl teknis, pupuk kandang, dan kertas tabel.
Pada praktikum ini, mula-mula polybag disiapkan dan diisi dengan tanah sebanyak kurang lebih 3 kg. Lalu kerikil, sisa-sisa akar tanaman lain dan kotoran harus dihilangkan terlebih dahulu agar tanaman tidak terganggu didalam proses pertumbuhannya. Kemudian dipilih biji yang sehat dari jenis tanaman yang akan diperlakukan, kemudian ditanam 5 biji ke dalam masing-masing polybag dan disiram setiap hari dengan air biasa. Setelah berumur satu minggu bibit dijarangkan menjadi 2 tanaman tiap polybag. Lalu dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi 2000 ppm dan konsentrasi 4000 ppm. Sebagai pembanding atau kontrol digunakan air aquades. Kemudian masing-masing konsentrasi larutan garam tersebut dituang pada tiap-tiap polybag sesuai perlakuan sampai kapasitas lapang. Volume masing-masing larutan untuk tiap-tiap polybag harus sama. Lalu tiap polybag diberi label sesuai perlakuan dan ulangannya agar tidak tertukar dengan perlakuan lain. Larutan garam diberikan setiap 2 hari sekali sampai 7 kali pemberian. Selang hari diantaranya tetap dilakukan penyiraman dengan air biasa dengan volume yang sama. Percobaan dilakukan sampai tanaman berumur 21 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Akar diusahakan jangan sampai rusak atau terpotong. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan tiap 2 hari sekali sampai hari ke-21. Pada akhir pengamatan dilakukan pengamatan pada panjang akar, berat segar, dan berat kering tanaman, kemudian diamati juga abnormalitas tanaman misalnya klorosis pada daun. Dari seluruh data yang terkumpul, dihitung rerata 3 ulangan pada tiap perlakuan. Selanjutnya digambar grafik tinggi tanaman pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan dan grafik panjang akar pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman dan grafik jumlah daun pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman. Dan dibuat juga grafik berat segar dan berat kering versus konsentrasi garam pada masing-masing tanaman.




IV. HASIL PENGAMATAN

A. Tinggi Tanaman
1. Tanaman Padi
Perlakuan Tinggi tanaman hari pengamatan ke- (cm)
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 7,4 11,15 14,24 16,98 17,97 18,6 19,26
2000 ppm 7,5 15,3 17,0 20,4 21,6 22,0 22,8
4000 ppm 8,38 12,95 16,18 19,45 20,22 21,07 21,97

2. Tanaman Kacang Panjang
Perlakuan Tinggi tanaman hari pengamatan ke- (cm)
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 17,55 26,3 31,07 32,95 42,83 50,12 58,6
2000 ppm 17,72 25,46 31,57 41,45 45,82 53,10 58,96
4000 ppm 17,4 24,86 29,67 40,24 46,61 52,78 55,7

3. Tanaman Mentimun
Perlakuan Tinggi tanaman hari pengamatan ke- (cm)
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 7,25 9,01 9,87 11,37 14,37 16,50 18,8
2000 ppm 7,54 8,9 10,24 10,89 12,14 14,79 19,02
4000 ppm 8,4 9,8 10,60 12,01 16,22 19,36 21,70

B. Jumlah Daun
1. Tanaman Padi
Perlakuan Jumlah Daun hari pengamatan ke- (helai)
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 1,5 2,0 2,2 2,4 2,8 3,0 3,2
2000 ppm 1,5 2 2 2 2,8 3 3,2
4000 ppm 1,7 2 2 2,3 3 3 3,3
2. Tanaman Kacang Panjang
Perlakuan Jumlah Daun hari pengamatan ke- (helai)
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 1,8 3,2 3,5 3,91 4,6 5,08 5,41
2000 ppm 1,8 3,2 3,83 3,91 5,08 6,08 6,25
4000 ppm 1,8 3,0 3,25 4,0 4,83 5,41 6,0

3. Tanaman Mentimun
Perlakuan Jumlah Daun hari pengamatan ke- (helai)
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 1,6 2,08 2,5 2,75 3,3 3,75 5,08
2000 ppm 1,25 2,0 2,41 2,75 3,0 3,83 4,3
4000 ppm 1,2 2,0 2,58 2,7 3,33 4,33 4,33

C. Panjang Akar
1. Tanaman Padi
Perlakuan Panjang akar (cm)
0 ppm 5,42
2000 ppm 5,84
4000 ppm 6,5

2. Tanaman Kacang Panjang
Perlakuan Panjang akar (cm)
0 ppm 15,05
2000 ppm 11,8
4000 ppm 15,19

3. Tanaman Mentimun
Perlakuan Panjang akar (cm)
0 ppm 20,42
2000 ppm 24,32
4000 ppm 18,39



D. Data Berat Segar dan Berat Kering
1. Tanaman Padi
Perlakuan Berat Segar Berat Kering

0 ppm 0,22 0,03
2000 ppm 0,3 0,05
4000 ppm 0,33 0,06



2. Tanaman Kacang Panjang
Perlakuan Berat Segar Berat Kering

0 ppm 10,55 1,59
2000 ppm 11,17 1,67
4000 ppm 10,52 1,87

3. Tanaman Mentimun
Perlakuan Berat Segar Berat Kering

0 ppm 8,96 0,76
2000 ppm 9,04 0,76
4000 ppm 11,16 1,03











V. PEMBAHASAN
Praktikum acara 1 dengan judul Salinitas Sebagai Faktor Pembatas Abiotik bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kadar garam yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman budidaya. Garam merupakan suatu zat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman yaitu merupakan unsur essensial mikro, dengan kata lain garam (NaCl) dibutuhkan dalam jumlah yang rendah. Cl pada kondisi optimum akan mendorong terbentuknya klorofil daun, sehingga transpirasi dapat ditekan. NaCl merupakan unsur mikro, sehingga apabila keberadaannya melebihi kapasitas, maka akan berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman. NaCl berlebih dapat menghambat perkecambahan, bahkan bila terlalu tinggi akan menyebabkan kematian karena sel-sel tanaman akan kehilangan air selnya.
Garam-garam yang larut dalam tanah merupakan unsur-unsur yang esensial bagi pertumbuhan tanaman, tapi kehadiran larutan garam yang berlebih di dalam tanah akan meracuni tanaman. Kadar garam yang tinggi akan menghambat perkecambahan benih, kualitas hasil, produksi dan merusak jaringan tanaman. Kadar garam (salinitas) akan mempengaruhi proses fisiologi dan morfologi dalam hubungannya dengan keseimbangan air dalam tubuh tanaman. Dalam kaitannya dalam lingkungan salin, tanaman tingkat tinggi ada yang toleran (kelompok halofit) dan rentan (kelompok glikofit) terhadap kadar garam tinggi.
Kadar garam yang tinggi dapat menurunkan laju fotosintesis pada tanaman akibat terhambatnya pengambilan CO2, hal ini mengganggu pertumbuhan tanaman.Karena sebagian besar energi hasil respirasi akan diubah untuk mengatasi cekaman garam, akibatnya kemampuan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi menjadi berkurang. Sehingga dapat diketahui bahwa salinitas berpengaruh pada pertumbuhan termasuk pada tinggi tanaman, jumlah daun serta berat segar dan kering tanaman. Berikut ini disajikan grafik tinggi tanaman dan jumlah daun serta histogram berat segar dan berat kering masing-masing tanaman yang diberi perlakuan berdasarkan data hasil pengamatan.

A. Tinggi Tanaman
Pertumbuhan tanaman diartikan sebagai pertambahan massa, bobot atau volume yang bersifat tidak dapat balik (irreversible). Pertumbuhan dapat diukur dengan beberapa parameter seperti pertambahan panjang atau tinggi tanaman. Jadi pertumbuhan yang optimal akan ditunjukkan dengan pertambahan panjang atau tinggi tanaman yang optimal juga. Tanah salin dapat berpengaruh terhadap pertumbuahn tanaman yang pada akhirnya juga mempengaruhi tinggi tanaman dan tergantung pada tingkat toleran tanaman terhadap tanah salin.

