Pages

Gunakan Mozzila Firefox untuk mengakses website ini dan jangan lupa klik iklannya

Monday, February 27, 2012

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR KLIMATOLOGI ACARA 4 MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT


ACARA IV
MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT

   I.                        TUJUAN

11.      Melatih mahasiswa menyatukan berbagai anasir iklim guna menentukan tipe iklim.
22.      Melatih mahasiswa mengetahui hubungan tipe iklim dengan keadaan tanaman setempat.

                                               II.                        TINJAUAN PUSTAKA
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam jangka waktu yang panjang. Studi tentang iklim dipelajari dalam meteorologi. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah, dan lintang tinggi. Ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah klimatologi (Anonim, 2008).

Keadaan iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi. Indonesia terletak di daerah ekuator (7° LU - 11°LS) dan diapit oleh Benua Asia dan Benua Australia. Benua Asia dan Australia memiliki moonson foci yang menyebabkan adanya dua periode musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Persebaran curah hujan di Indonesia yang tidak merata disebabkan oleh sebaran pulau dan gunung yang banyak. Dengan melihat keadaan iklim yang khas itu, maka untuk menentukan tipe iklim di Indonesia, diperlukan metode iklim tersendiri (Subarno, 1998).
Iklim disusun oleh unsur-unsur yang sama dengan penyusun cuaca. Untuk mencari harga rata-rata ini, tergantung pada keadaan dan kebutuhan. Hanya perlu diketahui, untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan iklim harus berdasarkan pada harga normal. Yaitu harga rata-rata selama sepuluh tahun. Angka tiga puluh tahun merupakan persetujuan internasional (Wisnusubroto et. al., 1986).
Koppen membagi permukaan bumi menjadi lima golongan iklim (Wisnusubroto, 1986):
  1. iklim hujan tropika
  2. iklim kering
  3. iklim sedang
  4. iklim dingin
  5. iklim kutub
Ragam iklim pada berbagai tempat di muka bumi ditentukan oleh beberapa gabungan proses atmosfer yang berbeda. Sehingga perlu ada pengidentifikasian dan pengklasifikasian jenis iklim. Meskipun semua unsur iklim penting, hubungan yang menyatakan kecukupan panas dan air banyak mempengaruhi klasifikasi iklim. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim. Akan tetapi, kriteria yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri. Pemahaman yang lebih baru tentang klasifiaksi iklim yaitu dengan melihat hubungan sistematis antara unsur iklim dengan pola tanam dunia. Klasifikasi iklim berdasar pola tanam biasanya dikaitkan dengan hutan, hujan, padang rumput, dan tundra (Tjasjono, 1999).
Iklim telah terbagi sesuai lokasi atau daerah yang telah dideterminasikan tidak hanya untuk satu elemen saja, tetapi dengan variasi kombinasi variabel meteorologi. Dua tempat mungkin memililki temperatur yang sama, tetapi ada perbedaan curah hujan di sana. Beberapa karakteristik dari distribusi iklim telah diketahui melalui klasifikasi secara astronomi. Ada beberapa klasifikasi iklim sesuai parameter pengukurannya yaitu klasifikasi menurut Mohr, Schmidt dan Fergusson, Oldeman, dan Koppen. Di antara keempat jenis klasifikasi iklim ini terdapat persamaan dan perbedaan (Harwitz, 1944).
Data iklim (temperatur udara, temperatur udara maksimal, kelembaban relatif, durasi sinar matahari dan curah hujan) yang diperoleh dari BMG dipergunakan untuk menganalisis variasi iklim Indonesia, baik variasi yang disebabkan oleh perbedaan posisi (lintang, bujur), topografi, maupun perbedaan waktu dalam rentang 33 tahun (1956-1989). Ada beberapa hal yang mempengaruhi variasi iklim yang bersifat alami yaitu sebagai berikut.
1.  Faktor-faktor astronomi
     Perubahan posisi permukaan bumi relatif terhadap matahari menyebabkan variasi  iklim dalam skala waktu ribuan tahun.
2.    Komposisi atmosfer
