Pages

Gunakan Mozzila Firefox untuk mengakses website ini dan jangan lupa klik iklannya

Wednesday, November 23, 2011

LAPORAN PRAKTIKUM KLIMATOLOGI ACARA 4

ACARA 4
MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT

I. TUJUAN

1. Melatih mahasiswa menyatukan berbagai anasir iklim guna menyatukan tipe iklim.
2. Melatih mahasiswa menetahui hubungan tipe iklim dengan keadaan setempat.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi. Indonesia terletak di daerah equator (7° LU - 11°LS) dan diapit oleh benua Asia dan benua Australia. Benua Asia dan Australia terletak moonson foci yang menyebabkan adanya adanya dua periode musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dan persebaran curah hujan di Indonesia yang tidak merata karena sebaran pulau dan gunung yang banyak. Dengan melihatkeadaan iklim yang khas itu, maka untuk menentukan tipe iklim di Indonesia diperlukan metode iklim tersendiri (Subarno, 1998).
Iklim disusun oleh unsur-unsur yang sama dengan penyusunan cuaca. Untuk mencari harga rata-rata ini tergantung pada keadaan dan kebutuhan. Hanya perlu diketahui untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan iklim harus berdasarkan pada harga normal. Yaitu haraga rata-rata selama sepuluh tahun, angka tiga puluh tahun merupakan persetujuan internasional (Wisnusubroto et.al; 1986).
Berdasarkan data iklim dari stasiun pengamatan iklim terdekat terutama curah hujan dan hari hujan selama sepuluh tahun secara berurut-urutan, menunjukkan bahwa bulan-bulan basah (curah hujan > 100mm/bulan) hanya terjadi pada bulan Desember hingga Maret, bulan-bulan lembab (curah hujan 60-100mm / bulan) tejadi selama liam bulan, dan sisanya merupakan bulan kering (curah hujan <60 mm) terjadi pada bulan Mei sampai Juli. Berdasar klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson wilayah ini termasuk dalam tipe iklim B. sedangkan jumlah hari hujan berkisar antara 4,7 hari / bulan (September) sampai 17,8 hari / bulan (Januari) (Anonim, 2003).
Hujan adalah nama yang diberikan untuk semua curahan cair yang bukan gerimis. Titik hujan terkecil bergaris tengah 0,5 mm. ukuran tebesar mengalami perbatasan alami. Titik yang bergaris tengah > 0,5mm tidak mantap dan terpecah menjadi titik kecil ketika jatuh. Dalam awan yang mengalami gerakan ke atas melebihi kecepatan itu, tidak ada titik yang dapat jatuh ke tanah. Hujan curah yang terdiri dar hujan dengan perubahan intensitas yang cepat serta permulaan dan akhir yang tiba-tiba jatuh dari awan bergolak. Hujan dikatakan kecil jika jatuh dengan kecepatan kurang dari 0,5mm / jam, hujan dari 0,5-44 mm / jam, hujan lebat lebih dari 44 mm / jam (Neiburger, 1982).
Peralihan musim merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi musim kemarau dan musim hujan lebih dini, sehingga perencanaan pertanian terutama periode tanam dan jenis komoditas dapat disusun sesuai dengan kondisi iklim aktual. Perubahan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya dapat dilakukan dengan menggunakan indikator penciri musim untuk menentukan apakah wilayah berada pada periode musim hujan, memasuki musim hujan, musim kemarau, dan memasuki musim kemarau. Berdasar permasalahan anomali iklim dan iklim bulanan utuk meminimalkan resiko pertanian, maka ada tiga hal yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan tersebut yaitu (Irianto, 2003) :
1. Analisis perkembangan iklim dengan indikator penciri perubahan musim.
2. Analisis perkiraan curah hujan menggunakan teknik Kalman filter.
3. Diseminasi informasi anomali iklim dan mitigasinya kepada pengambil kebijakan.
Karena iklim terdiri dari suatu tempat disusun oleh unsur-unsur yang variasinya besar, maka hampir tidak mungkin ada dua tempat yang memiliki dua iklim identik. Pengklasifikasian iklim mempunyai persamaan tujuan yaitu berusaha untuk menyederhanakan jumlah iklim lokal yang tidak terbatas jumlahnya itu menjadi golongan yang jumlahnya relatif sedikit yaitu kelas-kelas yang mempungyai sifat penting yang besamaan (Wisnusubroto, 1986).
Koppen membagi permukaan bumi menjadi lima golongan iklim (Wisnusubroto, 1986) :
a. iklim hujan tropika
b. iklim kering
c. iklim sedang
d. iklim dingin
e. iklim kutub
Menurut Mohr sistem Koppen kurang berlaku di Indonesia, karena mengenai hujan Mohr mengemukakan batasa-batasan baru untuk menunjukkan adanya kekuatan periode kering terhadap tanah dan gambaran curah hujan. Tiga derajat kebasahan bulan menurut Mohr ialah bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering (Wisnusubroto, 1986).
Pertanian mungkin dipertimbangkan sumber iklim proses eksploitasi dari hasilnya, peternakan dan peralatan (mesin) yang digunakan. Dalam penyerapan permukaan dengan properti yang khusus, tanah dalam pembuatannya mengunakan elemen-elemen ini. Jangka waktu sumber iklim peratanian menunjukkan pada sumber ilmu iklim pada pertanian (William, 1983).