1. Tanaman Padi (Oryza sativa)

Dari grafik terlihat bahwa pada hari pengamatan pertama, tanaman padi pada ketiga perlakuan memiliki tinggi yang hampir sama, hanya saja tanaman padi dengan perlakuan 4000 ppm lebih tinggi sedikit dari perlakuan 0 ppm dan 2000 ppm. Hal ini disebabkan karena cadangan makanan yang tersedia masih cukup dan efek dari pemberian larutan garam belum begitu berarti. Setelah hari pertama, terlihat perbedaan pertumbuhan tanaman padi pada ketiga perlakuan. Urutan pertumbuhan tanaman padi dari tinggi ke rendah yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam konsentrasi 2000 ppm, 4000 ppm dan 0 ppm. Pada hari terakhir pengamatan tinggi tanaman padi pada konsentrasi 2000 ppm paling tinggi diantara ketiga perlakuan, selanjutnya pada perlakuan dengan kadar garam 4000 ppm dan tinggi tanaman paling rendah terjadi pada perlakuan kadar garam konsentrasi 0 ppm.
Dari grafik dapat disimpulkan bahwa tanaman padi baik ditanam pada lingkungan yang tingkat salinitasnya sedang. Akan tetapi, tanaman padi juga tidak begitu buruk jika ditanam pada lingkungan yang tingkat salinitasnya sangat tinggi. Pada kondisi normal tanaman padi tumbuh tidak optimal, ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik dari faktor dalam (genetik) biji padi tersebut maupun dari lingkungannya. Faktor genetik yaitu adanya perbedaan kualitas biji padi yang diberi perlakuan. Sedangkan faktor lingkungan yaitu dapat disebabkan oleh cahaya yang sampai pada tanaman untuk ketiga perlakuan berbeda.

2. Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis)


Dari grafik terlihat bahwa pada hari pengamatan pertama sampai ketiga, tanaman kacang panjang pada ketiga perlakuan memiliki tinggi yang hampir sama. Secara teori kacang panjang digolongkan dalam tanaman glikofit yaitu tanaman yang rentan terhadap tanah salin atau dapat dikatakan bahwa tanaman kacang panjang ini tidak cocok pada media tanam bersalinitas tinggi. Urutan tinggi tanaman kacang panjang dari tinggi ke rendah yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam konsentrasi 2000 ppm, 4000 ppm dan 0 ppm. Seharusnya semakin tinggi kadar salinitas, pertumbuahan tanaman kacang panjang semakin menurun. Tetapi pada percobaan ini tanaman dengan perlakuan pemberian larutan garam 2000 ppm lebih tinggi dari pada perlakuan pemberian larutan garam 0 ppm atau normal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik dari faktor dalam (genetik) biji kacang panjang tersebut maupun dari lingkungannya. Faktor genetik yaitu adanya perbedaan kualitas biji kacang panjang yang diberi perlakuan. Sedangkan faktor lingkungan yaitu dapat disebabkan oleh cahaya yang sampai pada tanaman untuk ketiga perlakuan berbeda.



3. Tanaman Mentimun (Cucumis sativus)



Dari grafik terlihat bahwa secara keseluruhan tanaman mentimun pada perlakuan 4000 ppm merupakan tanaman yang paling tinggi. Urutan pertumbuhan tanaman mentimun dari tinggi ke rendah sampai hari keenam yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam konsentrasi 4000 ppm, 0 ppm dan 2000 ppm. Pada hari terakhir pengamatan tinggi tanaman padi pada konsentrasi 4000 ppm paling tinggi diantara ketiga perlakuan, selanjutnya pada perlakuan dengan kadar garam 2000 ppm dan tinggi tanaman paling rendah terjadi pada perlakuan kadar garam konsentrasi 0 ppm.
Dari grafik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman mentimun toleran terhadap lingkungan salin karena tinggi tanaman mentimun pada konsentrasi 4000 ppm paling tinggi diantara ketiga perlakuan,dimana konsentrasi 4000 ppm merupakan konsentrasi yang tertinggi.



B. Jumlah Daun
Hubungan antara jumlah daun dengan faktor salinitas adalah luas daun tanaman akan dipengaruhi oleh jumlah daun. Pengurangan luas daun merupakan salah satu bentuk mekanisme toleransi tanaman terhadap tanah salin yaitu secara morfologi. Pengurangan jumlah dan luas daun bertujuan untuk memperkecil kehilangan air akibat cekaman garam karena transpirasi tidak diimbangi oleh penyerapan air dari tanah. Perubahan yang tejadi pada pengurangan jumlah daun tanaman dalam tanah salin juga tergantung pada tingkat toleran tanaman terhadap tanah salin.

1.Tanaman Padi (Oryza sativa)



Dari grafik terlihat bahwa pada hari pengamatan pertama sampai kedua, tanaman padi pada perlakuan 2000 ppm dan 0 ppm memiliki jumlah daun yang sama. Urutan jumlah daun tanaman padi dari yang paling banyak yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam konsentrasi 0 ppm, 4000 ppm dan 2000 ppm. Terdapat kekonstanan jumlah daun pada percobaan ini yaitu hari pengamatan kedua sampai keempat pada tanaman padi dengan perlakuan konsentrasi larutan garam 2000 ppm dan pengamatan kedua sampai ketiga pada perlakuan konsentrasi 4000 ppm. Pada hari keenam jumlah daun tanaman padi pada ketiga perlakuan sama.
Dapat disimpulkan bahwa tanaman padi baik ditanam pada lingkungan yang normal. Ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tanaman padi bagus ditanam pada kondisi normal atau tidak salin. Akan tetapi tanaman padi juga tidak buruk jika ditanam pada kondisi salin, ini terlihat dari grafik bahwa tinggi tanaman pada ketiga perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak begitu signifikan.


2. Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis)



Dari grafik terlihat bahwa pada hari pengamatan pertama sampai kedua, tanaman kacang panjang pada perlakuan 2000 ppm, 4000 ppm dan 0 ppm memiliki jumlah daun yang sama. Lalu dapat dilihat juga bahwa jumlah daun tanaman kacang panjang pada perlakuan 2000 ppm, 4000 ppm dan 0 ppm memiliki jumlah daun yang sama pada hari keempat. Dan juga dari grafik terlihat bahwa tanaman kacang panjang pada perlakuan 2000 ppm memiliki jumlah daun yang paling banyak, lalu selanjutnya pada perlakuan pemberian larutan garam konsentrasi 4000 ppm dan 0 ppm. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara jumlah daun pada perlakuan pemberian larutan garam dengan konsentrai 2000 ppm dengan perlakuan pemberian larutan garam konsentrasi 4000 ppm dan 0. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kacang panjang agak toleran terhadap tanah salin.



3. T anaman Mentimun (Cucumis sativus)


Dari grafik terlihat bahwa pada hari pengamatan pertama, tanaman mentimun pada perlakuan pemberian larutan garam konsentrasi 0 ppm merupakan yang terbanyak, lalu pada hari kedua sampai empat tanaman mentimun pada ketiga perlakuan memiliki jumlah daun yang sama. Urutan jumlah daun tanaman mentimun dari yang paling banyak yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam konsentrasi 0 ppm, 4000 ppm dan 2000 ppm. Pada perlakuan pemberian larutan garam 0 ppm terjadi pertumbuhan jumlah daun yang paling optimal. Sedangkan pada perlakuan pemberian larutan garam 2000 dan 4000 ppm terjadi pertumbuahan jumlah daun yang hampir sama.
Dari grafik di atas,maka dapat disimpulkan bahwa tanaman mentimun agak toleran terhadap lingkungan salin. Sehingga dapat dikatakan bahwa mentimun termasuk tanaman halofit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tanaman mentimun termasuk golongan tanaman halofit.