Pada zaman tertier dan quarter, iklim dipengaruhi oleh penurunan konsentrasi CO2 di atmosfer. Jika dibandingkan antara laju penurunan konsentrasi CO2 dan perubahan temperatur udara dapat disimpulkan bahwa pengaruh alami CO2 pada  iklim teramati dalam interval waktu di atas sepuluh ribu tahun.
3.    Struktur permukaan bumi
     Perubahan relief permukaan dan perubahan garis pantai berpengaruh pada iklim dalam periode waktu di atas seratus tahun sampai sejuta tahun.  
4.    Konstanta matahari
     Variasi radiasi matahari mempengaruhi keadaan iklim di atas periode waktu lebih dari seratus juta tahun (Budyko (1982) cit. Juaeni, 1996).
Berdasar klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan atau tropika monsoon. Sektor pertanian masih merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Dapat dipahami jika klasifikasi iklim lebih ditekankan untuk pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropika seperti Indonesia, suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian. Ketersediaan air merupakan faktor yang sering membatasi kegiatan produksi pertanian. Tanaman tidak dapat tumbuh normal dan memberi hasil yang baik jika ketersediaan air tidak mencukupi. Karena kebutuhan tersebut, bakosurtanal membagi zona iklim menjadi 4. Selain klasifikasi iklim yang dibuat bakosurtanal, sebelumnya telah banyak usaha yang dilakukan para pakar ilmu iklim untuk membuat sistem klasifikasi iklim wilayah Indonesia. Yang pertama yaitu yang didasarkan atas curah hujan yang diusulkan E.C. Mohr. Klasifikasi iklim Mohr didasarkan atas jumlah bulan basah dan bulan kering dalam setahun. Bulan basah dalam klasifikasi iklim Mohr adalah bulan dengan total hujan kumulatif > 100 mm, sedangkan bulan kering total curah hujan kumulatifnya < 60 mm, dan bulan lembab total curah hujan kumulatifnya antara 60 hingga 100 mm. Sebelumnya, Boerema telah memplubikasi profil curah hujan untuk wilayah Indonesia tapi belum melakukan usaha pengklasifikasian zona ilkim Indonesia dengan kriteria yang jelas. Boerema menyajikan 69 tipe curah hujan di pulau jawa madura dan 84 tipe di luar jawa madura. Klasifikasi lainnya untuk wilayah Indonesia diusulkan oleh F.H. Schmidt dan J.H.A. Fergusson yang klasifikasinya didasarkan atas nisbah antara jumlah bulan kering dengan jumlah bulan basah dalam setahun. Nisbah ini diberi symbol Q, berdasar nilai Q ini, wilayah Indonesia dibagi menjadi 8 zona iklim. Klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utamanya. Hal ini dilakukan karena variasi curah hujan untuk wilayah Indonesia sangat nyata, sedang unsur iklim lain tidak berfluktuasi secara nyata sepanjang tahun. Oldeman menyusun klasifikasi iklim Indonesia berdasar jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Beda dengan klasifikasi Mohr, dalam klasifikasi Oldeman bulan basah adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif > 200 mm, bulan kering adalah bulan dengan total curah hujan < 100 mm, bulan lembab dengan total curah hujan kumulatif antara 100 hingga 200 mm. Berdasar jumlah bulan basah berturut-turut ini, Oldeman membuat 5 zona agroklimat utama, istilah agroklimat digunakan untuk mencerminkan zona iklim yang dikaitkan dengan kebutuhan budidaya pertanian (Lakitan, 2002).
Klasifikasi iklim Köppen adalah salah satu sistem klasifikasi iklim yang paling banyak digunakan secara luas. Dikembangkan oleh Wladimir Köppen, seorang ahli iklim Jerman, sekitar tahun 1900 (dengan beberapa perubahan oleh Köppen, tahun 1918 dan 1936). Didasarkan pada konsep bahwa tanaman adalah ekspresi terbaik iklim; dan, lingkaran zona iklim telah dipilih dengan distribusi tanaman. Menggabungkan temperatur dan kelembaban rata-rata bulanan dan tahunan, dan kelembaban musiman (Anonim, 2008).
Menurut Mohr, sistem Koppen kurang berlaku di Indonesia, karena mengenai hujan Mohr mengemukakan batasa-batasan baru untuk menunjukkan adanya kekuatan periode kering terhadap tanah dan gambaran curah hujan. Tiga derajat kebasahan bulan menurut Mohr ialah bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering (Wisnusubroto, 1986).