III. METODOLOGI

Praktikum “Mementukan Iklim Suatu Tempat” dilakukan pada hari Selasa, 14 Maret 2006, di laboratorium Agroklimat Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Bahan yang digunakan adalah data curah hujan (CH ) selama 10 tahun pada stasiun Curug, Tangerang, Jawa Barat, data rerata suhu udara (T) bulanan, dta tinggi tempat (h), dan data pendukung pola tanam vegetasi dominan dan tanah. Kemudian data-data tersebut digunakan untuk menganalisis iklim daerah setempat menurut sistem klasifikasi Mohr, Schmidt-Fergusson, Oldeman dan Koppen.
Untuk klsifikasi berdasarkan Mohr pertama kali dibuat kolom curah hujan (CH) per tahun, urah hujan (CH) rerata, dan Derajat Kebasahan Bulan (DKB). Kemudian data yang didapat dikasukkan ke dalam tabel dan dihitung curah hujan rerata dan dimasukkan dalam kolom DKB. Dan dihitung jumlah bulan basah (BB), bulan lembab (BL), dan bulan kering (BK). Kemudian ditentukan iklim daerah setempat menurut penggolongan iklim menurut Mohr.
Untuk klasifikasi Schmidt-Fergusson pertama kali dibuat tabel dengan kolom bulan, curah hujan per tahun dengan kolom DKB pada setiap kolom tahun. Semua data dimasukkan dalam tabel, lalu ditentukan DKB tiap data dan dimasukkan dalam kolom DKB, lalu dihitung jumlah BB, BL, dan BK tiap tahun dan dihitung nilai Q dengan rumus Q = dan iklim setempat ditentukan menurut penggolongan iklim Schmidt-Fergusson.
Untuk klasifikasi Oldeman, pertama kali dibuat tabel dengan kolom-kolom seperti yang digunakan pada klasifikasi Mohr. Semua data dimasukkan pada tabel dan DKB dalam setiap data ditentukan menurut kriteria Mohr. Jumlah rerata BB, BL, dan BK dihitung dalam angka bulat, dan tipe iklim suatu daerah setempat ditentukan dengan “Sistem Klasifikasi Agroklimat”.
Sedangkan untuk klasifikasi Koppen, dilakukan dengan menghitung rerata BB, BL, dan BK. Selain itu untuk klasifikasi Koppen dibutuhkantabel identifikasi tipe iklim untuk menentukan suatu tipe iklim.

IV HASIL PENGAMATAN

A. Mohr
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des
1980 23.1 23 - 23.4 23.3 23 22.5 21.9 23 22.7 23.1 -
1981 571 198 294 200 165 132 - 35 240 210 144 311
1982 - - 53 - 149 84 31 - 144 121 9 132
1983 288 213 157 190 - 103 42 11 2 249 - 187
1984 369 289 - - - 77 130 197 - 152 207 -
1985 - - 176 - - - - 147 304 126 174 186
1986 394 120 241 72 84 136 114 187 267 314 198
1987 664 231 - - - - - - - - 172 288
1988 269 198 394 181 351 42 67 110 109 261 396 -
1989 319 231 259 205 203 121 64 76 127 163 191 188
Jml 2897 1503 1574 799.4 963.3 666 492.5 711.9 1136 1571.7 1630.1 1490
Rrt 362.1 187.9 224.9 159.9 160.6 83.3 70.36 88.99 142 174.63 181.12 212.86
BB BB BB BB BB BL BL BL BB BB BB BB

Klasifikasi Mohr termasuk Golongan I
Daerah basah, daerah dengan CH melebihi penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL antara 1-6)

B. Schmidt dan Fergusson
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des BK BL BB
1980 BK BK - BK BK BK BK BK BK BK BK - 10 0 0
1981 BB BB BB BB BB BB - BK BB BB BB BB 1 0 10
1982 - - BK BB BL BK - BB BB BK BB 3 1 4
1983 BB BB BB BB - BB BK BK BK BB - BB 3 0 7
1984 BB BB - - BL BB BB - BB BB - 0 1 6
1985 - - BB - - - - BB BB BB BB BB 0 0 6
1986 BB BB BB - BL BL BB BB BB BB BB BB 0 2 9
1987 BB BB - - - - - - - - BB BB 0 0 4
1988 BB BB BB BB BB BK BL BB BB BB BB - 1 1 9
1989 BB BB BB BB BB BB BL BL BB BB BB BB 0 2 10
Jml 18 7 65
BK = = 1,8
BL = = 0,7
BB = = 6,5
Q = = 0,28
Klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk golongan B

C. Oldeman
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des BK BL BB
1980 BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK 12 0 0
1981 BB BL BB BL BL BL BK BK BB BB BL BB 2 5 5
1982 BK BK BK BK BL BK BK BK BL BL BK BL 8 4 0
1983 BB BB BL BL BK BL BK BK BK BB BK BL 5 4 3
1984 BB BB BK BK BK BK BL BL BK BL BB BK 6 3 3
1985 BK BK BL BK BK BK BK BL BB BL BL BL 6 5 1
1986 BB BL BB BK BK BK BL BL BL BB BB BL 3 5 4
1987 BB BB BK BK BK BK BK BK BK BK BL BB 8 1 3
1988 BB BL BB BL BB BK BK BL BL BB BB BK 3 4 5
1989 BB BB BB BB BB BL BK BK BL BL BL BL 2 5 5
55 36 29
__
BK = = 5,5 5
__
BL = = 3.6 4
__
BB = = 2.9 3
Zone iklim D3