C. Berat Segar dan Berat Kering
Hubungan berat segar dan berat kering tanaman dengan pertumbuahan yaitu jumlah kadar air yang dapat diserap oleh tanaman. Jika tanaman dapat menyerap secara optimal kadar air yang ada di dalam tanah tanah maka berat segar dan berat keringnya akan tinggi dibandingkan dengan tanaman yang menyerap air secara tidak optimal. Kadar garam berlebih dalam tanah berbahaya bagi tanaman dalam pertumbuhannya. Hal ini disebabkan tanaman kehilangan air akibat proses evaporasi. Kandungan garam yang tinggi pada tanah akan mengganggu proses penyerapan air sehingga akan terjadi pengurangan berat segar dan berat kering tanaman tergantung pada toleransi tanaman terhadap tanah salin.

1. Tanaman Padi (Oryza sativa)



Dari histogram berat segar dan berat kering dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman yang paling optimal adalah pada perlakuan 4000 ppm. Dan pertumbuhan yang paling lambat adalah pada perlakuan 0 ppm. Urutan berat segar dan berat kering tanaman padi dari yang paling tinggi yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam 4000 ppm, 2000 ppm, dan 0 ppm. Tanaman padi adalah tanaman yang toleran terhadap kondisi dengan tanah salin. Hal ini terlihat dari grafik yang menunjukan berat segar antara ketiga perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa padi termasuk golongan tanaman halofit.

2. Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis)


Dari histogram berat basah dan berat kering dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman yang paling optimal adalah pada perlakuan 2000 ppm. Dan untuk perlakuan 0 ppm dan 4000 ppm hampir sama. Urutan berat segar tanaman mentimun dari yang paling tinggi yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam 2000 ppm, 0 ppm, dan 4000 ppm. Sedangkan urutan berat kering tanaman mentimun dari yang paling tinggi yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam 4000 ppm, 2000 ppm, dan 0 ppm.
Tanaman kacang panjang adalah tanaman yang cukup toleran terhadap kondisi dengan tanah salin. Hal ini terlihat dari histogram yang menunjukan berat segar antara ketiga perlakuan menunjukkan nilai yang hampir sama. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kacang panjang termasuk golongan tanaman glikofit. Jika ditinjau dari urutan keseluruhan berat segar tanaman kacang panjang terdapat kesesuaian dengan teori, dimana semakin tinggi kadar salinitas, berat segar tanaman kacang panjang semakin rendah, tetapi tidak demikian pada berat keringnyai. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yaitu ketersediaan air dalam tanah dan jumlah kadar air diserap tanaman berbeda antara ketiga perlakuan tersebut. Dan juga faktor lama atau tidaknya waktu pengovenan.

3.Tanaman mentimun (Cucumis sativus)



Dari histogram berat basah dan berat kering dapat dilihat urutan berat segar tanaman mentimun dari yang paling tinggi yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam 4000 ppm, 2000 ppm,dan 0 ppm. Sedangkan urutan berat kering tanaman mentimun dari yang paling tinggi yaitu pada perlakuan pemberian larutan garam 4000 ppm, 2000 ppm, dan 0 ppm. Artinya berat segar dan berat keringnya konstan yaitu 4000 ppm, 2000 ppm, dan 0 ppm. Tanaman mentimun adalah tanaman yang toleran terhadap kondisi dengan tanah salin. Hal ini terlihat dari histogram yang menunjukan berat segar dan berat keringnya antara ketiga perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa mentimun termasuk golongan tanaman halofit.


D. Panjang Akar
1. Tanaman Padi (Oryza sativa)

Dari histogram panjang akar padi di atas dapat dilihat bahwa tanaman padi yang memiliki akar paling panjang adalah tanaman padi 4000 ppm kemudian tanaman padi 2000 ppm dan yang terakhir tanaman padi 0 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman padi adalah tanaman yang tahan terhadap salinitas karena walaupun dalam kondisi salin tanaman tetap dapat menyerap unsur hara melalui akar tanaman. Ini dapat dilihat pada tanaman padi pada perlakuan 4000 ppm yang memiliki akar paling panjang.
2.Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis)

Berdasarkan histogram panjang akar kacang panjang di atas tampak bahwa tanaman yang memiliki akar terpanjang adalah tanaman kacang panjang 4000 ppm diikuti dengan tanaman kacang panjang 0 ppm dan yang memiliki akar paling pendek adalah tanaman kacang panjang 2000 ppm. Dari hasil tersebut tanaman kacang panjang merupakan tanaman yang toleran terhadap salinitas sehingga akar tanaman tetap dapat menyerap unsur hara walaupun dalam kondisi salin.Ini dapat dilihat pada tanaman kacang panjang pada perlakuan 4000 ppm yang memiliki akar paling panjang.
3.Tanaman Mentimun (Cucumis sativus)



Dari histogram panjang akar mentimun di atas terlihat jika tanaman yang memiliki akar paling panjang adalah tanaman mentimun 2000 ppm. Tanaman yang memiliki akar terpanjang kedua adalah tanaman mentimun 0 ppm dan yang memiliki akar paling pendek adalah tanaman mentimun 4000 ppm. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tanaman mentimun merupakan tanaman yang toleran terhadap salinitas karena walaupun berada pada lingkungan yang salin tanaman tetap dapat tumbuh dengan maksimal dan akar tanaman dapat menyerap unsur hara pada kondisi kadar garam yang cukup tinggi


VI. KESIMPULAN

1. Salinitas berdampak pada pertumbuhan tanaman secara morfologi akan mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, berat segar dan berat kering tanaman. Perubahan itu tergantung pada kadar salinitas yang diberikan kepada tanaman dan tingkat toleransi tanaman terhadap salinitas. Salinitas juga berdampak menghambat perkecambahan, mempengaruhi kualitas benih dan produksi serta dapat merusak jaringan tanaman.
2. Salinitas merupakan kandungan garam yang ada di dalam tanah.
3. Berdasarkan tingkat toleransi tanaman terhadap salinitas, tanaman dibedakan menjadi :
a. Halofit yaitu tanaman yang toleran terhadap tanah salin.
b.Glikofit yaitu tanaman yang tidak toleran/rentan terhadap tanah salin.
4. Dari ketiga tanaman yang diuji, tingkat toleransi terhadap salinitas dari yang paling toleran yaitu tanaman padi (Oryza sativa), mentimun (Cucumis sativus), dan yang agak toleran/rentan yaitu tanaman kacang panjang (Vigna Sinensis).



DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Ecology..Diakses pada tanggal 21 April
2011.
Kurniasih, B. , D. Indradewa dan Melasari. 2004. Hasil dan sifat perakaran varietas
padi gogo pada beberapa tingkat salinitas. Jurnal Ilmu Pertanian 9 : 1-10.
Santoso, B. 2004. Tanah Salin, Tanah Sodik, dan Cara Meraklamasinya. Yayasan Pembina Fakultas Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Shamin, A. H and T. Akae. 2009. Desanization of saline soils aimed at environmentally sustainable agriculture: A new thought. Journal of American Sciene 5: 197-198.
Sismiati, R. , G. Soepandi dan L. I. Nasution. 2005. Peningkatan produktivitas lahan sawah
berkadar garam tinggi. Penelitian Pertanian VI 3: 34-35.
Staples, R. C and G. H. Toeniesen . 2005. Salinity Tolerance in Plants Stategnes For Crop
Improvmen. A wiley – Interscience Publication . John Wiley and Sons . New York.