                                                                                                                                       III.                        METODOLOGI

Pada percobaan yang dilaksanakan tanggal 4 November 2008 di Laboratorium Agroklimatologi, diamati cara menentukan iklim di suatu tempat berdasarkan data-data yang telah disediakan yaitu sebagai berikut. Data curah hujan (CH) bulanan selama 10 tahun di suatu tempat, data rerata suhu udara (T) bulanan, data tinggi tempat dan data pendukung pola tanam, vegetasi dominan, dan tanah.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut. Data CH, T, dan h digunakan untuk menganalisis tipe iklim daerah setempat menggunakan sistem klasifikasi Mohr, Schmidt-Fergusson, Oldeman, dan Koppen. Sistem klasifikasi Mohr ditentukan dengan cara membuat tabel dengan kolom-kolom bulan, CH per tahun, CH rerata, dan derajat kebasahan bulan (DKB). Semua data dimasukkan ke dalam tabel, kemudian dihitung curah hujan rerata dari bulan-bulan sejenis. Ditentukan derajat kebasahan bulan masing-masing curah hujan rerata kemudian dimasukkan ke dalam kolom DBK. Dari kolom DBK, dihitung jumlah bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan bulan basah (BB). Tipe iklim daerah setempat ditentukan menurut penggolongan iklim Mohr. Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson ditentukan dengan cara membuat tabel dengan kolom-kolom bulan, CH per tahun dengan kolom DBK pada setiap kolom tahun. Semua data dimasukkan ke dalam tabel, ditentukan DBK tiap data dan dimasukkan ke dalam kolom DBK. Jumlah BK, BL, dan BB dihitung selama 10 tahun. Nilai Q dihitung dengan menggunakan rumus:
Ditentukan tipe iklim daerah setempat menurut penggolongan iklim Sistem Schmidt dan Fergusson. Sistem klasifikasi Oldeman ditentukan dengan cara membuat tabel dengan kolom-kolom seperti tabel sistem klasifikasi Mohr. Semua data dimasukkan ke dalam tabel, ditentukan DKB tiap data menurut kriteria Mohr. Jumlah rerata BK, BL, dan BB dhitung ke dalam bentuk angka bulat. Berdasarkan pembulatan tersebut, ditentukan tipe iklim daerah setempat dengan menggunakan “sistem klasifikasi Agroklimat”.




                                                                                                                                     IV.            HASIL PENGAMATAN

Lab. Agroklimatologi
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Nama Stasiun : Banjarmasin
Letak Lintang : 3° LS
Elevasi            : 20 m dpl


DATA CURAH HUJAN

Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
1980
364
389
150
258
0
133
164
31
36
0
154
343
1981
340
307
0
340
0
122
179
14
126
83
0
270
1982
422
422
328
239
286
149
42
26
0
28
108
485
1983
0
0
301
151
399
97
142
42
21
236
452
0
1984
394
341
404
397
482
0
420
79
116
132
306
444
1985
496
272
287
273
240
55
67
161
114
100
342
264
1986
387
216
455
219
209
225
132
16
103
170
266
265
1987
395
0
290
0
282
136
0
0
61
95
181
446
1988
457
446
370
249
262
83
178
157
85
234
380
403
1989
280
478
436
307
222
0
184
90
71
646
201
411


1.      Sistem Klasifikasi Mohr

Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
1980
364
389
150
258
0
133
164
31
36
0
154
343
1981
340
307
0
340
0
122
179
14
126
83
0
270
1982
422
422
328
239
286
149
42
26
0
28
108
485
1983
0
0
301
151
399
97
142
42
21
236
452
0
1984
394
341
404
397
482
0
420
79
116
132
306
444
1985
496
272
287
273
240
55
67
161
114
100
342
264
1986
387
216
455
219
209
225
132
16
103
170
266
265
1987
395
0
290
0
282
136
0
0
61
95
181
446
1988
457
446
370
249
262
83
178
157
85
234
380
403
1989
280
478
436
307
222
0
184
90
71
646
201
411
Jumlah
3535
2871
3021
2433
2382
1000
1508
616
733
1724
2390
3331
Rata-Rata
353.5
287.1
302.1
243.3
238.2
100
150.8
61.6
73.3
172.4
239
333.1
Klasifikasi
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BB
BL
BL
BB
BB
BB

Σ BB = 9
Σ BL = 3
Σ BK = 0
Maka, iklim di daerah ini termasuk golongan I, yaitu daerah basah, daerah dengan curah hujan melebihi penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL antara 1-6).