D. Koppen
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des Jml
1980 23.1 23 - 23.4 23.3 23 22.5 21.3 23 22.7 23.1 - 228.4
1981 571 198 294 200 165 132 - 35 240 210 144 311 2500
1982 - - 53 - 149 84 31 - 144 121 9 132 723
1983 288 213 157 190 - 103 42 11 2 249 - 187 1442
1984 369 289 - - - 77 130 197 - 152 207 - 1421
1985 - - 176 - - - - 147 304 126 174 186 1113
1986 394 120 241 - 72 84 136 114 187 267 314 198 2127
1987 664 231 - - - - - - - - 172 288 1355
1988 269 198 394 181 351 42 67 110 109 261 396 - 2378
1989 319 231 259 205 203 121 64 76 127 163 191 188 2147
15434.4


T Max T Min T Rerata
Jan 30.8 23.3 27.05
Feb 30.7 23.3 27
Mar 31.1 23.3 27.2
Apr 31.4 22.9 27.15
Mei 31.4 22.9 27.15
Juni 31.2 22.7 26.95
Juli 31.1 21.6 26.35
Agst 31.5 22 26.75
Sep 32 22.3 27.15
Okt 32.2 22.8 27.5
Nop 32.2 22.8 27.5
Des 31 23.3 27.15
27.075

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des
Eto P 4.4 5 5 5 4.8 4.6 5 5.4 5.7 5.9 5.4 5.1


V. PEMBAHASAN

Untuk menentukan tipe iklim dapat dilakukan dengan berbagai metode klasifikasi yang masing-masing memiliki kriteria tertentu dalam menentukan tipe iklim di suatu daerah. Pada stasiun Curug, Jawa Barat yang terletak pada lintang 7° LS dan tinggi tempat 46 m di atas permukaan air laut. Kita dapat mengetahui hasil klasifikasi yaitu :
A. Sistem Klasifikasi Menurut Mohr
Menurut klasifikasi iklim Mohr daerah Curug, Jabar tergolong pada golongan I sebab daerahnya basah dengan CH melebihi penguapan selama 12 bulan dan hampir tanpa periode kering.
Penggolongan ini sesuai dengan jumlah BK, BL, dan BB yang dimiliki. Daeran Curug, Jabar menurut klasifikasi Mohr memiliki 9 BB, 4 BL, 0 BK. Sistem klasifikasi ini merupakan metode yang paling sederhana. Mohr hanya melakukan klasifikasi berdasarkan curah hujan dengan melihat kebasahan suatu bulan. Mohr membagi lima daerah iklim di daerah-daerah khatulistiwa. Klasifikasi ini kurang sesuai bila digunakan di daerah-daerah yang memiliki empat musim.
Kelebihan klasifikasi Mohr ini adalah dari data curah hujan bulanan dapat diketahui pergeseran iklim tiap bulan. Klasifikasi Mohr ini sangat sesuai bila digunakan di Indonesia. Kelemahannya adalah tidak dapat diketahui pergeseran iklim tiap tahun, dasar penentuannya hanya dari curah hujan sehingga hanya dapat digunakan untuk menentukan iklim di daerah dengan curah hujan stabil maupun periodik.

B. Sistem Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt dan Fergusson
Dari mulai rasio 0,143 Q < 0,333 daerah Curug Tangerang Jabar digolongkan ke dalam golongan B, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis.
Tipe iklim daerah Curug Tangerang Jabar ini menurut Schmidt dan Fergusson adalah sama dengan klasifikasi menurut Mohr karena Schmidt dan Fergusson menggunakan batasan-batasan BB, BL dan BB menurut kriteria Mohr dalam menentukan DKB.
Kelebihannya dapat diketahui pergeseran iklim setiap tahun, sedangkan kekurangannya tidak dapat mengetahui pergeseran iklim bulanan. Secara umum klasifikasi ini banyak digunakan di bidang perkebunan dan kehutanan.

C. Klasifikasi Menurut Oldeman
Metode klasifikasi ini lebih menekankan hubungan antara iklim dan tanaman, sehingga disebut juga sebagai “Sistem Klasifikasi Agroklimat”. Klasifikasi ini didasarkan pada kebutuhan curah hujan untuk tanaman padi dan palawija. Daerah Curug Tangerang Jabar memiliki 5 BK, 4 BL dan 3 BB, sehingga menurut Oldeman daerah ini tergolong ke dalam zone D3 yaitu daerah dengn 3-4 BB berurutan dan jumlah BK 4-6. Menurut klasifikasi ini periode…tidak dapat dihindari, namun penanaman dua tanaman bergantian masih mungkin dilakukan.
Tipe iklim daerah Curug Tangerang Jabar sedikit berbeda dengan tipe iklim menurut Mohr, Schmidt dan Fergusson. Perbedan sistem klasifikasi oldeman dengan Mohr adalah dalam hal batasan-batasan BB, BL dan BK, selain itu Oledeman sudah melibatkan pengaruh evapotranspirasi. Dengan demikian sistem ini dapat ditanami padi dan palawija.
Kelebihan sistem Oldeman adalah dapat memperkirakan pola tanam dengan keterkaitan iklim dan tanaman, serta dapat diketahui pergeseran iklim tiap tahun yang telah memperhitungkan evaporasi. Kelemahan yang dimiliki dalam klasifikasi ini adalah belum dapat menjelaskan pergeseran bulanan.