LAMPIRAN

Wednesday, November 23, 2011

LAPORAN PRAKTIKUM KLIMATOLOGI ACARA 4

ACARA 4
MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT

I. TUJUAN

1. Melatih mahasiswa menyatukan berbagai anasir iklim guna menyatukan tipe iklim.
2. Melatih mahasiswa menetahui hubungan tipe iklim dengan keadaan setempat.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi. Indonesia terletak di daerah equator (7° LU - 11°LS) dan diapit oleh benua Asia dan benua Australia. Benua Asia dan Australia terletak moonson foci yang menyebabkan adanya adanya dua periode musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dan persebaran curah hujan di Indonesia yang tidak merata karena sebaran pulau dan gunung yang banyak. Dengan melihatkeadaan iklim yang khas itu, maka untuk menentukan tipe iklim di Indonesia diperlukan metode iklim tersendiri (Subarno, 1998).
Iklim disusun oleh unsur-unsur yang sama dengan penyusunan cuaca. Untuk mencari harga rata-rata ini tergantung pada keadaan dan kebutuhan. Hanya perlu diketahui untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan iklim harus berdasarkan pada harga normal. Yaitu haraga rata-rata selama sepuluh tahun, angka tiga puluh tahun merupakan persetujuan internasional (Wisnusubroto et.al; 1986).
Berdasarkan data iklim dari stasiun pengamatan iklim terdekat terutama curah hujan dan hari hujan selama sepuluh tahun secara berurut-urutan, menunjukkan bahwa bulan-bulan basah (curah hujan > 100mm/bulan) hanya terjadi pada bulan Desember hingga Maret, bulan-bulan lembab (curah hujan 60-100mm / bulan) tejadi selama liam bulan, dan sisanya merupakan bulan kering (curah hujan <60 mm) terjadi pada bulan Mei sampai Juli. Berdasar klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson wilayah ini termasuk dalam tipe iklim B. sedangkan jumlah hari hujan berkisar antara 4,7 hari / bulan (September) sampai 17,8 hari / bulan (Januari) (Anonim, 2003).
Hujan adalah nama yang diberikan untuk semua curahan cair yang bukan gerimis. Titik hujan terkecil bergaris tengah 0,5 mm. ukuran tebesar mengalami perbatasan alami. Titik yang bergaris tengah > 0,5mm tidak mantap dan terpecah menjadi titik kecil ketika jatuh. Dalam awan yang mengalami gerakan ke atas melebihi kecepatan itu, tidak ada titik yang dapat jatuh ke tanah. Hujan curah yang terdiri dar hujan dengan perubahan intensitas yang cepat serta permulaan dan akhir yang tiba-tiba jatuh dari awan bergolak. Hujan dikatakan kecil jika jatuh dengan kecepatan kurang dari 0,5mm / jam, hujan dari 0,5-44 mm / jam, hujan lebat lebih dari 44 mm / jam (Neiburger, 1982).
Peralihan musim merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi musim kemarau dan musim hujan lebih dini, sehingga perencanaan pertanian terutama periode tanam dan jenis komoditas dapat disusun sesuai dengan kondisi iklim aktual. Perubahan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya dapat dilakukan dengan menggunakan indikator penciri musim untuk menentukan apakah wilayah berada pada periode musim hujan, memasuki musim hujan, musim kemarau, dan memasuki musim kemarau. Berdasar permasalahan anomali iklim dan iklim bulanan utuk meminimalkan resiko pertanian, maka ada tiga hal yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan tersebut yaitu (Irianto, 2003) :
1. Analisis perkembangan iklim dengan indikator penciri perubahan musim.
2. Analisis perkiraan curah hujan menggunakan teknik Kalman filter.
3. Diseminasi informasi anomali iklim dan mitigasinya kepada pengambil kebijakan.
Karena iklim terdiri dari suatu tempat disusun oleh unsur-unsur yang variasinya besar, maka hampir tidak mungkin ada dua tempat yang memiliki dua iklim identik. Pengklasifikasian iklim mempunyai persamaan tujuan yaitu berusaha untuk menyederhanakan jumlah iklim lokal yang tidak terbatas jumlahnya itu menjadi golongan yang jumlahnya relatif sedikit yaitu kelas-kelas yang mempungyai sifat penting yang besamaan (Wisnusubroto, 1986).
Koppen membagi permukaan bumi menjadi lima golongan iklim (Wisnusubroto, 1986) :
a. iklim hujan tropika
b. iklim kering
c. iklim sedang
d. iklim dingin
e. iklim kutub
Menurut Mohr sistem Koppen kurang berlaku di Indonesia, karena mengenai hujan Mohr mengemukakan batasa-batasan baru untuk menunjukkan adanya kekuatan periode kering terhadap tanah dan gambaran curah hujan. Tiga derajat kebasahan bulan menurut Mohr ialah bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering (Wisnusubroto, 1986).
Pertanian mungkin dipertimbangkan sumber iklim proses eksploitasi dari hasilnya, peternakan dan peralatan (mesin) yang digunakan. Dalam penyerapan permukaan dengan properti yang khusus, tanah dalam pembuatannya mengunakan elemen-elemen ini. Jangka waktu sumber iklim peratanian menunjukkan pada sumber ilmu iklim pada pertanian (William, 1983).














III. METODOLOGI

Praktikum “Mementukan Iklim Suatu Tempat” dilakukan pada hari Selasa, 14 Maret 2006, di laboratorium Agroklimat Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Bahan yang digunakan adalah data curah hujan (CH ) selama 10 tahun pada stasiun Curug, Tangerang, Jawa Barat, data rerata suhu udara (T) bulanan, dta tinggi tempat (h), dan data pendukung pola tanam vegetasi dominan dan tanah. Kemudian data-data tersebut digunakan untuk menganalisis iklim daerah setempat menurut sistem klasifikasi Mohr, Schmidt-Fergusson, Oldeman dan Koppen.
Untuk klsifikasi berdasarkan Mohr pertama kali dibuat kolom curah hujan (CH) per tahun, urah hujan (CH) rerata, dan Derajat Kebasahan Bulan (DKB). Kemudian data yang didapat dikasukkan ke dalam tabel dan dihitung curah hujan rerata dan dimasukkan dalam kolom DKB. Dan dihitung jumlah bulan basah (BB), bulan lembab (BL), dan bulan kering (BK). Kemudian ditentukan iklim daerah setempat menurut penggolongan iklim menurut Mohr.
Untuk klasifikasi Schmidt-Fergusson pertama kali dibuat tabel dengan kolom bulan, curah hujan per tahun dengan kolom DKB pada setiap kolom tahun. Semua data dimasukkan dalam tabel, lalu ditentukan DKB tiap data dan dimasukkan dalam kolom DKB, lalu dihitung jumlah BB, BL, dan BK tiap tahun dan dihitung nilai Q dengan rumus Q = dan iklim setempat ditentukan menurut penggolongan iklim Schmidt-Fergusson.
Untuk klasifikasi Oldeman, pertama kali dibuat tabel dengan kolom-kolom seperti yang digunakan pada klasifikasi Mohr. Semua data dimasukkan pada tabel dan DKB dalam setiap data ditentukan menurut kriteria Mohr. Jumlah rerata BB, BL, dan BK dihitung dalam angka bulat, dan tipe iklim suatu daerah setempat ditentukan dengan “Sistem Klasifikasi Agroklimat”.
Sedangkan untuk klasifikasi Koppen, dilakukan dengan menghitung rerata BB, BL, dan BK. Selain itu untuk klasifikasi Koppen dibutuhkantabel identifikasi tipe iklim untuk menentukan suatu tipe iklim.

IV HASIL PENGAMATAN

A. Mohr
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des
1980 23.1 23 - 23.4 23.3 23 22.5 21.9 23 22.7 23.1 -
1981 571 198 294 200 165 132 - 35 240 210 144 311
1982 - - 53 - 149 84 31 - 144 121 9 132
1983 288 213 157 190 - 103 42 11 2 249 - 187
1984 369 289 - - - 77 130 197 - 152 207 -
1985 - - 176 - - - - 147 304 126 174 186
1986 394 120 241 72 84 136 114 187 267 314 198
1987 664 231 - - - - - - - - 172 288
1988 269 198 394 181 351 42 67 110 109 261 396 -
1989 319 231 259 205 203 121 64 76 127 163 191 188
Jml 2897 1503 1574 799.4 963.3 666 492.5 711.9 1136 1571.7 1630.1 1490
Rrt 362.1 187.9 224.9 159.9 160.6 83.3 70.36 88.99 142 174.63 181.12 212.86
BB BB BB BB BB BL BL BL BB BB BB BB

Klasifikasi Mohr termasuk Golongan I
Daerah basah, daerah dengan CH melebihi penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL antara 1-6)