2.      Sistem Klasifikasi Schimdt & Fergusson

Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Σ BB
Σ BL
Σ BK
1980
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BB
BB
8
0
4
1981
BB
BB
BK
BB
BK
BB
BB
BK
BB
BL
BK
BB
7
1
4
1982
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BK
BK
BK
BB
BB
8
0
4
1983
BK
BK
BB
BB
BB
BL
BB
BK
BK
BB
BB
BK
6
1
5
1984
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BK
BB
BB
BB
BB
10
2
0
1985
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BL
BB
BB
BL
BB
BB
9
2
1
1986
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BB
BB
BB
11
0
1
1987
BB
BK
BB
BK
BB
BB
BK
BK
BL
BL
BB
BB
6
2
4
1988
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BB
BB
BL
BB
BB
BB
10
2
0
1989
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BL
BL
BB
BB
BB
9
2
1
Jumlah
84
12
24
Rata-Rata
8.4
1.2
2.4

Q = Rerata BK / Rerata BB
    = 2.4 / 8.4
    = 0.29 à Golongan B.
Golongan B merupakan daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis ( 0,143 < Q < 0,333).

3.      Sistem Klasifikasi Oldeman

Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Σ BB
Σ BL
Σ BK
1980
BB
BB
BL
BB
BK
BL
BL
BK
BK
BK
BL
BB
4
4
4
1981
BB
BB
BK
BB
BK
BL
BL
BK
BL
BK
BK
BB
4
3
5
1982
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BK
BK
BK
BK
BL
BB
6
2
4
1983
BK
BK
BB
BL
BB
BK
BL
BK
BK
BB
BB
BK
4
2
6
1984
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BK
BL
BL
BB
BB
8
2
2
1985
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BK
BL
BL
BL
BB
BB
7
3
2
1986
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BK
BL
BL
BB
BB
8
3
1
1987
BB
BK
BB
BK
BB
BL
BK
BK
BK
BK
BL
BB
4
2
6
1988
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BL
BL
BK
BB
BB
BB
8
2
2
1989
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BL
BK
BK
BB
BB
BB
8
1
3
Jumlah
61
24
35
Rata-Rata
6.1
2.4
3.5
Pembulatan
6
2
4


Dengan bantuan segitiga klimatologi, dapat diketahui bahwa iklim daerah Banjarmasin termasuk golongan C3. Pada golongan ini, periode bero tidak dapat dihindari, namun penanaman 2 tanaman bergantian masih mungkin dilakukan.


4.      Sistem Klasifikasi Koppen

Bulan
Rumus Tmax
Rumus Tmin
Januari
T = 30,8-0,0062h
T = 23,3-0,0054h
Februari
T = 30,7-0,0061h
T = 23,3-0,0053h
Maret
T = 31,1-0,0062h
T = 23,3-0,0054h
April
T = 31,4-0,0061h
T =22,9-0,0052h
Mei
T = 31,4-0,0061h
T = 22,9-0,0051h
Juni
T = 31,2-0,0061h
T = 22,7-0,0051h
Juli
T = 31,1-0,0061h
T = 21,6-0,0051h
Agustus
T = 31,5-0,0061h
T = 22,0-0,0052h
September
T = 32,0-0,0062h
T = 22,3-0,0054h
Oktober
T = 32,2-0,0064h
T = 22,8-0,0055h
November
T = 32,2-0,0064h
T = 22,8-0,0055h
Desember
T = 31,0-0,0062h
T = 23,3-0,0054h