D. Sistem Klasifikasi Menurut Koppen
Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan dari tabel IV (tabel identifikasi) dan tabel V (metode determinasi iklim menurut klasifikasi Koppen), maka dapat ditentukan daerah Curug Tangerang Jabar, menurut Koppen termasuk daerah Aw. Aw maksudnya adalah iklim hujan tropis (tropical rainy climate), daerah iklim panas, suhu rerata bulanan > 18°C dan sekurang-kurangnya satu bulan dengan curah hujan <60mm.
Klasifikasi iklim menurut Koppen berbeda dengan klasifikasi iklim lainnya. Ketiga klasifikasi tersebut pada umumnya didasarkan pada curah hujan dan hubungan iklim dengan tanaman, tetapi klasifikasi iklim menurut Koppen lebih didasarkan pada rata-rata curah hujan dan suhu baik bulanan maupun tahunan dan batas-batas iklim ditentukan dengan batas-batas hidup tanaman.
Kelebihan dari klasifikasi iklim menurut Koppen adalah dasar curah hujan dan ada tambahan suhu tahunan, dapat diterapkan di seluruh permukaan bumi, serta penyusunan simbol-simbol iklim yang kita dapat dari determinasi dapat dengan tepat merumuskan sifat dan corak iklim di suatu wilayah. Kekurangan sistem klasifikasi iklim ini hanya dapat dilihat vegetasi asli, namun belum menjelaskan tanaman produksi yang cocok, serta kurang memperhitungkan tanah dimana vegetasi asli berada. Klasifikasi ini juga kurang tepat dalam penentuan pola tanam.





VI. KESIMPULAN

1. Iklim merupakan gabungan kondisi cuaca sehari-hari atau merupakan rata-rata curah hujan, yaitu selama 30 tahun. Klasifikasi ini dapat dibedakan secara genetis dan secara empirik.
2. Klasifikasi iklim di Indonesia pada umumnya tergantung curah hujan. Tipe iklim di Indonesia sesuai dengan klasifikasi Mohr, tipe iklim di Indonesia untuk daerah Curug, Tangerang, Jawa Barat adalah :
A. Menurut Klasifikasi Mohr pada golongan I sebab daerahnya basah dengan curah hujan melebihi penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL antara 1-6)
B. Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk golongan B, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis.
C. Menurut klasifikasi Oldeman termasuk zone D, daerah dengan 3-4 BB berurutan subdivisinya 3, yaitu BK 4-6 dengan periode tanam 3-5 bulan.
D. Menurut klasifikasi Koppen termasuk daerah Aw yaitu iklim hujan tropis merupakan daerah iklim panas, suhu rerata bulanan lebih dari 18°C dan sekurang-kurangnya satu bulan dengan curah hujan kurang dari 60mm.












DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Overview terhadap situasi iklim tahunan. http://www.soilclimate.com. Diakses pada 17 Maret 2006.

Irianto, G. 2003. Model prediksi anomali iklim untuk mengurangi resiko pertanian. http://www.baitklimat.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 17 Maret 2006.

Neiburger, M. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung.

Subarno, M. T.1998. Klimatologi Dasar. UPN “Veteran” Press. Yogyakarta.
Williams, G. D. V. 1983. Agroclimatic resource and analysis an example using a index derived and applied for Canada. Agricultural Meteorological Journal, XXVIII (1), halaman: 31-47.

Wisnusubroto, S. Aminah, S. Siti Lela. dan Nitisapto Mulyono. 1986. Asas-asas Meteorologi. Ghalia Indonesia. Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM KLIMATOLOGI ACARA 3