B. Schmidt dan Fergusson
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des BK BL BB
1980 BK BK - BK BK BK BK BK BK BK BK - 10 0 0
1981 BB BB BB BB BB BB - BK BB BB BB BB 1 0 10
1982 - - BK BB BL BK - BB BB BK BB 3 1 4
1983 BB BB BB BB - BB BK BK BK BB - BB 3 0 7
1984 BB BB - - BL BB BB - BB BB - 0 1 6
1985 - - BB - - - - BB BB BB BB BB 0 0 6
1986 BB BB BB - BL BL BB BB BB BB BB BB 0 2 9
1987 BB BB - - - - - - - - BB BB 0 0 4
1988 BB BB BB BB BB BK BL BB BB BB BB - 1 1 9
1989 BB BB BB BB BB BB BL BL BB BB BB BB 0 2 10
Jml 18 7 65
BK = = 1,8
BL = = 0,7
BB = = 6,5
Q = = 0,28
Klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk golongan B

C. Oldeman
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des BK BL BB
1980 BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK 12 0 0
1981 BB BL BB BL BL BL BK BK BB BB BL BB 2 5 5
1982 BK BK BK BK BL BK BK BK BL BL BK BL 8 4 0
1983 BB BB BL BL BK BL BK BK BK BB BK BL 5 4 3
1984 BB BB BK BK BK BK BL BL BK BL BB BK 6 3 3
1985 BK BK BL BK BK BK BK BL BB BL BL BL 6 5 1
1986 BB BL BB BK BK BK BL BL BL BB BB BL 3 5 4
1987 BB BB BK BK BK BK BK BK BK BK BL BB 8 1 3
1988 BB BL BB BL BB BK BK BL BL BB BB BK 3 4 5
1989 BB BB BB BB BB BL BK BK BL BL BL BL 2 5 5
55 36 29
__
BK = = 5,5 5
__
BL = = 3.6 4
__
BB = = 2.9 3
Zone iklim D3

D. Koppen
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des Jml
1980 23.1 23 - 23.4 23.3 23 22.5 21.3 23 22.7 23.1 - 228.4
1981 571 198 294 200 165 132 - 35 240 210 144 311 2500
1982 - - 53 - 149 84 31 - 144 121 9 132 723
1983 288 213 157 190 - 103 42 11 2 249 - 187 1442
1984 369 289 - - - 77 130 197 - 152 207 - 1421
1985 - - 176 - - - - 147 304 126 174 186 1113
1986 394 120 241 - 72 84 136 114 187 267 314 198 2127
1987 664 231 - - - - - - - - 172 288 1355
1988 269 198 394 181 351 42 67 110 109 261 396 - 2378
1989 319 231 259 205 203 121 64 76 127 163 191 188 2147
15434.4


T Max T Min T Rerata
Jan 30.8 23.3 27.05
Feb 30.7 23.3 27
Mar 31.1 23.3 27.2
Apr 31.4 22.9 27.15
Mei 31.4 22.9 27.15
Juni 31.2 22.7 26.95
Juli 31.1 21.6 26.35
Agst 31.5 22 26.75
Sep 32 22.3 27.15
Okt 32.2 22.8 27.5
Nop 32.2 22.8 27.5
Des 31 23.3 27.15
27.075

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des
Eto P 4.4 5 5 5 4.8 4.6 5 5.4 5.7 5.9 5.4 5.1


V. PEMBAHASAN

Untuk menentukan tipe iklim dapat dilakukan dengan berbagai metode klasifikasi yang masing-masing memiliki kriteria tertentu dalam menentukan tipe iklim di suatu daerah. Pada stasiun Curug, Jawa Barat yang terletak pada lintang 7° LS dan tinggi tempat 46 m di atas permukaan air laut. Kita dapat mengetahui hasil klasifikasi yaitu :
A. Sistem Klasifikasi Menurut Mohr
Menurut klasifikasi iklim Mohr daerah Curug, Jabar tergolong pada golongan I sebab daerahnya basah dengan CH melebihi penguapan selama 12 bulan dan hampir tanpa periode kering.
Penggolongan ini sesuai dengan jumlah BK, BL, dan BB yang dimiliki. Daeran Curug, Jabar menurut klasifikasi Mohr memiliki 9 BB, 4 BL, 0 BK. Sistem klasifikasi ini merupakan metode yang paling sederhana. Mohr hanya melakukan klasifikasi berdasarkan curah hujan dengan melihat kebasahan suatu bulan. Mohr membagi lima daerah iklim di daerah-daerah khatulistiwa. Klasifikasi ini kurang sesuai bila digunakan di daerah-daerah yang memiliki empat musim.
Kelebihan klasifikasi Mohr ini adalah dari data curah hujan bulanan dapat diketahui pergeseran iklim tiap bulan. Klasifikasi Mohr ini sangat sesuai bila digunakan di Indonesia. Kelemahannya adalah tidak dapat diketahui pergeseran iklim tiap tahun, dasar penentuannya hanya dari curah hujan sehingga hanya dapat digunakan untuk menentukan iklim di daerah dengan curah hujan stabil maupun periodik.

B. Sistem Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt dan Fergusson
Dari mulai rasio 0,143 Q < 0,333 daerah Curug Tangerang Jabar digolongkan ke dalam golongan B, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis.
Tipe iklim daerah Curug Tangerang Jabar ini menurut Schmidt dan Fergusson adalah sama dengan klasifikasi menurut Mohr karena Schmidt dan Fergusson menggunakan batasan-batasan BB, BL dan BB menurut kriteria Mohr dalam menentukan DKB.
Kelebihannya dapat diketahui pergeseran iklim setiap tahun, sedangkan kekurangannya tidak dapat mengetahui pergeseran iklim bulanan. Secara umum klasifikasi ini banyak digunakan di bidang perkebunan dan kehutanan.

C. Klasifikasi Menurut Oldeman
Metode klasifikasi ini lebih menekankan hubungan antara iklim dan tanaman, sehingga disebut juga sebagai “Sistem Klasifikasi Agroklimat”. Klasifikasi ini didasarkan pada kebutuhan curah hujan untuk tanaman padi dan palawija. Daerah Curug Tangerang Jabar memiliki 5 BK, 4 BL dan 3 BB, sehingga menurut Oldeman daerah ini tergolong ke dalam zone D3 yaitu daerah dengn 3-4 BB berurutan dan jumlah BK 4-6. Menurut klasifikasi ini periode…tidak dapat dihindari, namun penanaman dua tanaman bergantian masih mungkin dilakukan.
Tipe iklim daerah Curug Tangerang Jabar sedikit berbeda dengan tipe iklim menurut Mohr, Schmidt dan Fergusson. Perbedan sistem klasifikasi oldeman dengan Mohr adalah dalam hal batasan-batasan BB, BL dan BK, selain itu Oledeman sudah melibatkan pengaruh evapotranspirasi. Dengan demikian sistem ini dapat ditanami padi dan palawija.
Kelebihan sistem Oldeman adalah dapat memperkirakan pola tanam dengan keterkaitan iklim dan tanaman, serta dapat diketahui pergeseran iklim tiap tahun yang telah memperhitungkan evaporasi. Kelemahan yang dimiliki dalam klasifikasi ini adalah belum dapat menjelaskan pergeseran bulanan.

D. Sistem Klasifikasi Menurut Koppen
Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan dari tabel IV (tabel identifikasi) dan tabel V (metode determinasi iklim menurut klasifikasi Koppen), maka dapat ditentukan daerah Curug Tangerang Jabar, menurut Koppen termasuk daerah Aw. Aw maksudnya adalah iklim hujan tropis (tropical rainy climate), daerah iklim panas, suhu rerata bulanan > 18°C dan sekurang-kurangnya satu bulan dengan curah hujan <60mm.
Klasifikasi iklim menurut Koppen berbeda dengan klasifikasi iklim lainnya. Ketiga klasifikasi tersebut pada umumnya didasarkan pada curah hujan dan hubungan iklim dengan tanaman, tetapi klasifikasi iklim menurut Koppen lebih didasarkan pada rata-rata curah hujan dan suhu baik bulanan maupun tahunan dan batas-batas iklim ditentukan dengan batas-batas hidup tanaman.
Kelebihan dari klasifikasi iklim menurut Koppen adalah dasar curah hujan dan ada tambahan suhu tahunan, dapat diterapkan di seluruh permukaan bumi, serta penyusunan simbol-simbol iklim yang kita dapat dari determinasi dapat dengan tepat merumuskan sifat dan corak iklim di suatu wilayah. Kekurangan sistem klasifikasi iklim ini hanya dapat dilihat vegetasi asli, namun belum menjelaskan tanaman produksi yang cocok, serta kurang memperhitungkan tanah dimana vegetasi asli berada. Klasifikasi ini juga kurang tepat dalam penentuan pola tanam.