ACARA 3
ANALISIS DATA METEOROLOGI

I. TUJUAN

1. Melatih mahasiswa untuk mengolah dan menganalisis data meteorologi pertanian serta menyajikannya dalam data siap pakai.
2. Mempelajari hubungan timbal balik antara anasir-anasir iklim.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Agar maksud data analisis data meteorologi lebih bermanfaat, maka dilakukan pengorganisasian dan analisis data dari seluruh jaringan pengamat cuaca. Misalnya, analisis data berdasarkan time series (pengamatan jangka panjang), penafsiran terhadap suatu parameter yang sukar dilakukan dengan cara didekati dengan parameter yang mempunyai hubungan dan berdasarkan rumus antara parameter tersebut (Wisnusubroto, 1999).
Dengan berdasarkan kepada metode statistika maka terdapat teknik menganalisis data untuk sebuah persoalan yang menyangkut dua peubah atau lebih yang ada atau diduga ada dalam suatu pertautan tertentu yang disebut teknik analisis regresi dan analisis korelasi. Regresi multipel adalah regresi yang melibatkan sebuah peubah tak bebas dan dua atau lebih peubah bebas. Yang kemudian disusun oleh analisis korelasinya dalam bentuk korelasi multipel. Regresi merupakan bentuk hubungan antara peubah respon (Y) dan peubah prediktor (X). Manfaat dari analisa regresi adalah mengetahui peramalan rata-rata peubah respon berdasarkan peubah prediktor, perkiraan rerata untuk peubah respon untuk setiap perubahan satuan prediktor termasuk selang taksiran rata-rata dan individual untuk peubah respon. Selain itu, jika hubungan antar peubah respon dengan peubah prediktor memang ada maka untuk mengetahui ada atau tidaknya kontribusi peubah prediktor terhadap peubah respon terdapat pada bagian korelasi (r), harga r berkisar pada nilai -1 hingga 1. Koefisien korelasi negatif memiliki hubungan dengan koefisien arah negatif. Sedangkan korelasi positif memiliki hubungan dengan koefisien arah positif. Dan jika korelasi mempunyai nilai nol maka koefisien arah nol atau dapat dikatakan jika antara peubah respon dan peubah prediktor tidak memiliki hubungan. (Sudjana, 1991).
Probabilitas dan prakiraan data curah hujan lebih praktis mendapatkan perhatian, karena hal ini dapat mengubah hasil panen tanaman, permintaan evaporasi dan tipe tanah. Pada faktanya periode dengan kalkulasinya dibutuhkan untuk mengubah nilai kritik dari curah hujan dalam suatu periode. Permasalahan yang ada seperti ketidaktepatan dalam perubahan kalkulasi dengan jangka waktu yang pendek dan curah hujan yang rendah (Jackson, 1984).
Jumlah curah hujan tidak menunjukkan informasi yang dibutuhkan untuk mengukur pengikisan dari badai hujan. Kekuatan yang digunakan di permukaan tanah dengan setiap tetesan air hujan dapat diperlihatkan dengan kekuatan yang meliputi badai hujan. Untuk menghitung nilai ini, informasi yang harus tersedia adalah besar dan lamanya hujan badai, ukuran dan kecepatan pada tiap tetesan hujan dan penyaluran ukuran tiap tetes (Linder,1981).
Cara memprediksi kemungkinan curah hujan yaitu dengan melakukan banyak penyelidikan mengenai distribusi curah hujan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1978):
1. Cara distribusi normal
Cara ini digunakan untuk menyelesaikan atau menghitung distribusi normal yang didapat dengan merubah variabel distribusi asimetris (X) ke dalam logaritma atau ke dalam akar pangkat n.
2. Cara kurva asimetris
Cara ini adalah cara yang langsung menggunakan kurva asimetris kemungkinan kerapatan. Cara-cara yang digunakan adalah jenis distribusi eksponensial dan distribusi harga ekstrim.
3. Cara yang manggunakan kombinasi cara 1 dan cara 2
Sedangkan Linder (1981), mengungkapkan bahwa dalam daerah musim hujan, hujan harian biasanya jatuh selama satu badai, kemudian hal ini dapat dianggap bahwa curah hujan bulanan dibagi dengan jumlah hujan harian tiap bulan menghasilkan pengukuran yang layak dari rata-rata jumlah hujan yang turun selama satu badai pada bagian bulan tersebut.

III. METODOLOGI

Pada percobaan analisis data meteorologi yang dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Maret 2006 dan dilakukan di laboratorium agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Bahan praktikum ini meliputi data bulanan selama satu tahun dari stasiun meteorologi yang terdiri atas data curah hujan (CH), kelembaban nisbi (RH), evaporasi (EV), termometer bola basah (TBB), termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), dan intensitas penyinaran (IP), bahan ini digunakan untuk analisis, penyajian dan interpretasi data. Sedangkan untuk analisis korelasi dan analisis regresi digunakan data temperatur (T), kelembaban nisbi (RH), evaporasi (EV), termometer bola basah (TBB), termometer bola kering (TBK), panjang penyinaran (PP), dan intensitas penyinaran (IP) bulanan selama satu tahun yang diperoleh dari analisis data yang diperoleh.
Dalam menyajikan dan mengintepretasi data meteorologi pertanian memerlukan pembagian kerja yaitu dengan membagi mahasiswa menjadi beberapa kelompok menurut stasiun meteorologi sebagai sumber data. Kemudian masing-masing kelompok saling menukarkan data yang telah diperoleh.
Untuk menghitung banyaknya curah hujan yang pertama kali dilakukan adalah menghitung jumlah curah hujan perdasarian, tinggi curah hujan bulanan, dan curah hujan tahunan. Kemudian dihitung jumlah hari hujan selama setahun., bulan-bulan basah, dan bulan-bulan kering menurut Mohr.
Untuk mengolah data suhu udara (TBB dan TBK) dihitung rata-rata suhu harian, yang mengukurnya digunakan cara dua kali suhu udara pada pukul 07.00 ditambah suhu udara pada pukul 13.00 dan ditambah lagi dengan suhu udara pada pukul 18.00 kemudian data tersebut dibagi empat. Untuk menghitung suhu bulanan dilakukan dengan cara membagi jumlah suhu harian selama satu bulan dengan jumlah hari dalam satu bulan tersebut. Sedangkan untuk menghitung suhu tahunan dilakukan dengan cara membagi jumlah suhu bulanan selama satu tahun dengan jumlah bulan dalam satu tahun (12 bulan). Atau dapat digunakan rumus Braak yaitu T tahunan = 26,3-0,6h; suhu maksimum = 31,3-0,62h; dan suhu minimum = 22,8-0,53h. Dan yang terakhir dibuat grafik suhu bulanan selama satu tahun.
Untuk menghitung kelembaban relatif udara dapat dilakukan dengan rumus perhitungan suhu harian dan suhu tahunan., dengan dasar selisih TBB dan TBK pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00. kemudian dibuat grafik ayunan RH (kelembaban relatif udara) bulanan selama satu tahun dan yang terakhir diberikan pembahasan mengenai pola ayunan T dan RH bulanan selama satu tahun.
Untuk menghitung panjang penyinaran (PP), intensitas penyinaran (IP), dan evaporasi (EV) mula-mula dihitung rerata panjang penyinaran, intensitas penyinaran dan evaporasi bulanan selama satu tahun. Kemudian dibuat grafik rerata panjang penyinaran, intensitas penyinaran, dan evaporasi bulanan selama satu tahun. Dan yang terakhir adalah pembahasan mengenai pola ayunan panjang penyinaran (PP), intensitas penyinaran (IP), dan evaporasi (EV) selama satu tahun.
Untuk analisis regresi dan analisis korelasi, dilakukan penghitungan nilai regresi dan korelasi dengan bantuan data harian selama setahun diantara dua anasir iklim. Analisis dilakukan dengan menggunakan kalkulator sehingga diperoleh persamaan regresi y = a + bx dan koefisien korelasi (r). Dan yang terakhir dilakukan adalah dibuat grafik persamaan regresi dari hubungan antara anasir iklim tersebut serta dibandingkan dengan keeratan masing-masing hubungan.