VI. KESIMPULAN

1. Iklim merupakan gabungan kondisi cuaca sehari-hari atau merupakan rata-rata curah hujan, yaitu selama 30 tahun. Klasifikasi ini dapat dibedakan secara genetis dan secara empirik.
2. Klasifikasi iklim di Indonesia pada umumnya tergantung curah hujan. Tipe iklim di Indonesia sesuai dengan klasifikasi Mohr, tipe iklim di Indonesia untuk daerah Curug, Tangerang, Jawa Barat adalah :
A. Menurut Klasifikasi Mohr pada golongan I sebab daerahnya basah dengan curah hujan melebihi penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL antara 1-6)
B. Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk golongan B, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis.
C. Menurut klasifikasi Oldeman termasuk zone D, daerah dengan 3-4 BB berurutan subdivisinya 3, yaitu BK 4-6 dengan periode tanam 3-5 bulan.
D. Menurut klasifikasi Koppen termasuk daerah Aw yaitu iklim hujan tropis merupakan daerah iklim panas, suhu rerata bulanan lebih dari 18°C dan sekurang-kurangnya satu bulan dengan curah hujan kurang dari 60mm.












DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Overview terhadap situasi iklim tahunan. http://www.soilclimate.com. Diakses pada 17 Maret 2006.

Irianto, G. 2003. Model prediksi anomali iklim untuk mengurangi resiko pertanian. http://www.baitklimat.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 17 Maret 2006.

Neiburger, M. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung.

Subarno, M. T.1998. Klimatologi Dasar. UPN “Veteran” Press. Yogyakarta.
Williams, G. D. V. 1983. Agroclimatic resource and analysis an example using a index derived and applied for Canada. Agricultural Meteorological Journal, XXVIII (1), halaman: 31-47.

Wisnusubroto, S. Aminah, S. Siti Lela. dan Nitisapto Mulyono. 1986. Asas-asas Meteorologi. Ghalia Indonesia. Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM KLIMATOLOGI ACARA 3

ACARA 3
ANALISIS DATA METEOROLOGI

I. TUJUAN

1. Melatih mahasiswa untuk mengolah dan menganalisis data meteorologi pertanian serta menyajikannya dalam data siap pakai.
2. Mempelajari hubungan timbal balik antara anasir-anasir iklim.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Agar maksud data analisis data meteorologi lebih bermanfaat, maka dilakukan pengorganisasian dan analisis data dari seluruh jaringan pengamat cuaca. Misalnya, analisis data berdasarkan time series (pengamatan jangka panjang), penafsiran terhadap suatu parameter yang sukar dilakukan dengan cara didekati dengan parameter yang mempunyai hubungan dan berdasarkan rumus antara parameter tersebut (Wisnusubroto, 1999).
Dengan berdasarkan kepada metode statistika maka terdapat teknik menganalisis data untuk sebuah persoalan yang menyangkut dua peubah atau lebih yang ada atau diduga ada dalam suatu pertautan tertentu yang disebut teknik analisis regresi dan analisis korelasi. Regresi multipel adalah regresi yang melibatkan sebuah peubah tak bebas dan dua atau lebih peubah bebas. Yang kemudian disusun oleh analisis korelasinya dalam bentuk korelasi multipel. Regresi merupakan bentuk hubungan antara peubah respon (Y) dan peubah prediktor (X). Manfaat dari analisa regresi adalah mengetahui peramalan rata-rata peubah respon berdasarkan peubah prediktor, perkiraan rerata untuk peubah respon untuk setiap perubahan satuan prediktor termasuk selang taksiran rata-rata dan individual untuk peubah respon. Selain itu, jika hubungan antar peubah respon dengan peubah prediktor memang ada maka untuk mengetahui ada atau tidaknya kontribusi peubah prediktor terhadap peubah respon terdapat pada bagian korelasi (r), harga r berkisar pada nilai -1 hingga 1. Koefisien korelasi negatif memiliki hubungan dengan koefisien arah negatif. Sedangkan korelasi positif memiliki hubungan dengan koefisien arah positif. Dan jika korelasi mempunyai nilai nol maka koefisien arah nol atau dapat dikatakan jika antara peubah respon dan peubah prediktor tidak memiliki hubungan. (Sudjana, 1991).
Probabilitas dan prakiraan data curah hujan lebih praktis mendapatkan perhatian, karena hal ini dapat mengubah hasil panen tanaman, permintaan evaporasi dan tipe tanah. Pada faktanya periode dengan kalkulasinya dibutuhkan untuk mengubah nilai kritik dari curah hujan dalam suatu periode. Permasalahan yang ada seperti ketidaktepatan dalam perubahan kalkulasi dengan jangka waktu yang pendek dan curah hujan yang rendah (Jackson, 1984).
Jumlah curah hujan tidak menunjukkan informasi yang dibutuhkan untuk mengukur pengikisan dari badai hujan. Kekuatan yang digunakan di permukaan tanah dengan setiap tetesan air hujan dapat diperlihatkan dengan kekuatan yang meliputi badai hujan. Untuk menghitung nilai ini, informasi yang harus tersedia adalah besar dan lamanya hujan badai, ukuran dan kecepatan pada tiap tetesan hujan dan penyaluran ukuran tiap tetes (Linder,1981).
Cara memprediksi kemungkinan curah hujan yaitu dengan melakukan banyak penyelidikan mengenai distribusi curah hujan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1978):
1. Cara distribusi normal
Cara ini digunakan untuk menyelesaikan atau menghitung distribusi normal yang didapat dengan merubah variabel distribusi asimetris (X) ke dalam logaritma atau ke dalam akar pangkat n.
2. Cara kurva asimetris
Cara ini adalah cara yang langsung menggunakan kurva asimetris kemungkinan kerapatan. Cara-cara yang digunakan adalah jenis distribusi eksponensial dan distribusi harga ekstrim.
3. Cara yang manggunakan kombinasi cara 1 dan cara 2
Sedangkan Linder (1981), mengungkapkan bahwa dalam daerah musim hujan, hujan harian biasanya jatuh selama satu badai, kemudian hal ini dapat dianggap bahwa curah hujan bulanan dibagi dengan jumlah hujan harian tiap bulan menghasilkan pengukuran yang layak dari rata-rata jumlah hujan yang turun selama satu badai pada bagian bulan tersebut.