IV. HASIL PENGAMATAN

1. Menghitung rata-rata suhu TBB dan TBK digunakan rumus
T = 2 (T 07.00) + (T 13.00) + (T 18.00)
4
Contoh perhitungan rata-rata suhu TBB dan TBK pada bulan Januari
• Rata-rata suhu TBK pada bulan Januari
T = 2(24,38) + 30,26 + 25,88
4
= 104,9
4
= 26.225
• Rata-rata suhu TBB pada bulan Januari
T = 2(23,48) + 26,87 + 24,42
4
= 98,25
4
= 24,56
Bulan Suhu (TBK) (°C) Suhu (TBB) (°C)
Pk.07 Pk.13 Pk.18 Rata-rata Pk.07 Pk.13 Pk18 Rata-rata
JAN 24.38 30.26 25.88 26.23 23.48 26.87 24.42 24.56
FEB 24.06 30.52 25.69 26.08 23.17 27.02 24.37 24.43
MAR 24.33 31.08 26.08 26.45 23.41 27.14 24.82 24.70
APR 24.45 30.79 26.15 26.46 23.59 27.22 24.94 24.84
MEI 24.54 31.64 26.62 26.84 23.25 27.65 25.12 24.82
JUN 23.21 30.93 26.05 25.85 22.22 26.96 24.43 23.96
JUL 22.6 30.91 26.8 25.73 21.66 26.8 24.84 23.74
AGUST 26.61 31.03 26.21 27.62 21.75 26.75 224.38 23.66
SEPT 24.91 31.56 27.04 27.11 23.75 27.33 25.15 24.9
OKT 25.02 30.99 26.32 26.84 23.85 27.19 24.86 24.94
NOP 24.9 30.19 25.80 26.45 23.82 27.01 24.61 24.82
DES 25.31 30.85 30.89 28.09 23.97 27.28 24.98 25.05

2. Menghitung kelembaban atas dasar selisih TBK- TBB dengan rumus interpolasi
X1- X2 = Y1-Y2
X1 –X Y1 –Y
• Contoh perhitungan RH pukul 07.00 pada bulan Januari
X = TBK –TBB
= 24,38 – 23,48
=0,9
• Interpolasi : X1- X2 = Y1-Y2
X1 –X Y1 –Y
1,0 – 0,8 = 92 - 90
1,0 -0,9 92 –Y
92 – Y = 2
2
= 91 %
Bulan KELEMBABAN (%)
Pk 07.00 Pk 13.00 Pk 18.00 Rata-rata
Januari 91 72.95 85.6 85.14
Februari 90.9 71.5 88.2 85.38
Maret 84 65.7 87.6 80.33
April 90.6 71.85 87.1 85.22
Mei 87.9 68.95 86 82.89
Juni 91 68.85 84.1 83.92
Juli 86 67.1 83.6 80.68
Agustus 58.6 65.4 82.3 66.23
September 87 65.3 82.9 80.55
Oktober 89.7 68 85.6 83.25
November 88.94 74.9 89.95 85.68
Desember 85.4 71.85 55.55 74.55



Contoh perhitungan RH rata-rata untuk bulan Januari
• T = 2 (T 07.00) + (T 13.00) + (T 18.00)
4