III. METODOLOGI

Pada percobaan analisis data meteorologi yang dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Maret 2006 dan dilakukan di laboratorium agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Bahan praktikum ini meliputi data bulanan selama satu tahun dari stasiun meteorologi yang terdiri atas data curah hujan (CH), kelembaban nisbi (RH), evaporasi (EV), termometer bola basah (TBB), termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), dan intensitas penyinaran (IP), bahan ini digunakan untuk analisis, penyajian dan interpretasi data. Sedangkan untuk analisis korelasi dan analisis regresi digunakan data temperatur (T), kelembaban nisbi (RH), evaporasi (EV), termometer bola basah (TBB), termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), dan intensitas penyinaran (IP) bulanan selama satu tahun yang diperoleh dari analisis data yang diperoleh.
Dalam menyajikan dan mengintepretasi data meteorologi pertanian memerlukan pembagian kerja yaitu dengan membagi mahasiswa menjadi beberapa kelompok menurut stasiun meteorologi sebagai sumber data. Kemudian masing-masing kelompok saling menukarkan data yang telah diperoleh.
Untuk menghitung banyaknya curah hujan yang pertama kali dilakukan adalah menghitung jumlah curah hujan perdasarian, tinggi curah hujan bulanan, dan curah hujan tahunan. Kemudian dihitung jumlah hari hujan selama setahun., bulan-bulan basah, dan bulan-bulan kering menurut Mohr.
Untuk mengolah data suhu udara (TBB dan TBK) dihitung rata-rata suhu harian, yang mengukurnya digunakan cara dua kali suhu udara pada pukul 07.00 ditambah suhu udara pada pukul 13.00 dan ditambah lagi dengan suhu udara pada pukul 18.00 kemudian data tersebut dibagi empat. Untuk menghitung suhu bulanan dilakukan dengan cara membagi jumlah suhu harian selama satu bulan dengan jumlah hari dalam satu bulan tersebut. Sedangkan untuk menghitung suhu tahunan dilakukan dengan cara membagi jumlah suhu bulanan selama satu tahun dengan jumlah bulan dalam satu tahun (12 bulan). Atau dapat digunakan rumus Braak yaitu T tahunan = 26,3-0,6h; suhu maksimum = 31,3-0,62h; dan suhu minimum = 22,8-0,53h. Dan yang terakhir dibuat grafik suhu bulanan selama satu tahun.
Untuk menghitung kelembaban relatif udara dapat dilakukan dengan rumus perhitungan suhu harian dan suhu tahunan., dengan dasar selisih TBB dan TBK pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00. kemudian dibuat grafik ayunan RH (kelembaban relatif udara) bulanan selama satu tahun dan yang terakhir diberikan pembahasan mengenai pola ayunan T dan RH bulanan selama satu tahun.
Untuk menghitung panjang penyinaran (PP), intensitas penyinaran (IP), dan evaporasi (EV) mula-mula dihitung rerata panjang penyinaran, intensitas penyinaran dan evaporasi bulanan selama satu tahun. Kemudian dibuat grafik rerata panjang penyinaran, intensitas penyinaran, dan evaporasi bulanan selama satu tahun. Dan yang terakhir adalah pembahasan mengenai pola ayunan panjang penyinaran (PP), intensitas penyinaran (IP), dan evaporasi (EV) selama satu tahun.
Untuk analisis regresi dan analisis korelasi, dilakukan penghitungan nilai regresi dan korelasi dengan bantuan data harian selama setahun diantara dua anasir iklim. Analisis dilakukan dengan menggunakan kalkulator sehingga diperoleh persamaan regresi y = a + bx dan koefisien korelasi (r). Dan yang terakhir dilakukan adalah dibuat grafik persamaan regresi dari hubungan antara anasir iklim tersebut serta dibandingkan dengan keeratan masing-masing hubungan.







IV. HASIL PENGAMATAN

1. Menghitung rata-rata suhu TBB dan TBK digunakan rumus
T = 2 (T 07.00) + (T 13.00) + (T 18.00)
4
Contoh perhitungan rata-rata suhu TBB dan TBK pada bulan Januari
• Rata-rata suhu TBK pada bulan Januari
T = 2(24,38) + 30,26 + 25,88
4
= 104,9
4
= 26.225
• Rata-rata suhu TBB pada bulan Januari
T = 2(23,48) + 26,87 + 24,42
4
= 98,25
4
= 24,56
Bulan Suhu (TBK) (°C) Suhu (TBB) (°C)
Pk.07 Pk.13 Pk.18 Rata-rata Pk.07 Pk.13 Pk18 Rata-rata
JAN 24.38 30.26 25.88 26.23 23.48 26.87 24.42 24.56
FEB 24.06 30.52 25.69 26.08 23.17 27.02 24.37 24.43
MAR 24.33 31.08 26.08 26.45 23.41 27.14 24.82 24.70
APR 24.45 30.79 26.15 26.46 23.59 27.22 24.94 24.84
MEI 24.54 31.64 26.62 26.84 23.25 27.65 25.12 24.82
JUN 23.21 30.93 26.05 25.85 22.22 26.96 24.43 23.96
JUL 22.6 30.91 26.8 25.73 21.66 26.8 24.84 23.74
AGUST 26.61 31.03 26.21 27.62 21.75 26.75 224.38 23.66
SEPT 24.91 31.56 27.04 27.11 23.75 27.33 25.15 24.9
OKT 25.02 30.99 26.32 26.84 23.85 27.19 24.86 24.94
NOP 24.9 30.19 25.80 26.45 23.82 27.01 24.61 24.82
DES 25.31 30.85 30.89 28.09 23.97 27.28 24.98 25.05

2. Menghitung kelembaban atas dasar selisih TBK- TBB dengan rumus interpolasi
X1- X2 = Y1-Y2
X1 –X Y1 –Y
• Contoh perhitungan RH pukul 07.00 pada bulan Januari
X = TBK –TBB
= 24,38 – 23,48
=0,9
• Interpolasi : X1- X2 = Y1-Y2
X1 –X Y1 –Y
1,0 – 0,8 = 92 - 90
1,0 -0,9 92 –Y
92 – Y = 2
2
= 91 %
Bulan KELEMBABAN (%)
Pk 07.00 Pk 13.00 Pk 18.00 Rata-rata
Januari 91 72.95 85.6 85.14
Februari 90.9 71.5 88.2 85.38
Maret 84 65.7 87.6 80.33
April 90.6 71.85 87.1 85.22
Mei 87.9 68.95 86 82.89
Juni 91 68.85 84.1 83.92
Juli 86 67.1 83.6 80.68
Agustus 58.6 65.4 82.3 66.23
September 87 65.3 82.9 80.55
Oktober 89.7 68 85.6 83.25
November 88.94 74.9 89.95 85.68
Desember 85.4 71.85 55.55 74.55



Contoh perhitungan RH rata-rata untuk bulan Januari
• T = 2 (T 07.00) + (T 13.00) + (T 18.00)
4

= 2 (91 %) + (72,95 %) + (85,67 %)
4
= 340,55
4
= 85,1375
Tabel Data Klimatologi Bulanan pada Stasiun UGM Bulak Sumur Tahun 2000
Bulan T (°C) RH (%) PP (%) EV (mm) CH (mm) KA (km/jam)
Januari 26.23 85.14 28.6 68.8 315.7 1.6
Februari 26.08 85.38 23.3 57.8 406.3 1.8
Maret 26.46 80.33 27.7 73.9 183.9 2.9
April 26.46 85.22 35.6 63.4 236.0 1.7
Mei 26.46 82.89 43.2 103.4 54.0 2.1
Juni 25.85 83.92 37.4 85.5 68.8 1.8
Juli 25.73 80.68 51.8 109.4 2.0 2.5
Agustus 27.62 66.23 58.3 121.0 47.0 2.6
September 27.1 80.55 46.9 126.1 1.3 3
Oktober 26.84 83.25 28.4 78.8 137.7 2.3
November 26.45 85.68 12.9 61.2 259.0 1.9
Desember 28.09 74.55 44 111.3 229.6 2.4

3. Mencari persamaan regresi dengan menggunakan kalkulator
Rumus umum regresi fungsi linear sederhana adalah :
Y = a + bx
X = peubah bebas a = intercept
Y = peubah tak bebas b = gradien garis regresi


Variabel a b r Persamaan regresi
PP vs T 26.05 0.021 0.388 y = 26.05 + 0.02x
PP vs RH 92.59 -0.283 -0.317 y = 92.59 - 0.283x
PP vs EV 26.99 1.6814 0.887 y = 26.99 + 1.6814x
T vs EV -424.96 19.226 0.549 y = -424 + 19.226x
T vs RH 224.758 -5.354 -0.725 y = 224.758 – 5.354x
RH vs EV 363.318 -3.351 -0.702 y = 363.318 – 3.351x
RH vs CH -619.795 9.525 0.375 y = -619.795 + 9.525x
KA vs EV -20.734 50.95 0.875 y = -20.734 + 50.95x
KA vs RH 96.874 -6.919 -0.568 y = 96.784 – 6.919x
KA vs CH 622.88 -215.3 -0.695 y = 622.88 – 215.3

4. Menentukan koefisien regresi korelasi r yang mendekati R ≈ +1, R ≈ 0, R ≈ -1
Dari tabel di atas dapat ditentukan nilai r beserta persamaan regresinya
• R ≈ +1 adalah variabel PP vs T dengan persamaan regresi
y = 26,05 + 0,02x
• R ≈ 0 adalah variabel RH vs CH dengan persamaan regresi
y = -619,79 + 9,5248x
• R ≈ -1 adalah variabel T vs RH dengan persamaan regresi
y = 224,76 - 5,354x