= 2 (91 %) + (72,95 %) + (85,67 %)
4
= 340,55
4
= 85,1375
Tabel Data Klimatologi Bulanan pada Stasiun UGM Bulak Sumur Tahun 2000
Bulan T (°C) RH (%) PP (%) EV (mm) CH (mm) KA (km/jam)
Januari 26.23 85.14 28.6 68.8 315.7 1.6
Februari 26.08 85.38 23.3 57.8 406.3 1.8
Maret 26.46 80.33 27.7 73.9 183.9 2.9
April 26.46 85.22 35.6 63.4 236.0 1.7
Mei 26.46 82.89 43.2 103.4 54.0 2.1
Juni 25.85 83.92 37.4 85.5 68.8 1.8
Juli 25.73 80.68 51.8 109.4 2.0 2.5
Agustus 27.62 66.23 58.3 121.0 47.0 2.6
September 27.1 80.55 46.9 126.1 1.3 3
Oktober 26.84 83.25 28.4 78.8 137.7 2.3
November 26.45 85.68 12.9 61.2 259.0 1.9
Desember 28.09 74.55 44 111.3 229.6 2.4

3. Mencari persamaan regresi dengan menggunakan kalkulator
Rumus umum regresi fungsi linear sederhana adalah :
Y = a + bx
X = peubah bebas a = intercept
Y = peubah tak bebas b = gradien garis regresi


Variabel a b r Persamaan regresi
PP vs T 26.05 0.021 0.388 y = 26.05 + 0.02x
PP vs RH 92.59 -0.283 -0.317 y = 92.59 - 0.283x
PP vs EV 26.99 1.6814 0.887 y = 26.99 + 1.6814x
T vs EV -424.96 19.226 0.549 y = -424 + 19.226x
T vs RH 224.758 -5.354 -0.725 y = 224.758 – 5.354x
RH vs EV 363.318 -3.351 -0.702 y = 363.318 – 3.351x
RH vs CH -619.795 9.525 0.375 y = -619.795 + 9.525x
KA vs EV -20.734 50.95 0.875 y = -20.734 + 50.95x
KA vs RH 96.874 -6.919 -0.568 y = 96.784 – 6.919x
KA vs CH 622.88 -215.3 -0.695 y = 622.88 – 215.3

4. Menentukan koefisien regresi korelasi r yang mendekati R ≈ +1, R ≈ 0, R ≈ -1
Dari tabel di atas dapat ditentukan nilai r beserta persamaan regresinya
• R ≈ +1 adalah variabel PP vs T dengan persamaan regresi
y = 26,05 + 0,02x
• R ≈ 0 adalah variabel RH vs CH dengan persamaan regresi
y = -619,79 + 9,5248x
• R ≈ -1 adalah variabel T vs RH dengan persamaan regresi
y = 224,76 - 5,354x










V. PEMBAHASAN

a. Suhu Udara


Adanya kenaikan dan penurunan suhu disebabkan adanya pengaruh radiasi matahari, sehingga energi dari panas bumi dapat dikembalikan lagi ke atmosfer sebagai gelombang pendek. Terjadinya perubahan suhu dari bulan ke bulan selama satu tahun juga dapat disebabkan oleh pengaruh intensitas penyinaran radiasi matahari atau terjadinya insolation (incoming solar radiation). semakin tinggi intensitas matahari yang diikuti oleh curah hujan yang cukup tinggi akan menyebabkan suhu menjadi semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Radiasi tinggi berarti suhu akan semakin tinggi, hal ini mengingat besarnya sinar matahari yang sampai ke bumi mengakibatkan meningkatnya panas bumi. Pada grafik suhu vs bulan dapat dilihat fluktuasi temperatur bulanannya cukup kecil (pada daerah sekitar khatulistiwa fluktuasi cukup kecil). Namun pada bulan Juli ke Agustus serta November menuju Desember terjadi kenaikan suhu yang cukup tinggi di bandingkan bulan-bulan lainnya.




b. Kelembaban Udara


Pada grafik dapat dilihat bila kelembaban pada bulan Januari hingga bulan Juli Relatif tetap dan bila terjadi penurunan sangat kecil. Hal ini terjadi karena banyaknya uap air yang terkandung dalam udara di suatu daerah relatif tetap. Namun pada bulan Juli hingga bulan Agustus terjadi penurunan walaupun hanya berkisar 10 %. Dan pada bulan Agustus hingga bulan september terjadi kenaikan yang relatif rendah. Kenaikan dan penurunan kelembaban udara di Indonesia relatif rendah karena Indonesia merupakan daerah di khatulistiwa yang memiliki iklim tropis basah. Sehingga terdapat pemanasan yang hampir sama di setiap bulannya dan selalu menerima hujan di setiap tahun.










c. Panjang Penyinaran.


Dari grafik di atas dapat dilihat bila panjang penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus, sedangkan panjang penyinaran terkecil terjadi pada bulan November yang kemudian diikuti oleh kenaikan yang cukup tinggi di bulan Desember. Panjang penyinaran yang lama mempengaruhi kelembaban udara. Panjang penyinaran disebabkan oleh keadaan musim yang berubah (pancaroba) dari musim panas ke musim hujan dan dipengaruhi oleh letak lintang. Selain itu panjang penyinaran juga dapat disebabkan oleh intensitas radiasi matahari. intensitas sinar matahari yang tinggi akan menyebabkan tingginya panjang penyinaran.










d. Evaporasi


Pada grafik di atas memberi gambaran dari hasil pengamatan bahwa tingkat evaporasi pada bulan Januari hingga Desember selalu bervariasi. Titik terendah tingkat evaporasi terjadi pada bulan Februari, sedangkan evaporasi tertinggi terjadi pada bulan September. Tingkat evaporasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan, kecepatan angin, temperatur, kelembaban relatif, jumlah vegetasi pada daerah tersebut dan lain-lain. Misalnya, jika curah hujan tinggi maka kelembaban relatif juga akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan menurunnya evaporasi.











e. Curah Hujan


Berdasarkan grafik di atas, curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan Februari, sedangkan curah hujan yang terendah terjadi pada bulan September. Pada grafik curah hujan menunjukkan kondisi curah hujan yang tidak teratur dari bulan ke bulan selama satu tahun. Di Indonesia sendiri hanya terdapat dua musim yaitu, musim hujan dan musiam kemarau hal ini tentu saja mempengaruhi banyak curah hujan. Musim hujan terjadi antara bulan November hingga bulan Februari, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April hingga bulan Oktober yang menyebabkan curah hujan relatif sangat rendah. Musim hujan tertinggi berpeluang untuk terjadi pada bulan Februari, sedangkan peluang untuk musim hujan terkecil adalah bulan September. Ketinggian curah hujan perbulan bergantung pada nilai curah hujannya.








f. Kecepatan Angin


Kecepatan angin yang terendah terjadi pada bulan Januari, sedangkan kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan September. Pada grafik terlihat bahwa kecepatan angin terlihat berfluktuasi setiap bulannya. Perbedaan kecepatan angin diakibatkan oleh pengaruh rotasi bumi terhadap matahari. Dimana rotasi bumi akan menyebabkan terjadinya pergantian siang dan malam. Perubahan pasang surut air laut. Semakin cepat arah angin yang bergerak menuju utara atau arah selatan khatulistiwa akan sangat mempengaruhi kecepatan angin di setiap bulan pada daerah pengamatan.











Analisis korelasi dan regresi
a. Grafik r ≈ +1


Grafik ini mempunyai persamaan regresi y = 25,863+0,0213x dengan koefisien regresi korelasi r ≈ +1, yang berarti hubungan positif sempurna, kenaikan peubah bebas (x) diikuti oleh kenaikan tak bebasnya (y). Hal ini dapat dilihat dari data hasil perhitungan dan grafik ayunannya, setiap kenaikan suhu (T) maka akan diikuti kenaikan panjang penyinaran (PP) pula. Dari grafik data tersebut diketahui bahwa daerah panjang penyinarannya lama akan menyebabkan radiasi matahari yang sampai ke bumi akan lebih tinggi sehingga kondisi udara dan suhu bumi relatif panas.










b. Grafik r ≈ -1


Grafik ini mempunyai persamaan regresi y = 224,41-5,3433x dengan koefisien regresi korelasi r ≈ -1, yang artinyamempunyai hubungan negatif sempurna (sangat erat). Kenaikan peubah bebas (x) diikuti oleh penurunan tak bebasnya (y). Koefisien regresi yang dicapai oleh variabel RH vs T mempunyai peubah bebas yaitu kelembaban dan peubah tak bebas T (°C). Pada umumnya dari data pengamatan terlihat bahwa setiap nilai T (°C) akan turun. Contohnya pada bulan Agustus sampai November, pada bulan tersebut jika kelembaban naik maka nilai suhu udara akan turun, menyebabkan udara menjadi lembab sehingga kelembabannya naik (intensitas penyinaran matahari berkurang).










c. Grafik r ≈ 0


Grafik ini mempunyai persamaan regresi y = -619,79 + 9,5248x dengan koefisien regresi korelasi r ≈ 0. Antara variabel RH vs CH hampir tidak memiliki hubungan sama sekali dari setiap titik-titiknya. Jika dilihat grafik tersebut, masing-masing ayunan saling tidak menentu antara turun dan naiknya sehingga tidak memengaruhi kualitas dan kuantitas kelembaban.














VI. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan:
1. Anasir-anasir iklim yang dramatis tersebut saling mempengaruhi dan saling berhubungan satu sama lainnya.
2. Untuk mengetahui hubungan antar anasir-anasir iklim yang diamati dapat digunakan nilai regresi yang mendekati +1, 0, -1.
3. Analisis data meteorologi sangat baik digunakan intuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan anasir-anasir iklim secara timbal balik.
4. Dari bidang meteorologi, parameter yang biasanya diukur dan diolah datanya adalah suhu udara, kelembaban udara, panjang penyinaran, evaporasi, curah hujan, dan kecepatan angin.




























DAFTAR PUSTAKA

Jackson, I.J. 1984. Climate, Water, and Agriculture inTropical. John Willey and Sons. New York.

Linder, Van der. 1981. An Input-Output Analysis with Respect to Water and It’s Load for a Tropical Watershed. The Indonesia Journal of Geography, 11 (42). halaman : 19-39.

Sosrodarsono, Surjono. 1978. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita. Bandung.

Sudjana. 1991. Teknis Analisis Regresi dan Korelasi. Tarsito. Bandung. 40p.
Wisnusubroto, Sukardi. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya. Yogyakarta.

 


Loading...


Please Wait...