V. PEMBAHASAN

a. Suhu Udara


Adanya kenaikan dan penurunan suhu disebabkan adanya pengaruh radiasi matahari, sehingga energi dari panas bumi dapat dikembalikan lagi ke atmosfer sebagai gelombang pendek. Terjadinya perubahan suhu dari bulan ke bulan selama satu tahun juga dapat disebabkan oleh pengaruh intensitas penyinaran radiasi matahari atau terjadinya insolation (incoming solar radiation). semakin tinggi intensitas matahari yang diikuti oleh curah hujan yang cukup tinggi akan menyebabkan suhu menjadi semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Radiasi tinggi berarti suhu akan semakin tinggi, hal ini mengingat besarnya sinar matahari yang sampai ke bumi mengakibatkan meningkatnya panas bumi. Pada grafik suhu vs bulan dapat dilihat fluktuasi temperatur bulanannya cukup kecil (pada daerah sekitar khatulistiwa fluktuasi cukup kecil). Namun pada bulan Juli ke Agustus serta November menuju Desember terjadi kenaikan suhu yang cukup tinggi di bandingkan bulan-bulan lainnya.




b. Kelembaban Udara


Pada grafik dapat dilihat bila kelembaban pada bulan Januari hingga bulan Juli Relatif tetap dan bila terjadi penurunan sangat kecil. Hal ini terjadi karena banyaknya uap air yang terkandung dalam udara di suatu daerah relatif tetap. Namun pada bulan Juli hingga bulan Agustus terjadi penurunan walaupun hanya berkisar 10 %. Dan pada bulan Agustus hingga bulan september terjadi kenaikan yang relatif rendah. Kenaikan dan penurunan kelembaban udara di Indonesia relatif rendah karena Indonesia merupakan daerah di khatulistiwa yang memiliki iklim tropis basah. Sehingga terdapat pemanasan yang hampir sama di setiap bulannya dan selalu menerima hujan di setiap tahun.










c. Panjang Penyinaran.


Dari grafik di atas dapat dilihat bila panjang penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus, sedangkan panjang penyinaran terkecil terjadi pada bulan November yang kemudian diikuti oleh kenaikan yang cukup tinggi di bulan Desember. Panjang penyinaran yang lama mempengaruhi kelembaban udara. Panjang penyinaran disebabkan oleh keadaan musim yang berubah (pancaroba) dari musim panas ke musim hujan dan dipengaruhi oleh letak lintang. Selain itu panjang penyinaran juga dapat disebabkan oleh intensitas radiasi matahari. intensitas sinar matahari yang tinggi akan menyebabkan tingginya panjang penyinaran.










d. Evaporasi


Pada grafik di atas memberi gambaran dari hasil pengamatan bahwa tingkat evaporasi pada bulan Januari hingga Desember selalu bervariasi. Titik terendah tingkat evaporasi terjadi pada bulan Februari, sedangkan evaporasi tertinggi terjadi pada bulan September. Tingkat evaporasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan, kecepatan angin, temperatur, kelembaban relatif, jumlah vegetasi pada daerah tersebut dan lain-lain. Misalnya, jika curah hujan tinggi maka kelembaban relatif juga akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan menurunnya evaporasi.











e. Curah Hujan


Berdasarkan grafik di atas, curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan Februari, sedangkan curah hujan yang terendah terjadi pada bulan September. Pada grafik curah hujan menunjukkan kondisi curah hujan yang tidak teratur dari bulan ke bulan selama satu tahun. Di Indonesia sendiri hanya terdapat dua musim yaitu, musim hujan dan musiam kemarau hal ini tentu saja mempengaruhi banyak curah hujan. Musim hujan terjadi antara bulan November hingga bulan Februari, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April hingga bulan Oktober yang menyebabkan curah hujan relatif sangat rendah. Musim hujan tertinggi berpeluang untuk terjadi pada bulan Februari, sedangkan peluang untuk musim hujan terkecil adalah bulan September. Ketinggian curah hujan perbulan bergantung pada nilai curah hujannya.








f. Kecepatan Angin


Kecepatan angin yang terendah terjadi pada bulan Januari, sedangkan kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan September. Pada grafik terlihat bahwa kecepatan angin terlihat berfluktuasi setiap bulannya. Perbedaan kecepatan angin diakibatkan oleh pengaruh rotasi bumi terhadap matahari. Dimana rotasi bumi akan menyebabkan terjadinya pergantian siang dan malam. Perubahan pasang surut air laut. Semakin cepat arah angin yang bergerak menuju utara atau arah selatan khatulistiwa akan sangat mempengaruhi kecepatan angin di setiap bulan pada daerah pengamatan.











Analisis korelasi dan regresi
a. Grafik r ≈ +1


Grafik ini mempunyai persamaan regresi y = 25,863+0,0213x dengan koefisien regresi korelasi r ≈ +1, yang berarti hubungan positif sempurna, kenaikan peubah bebas (x) diikuti oleh kenaikan tak bebasnya (y). Hal ini dapat dilihat dari data hasil perhitungan dan grafik ayunannya, setiap kenaikan suhu (T) maka akan diikuti kenaikan panjang penyinaran (PP) pula. Dari grafik data tersebut diketahui bahwa daerah panjang penyinarannya lama akan menyebabkan radiasi matahari yang sampai ke bumi akan lebih tinggi sehingga kondisi udara dan suhu bumi relatif panas.










b. Grafik r ≈ -1


Grafik ini mempunyai persamaan regresi y = 224,41-5,3433x dengan koefisien regresi korelasi r ≈ -1, yang artinyamempunyai hubungan negatif sempurna (sangat erat). Kenaikan peubah bebas (x) diikuti oleh penurunan tak bebasnya (y). Koefisien regresi yang dicapai oleh variabel RH vs T mempunyai peubah bebas yaitu kelembaban dan peubah tak bebas T (°C). Pada umumnya dari data pengamatan terlihat bahwa setiap nilai T (°C) akan turun. Contohnya pada bulan Agustus sampai November, pada bulan tersebut jika kelembaban naik maka nilai suhu udara akan turun, menyebabkan udara menjadi lembab sehingga kelembabannya naik (intensitas penyinaran matahari berkurang).










c. Grafik r ≈ 0


Grafik ini mempunyai persamaan regresi y = -619,79 + 9,5248x dengan koefisien regresi korelasi r ≈ 0. Antara variabel RH vs CH hampir tidak memiliki hubungan sama sekali dari setiap titik-titiknya. Jika dilihat grafik tersebut, masing-masing ayunan saling tidak menentu antara turun dan naiknya sehingga tidak memengaruhi kualitas dan kuantitas kelembaban.














VI. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan:
1. Anasir-anasir iklim yang dramatis tersebut saling mempengaruhi dan saling berhubungan satu sama lainnya.
2. Untuk mengetahui hubungan antar anasir-anasir iklim yang diamati dapat digunakan nilai regresi yang mendekati +1, 0, -1.
3. Analisis data meteorologi sangat baik digunakan intuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan anasir-anasir iklim secara timbal balik.
4. Dari bidang meteorologi, parameter yang biasanya diukur dan diolah datanya adalah suhu udara, kelembaban udara, panjang penyinaran, evaporasi, curah hujan, dan kecepatan angin.




























DAFTAR PUSTAKA

Jackson, I.J. 1984. Climate, Water, and Agriculture inTropical. John Willey and Sons. New York.

Linder, Van der. 1981. An Input-Output Analysis with Respect to Water and It’s Load for a Tropical Watershed. The Indonesia Journal of Geography, 11 (42). halaman : 19-39.

Sosrodarsono, Surjono. 1978. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita. Bandung.

Sudjana. 1991. Teknis Analisis Regresi dan Korelasi. Tarsito. Bandung. 40p.
Wisnusubroto, Sukardi. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya. Yogyakarta.

 


Loading...


Please Wait...