Dengan h = 20 m dpl = 0,2 hm dpl

Bulan
T min
T max
T rerata
Jan
30.80
23.30
27.05
Feb
30.70
23.30
27.00
Mar
31.10
23.30
27.20
Apr
31.40
22.90
27.15
Mei
31.40
22.90
27.15
Jun
31.20
22.70
26.95
Jul
31.10
21.60
26.35
Ags
31.50
22.80
27.15
Sep
32.00
22.80
27.40
Okt
32.20
22.80
27.50
Nov
32.20
22.80
27.50
Des
31.00
23.30
27.15
Jumlah
325.5362
Rata-rata
27.13

T rerata keseluruhan = 27,13°C


Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Σ (mm)
1980
364
389
150
258
0
133
164
31
36
0
154
343
2022
1981
340
307
0
340
0
122
179
14
126
83
0
270
1781
1982
422
422
328
239
286
149
42
26
0
28
108
485
2535
1983
0
0
301
151
399
97
142
42
21
236
452
0
1841
1984
394
341
404
397
482
0
420
79
116
132
306
444
3515
1985
496
272
287
273
240
55
67
161
114
100
342
264
2671
1986
387
216
455
219
209
225
132
16
103
170
266
265
2663
1987
395
0
290
0
282
136
0
0
61
95
181
446
1886
1988
457
446
370
249
262
83
178
157
85
234
380
403
3304
1989
280
478
436
307
222
0
184
90
71
646
201
411
3326
Σ
3535
2871
3021
2433
2382
1000
1508
616
733
1724
2390
3331
25544
Rata-Rata
353.5
287.1
302.1
243.3
238.2
100
150.8
61.6
73.3
172.4
239
333.1
212.8667

TABEL IDENTIFIKASI

Definisi – definisi :
r  =       rerata CH tahunan observasi = 212,87 mm = 2,13 cm

T  =      rerata T = 27,13°C

r1  = jumlah CH yang menurut rumus yang besarnya tergantung T; 
1  = 2T + 14
    = (2.27,13) + 14
    = 18,34

P1 = jumlah CH bulan terkering menurut rumus yang besarnya tergantung
P1  = 10 – r1                                        
                25
     = 10 –18,34/25
      = 9,27

P2   = jumlah CH bulan terkering observasi = 14  mm

No.
Pernyataan
Y/T
Keterangan
1.
Rerata T bulanan < 10 oC
T
Tmax : 23.3C
2.
Sebaran CH merata sepanjang tahun
Y

3
CH terpusat pada musim panas
Y

4
Rerata suhu bulan terdingin >18 oC.
Y
T : 30.7 0C
5
Suhu terdingin < 3 oC
T
Trerata : 27.13 oC
6
Jumlah CH bulanan pada bulan terkering < 60 mm
Y
CH min : 24 °C
7
Jumlah CH bulanan maksimum pada musim hujan (paling tidak CH bulanan maksimum musim hujan = 10 kali jumlah CH bulanan minimum musim kemarau)
T

8
Jumlah CH bulanan maksimum pada musim kemarau (paling tidak jumlah CH bulanan maksimum musim kemarau = 3 kali jumlah CH minimum musim hujan)
Y

9
Jumlah CH bulanan minimum musim hujan > 30 mm

Y

10
Jumlah CH bulanan maksimum musim hujan > 10 kali jumlah CH bulanan minimum musim kemarau
T

11
Jumlah CH bulanan maksimuTm musim kemarau > 3 kali jumlah CH bulanan minimum musim hujan  dan jumlah CH bulanan minimum musim hujan <30 mm
Y

12
Tidak ada musim kering (jumlah CH > 30 mm)
Y

13
Ada bulan kering, dengan syarat jumlah CH maksimum > 3 kali  atau jumlah CH bulanan minimum < 30 mm
T

14
Rerata T udara bulan terpanas < 0 oC
T


DETERMINASI TIPE IKLIM

1. Tiga iklim (A,C,D) dibedakan terhadap iklim kutub (E) didasarkan atas rerata suhu pada bulan terpanas
     b.    Bila T > 10°C
            tipe iklim A,C,D
            Pindah No. 2
2. Tiga iklim A,C,D dibedakan terhadap iklim kering (B) didasarkan pada penyebaran CH terhadap waktu
            a. Bila CH merata sepanjang tahun dipergunakan rumus :
                        r > 2T + 14
                        tipe iklim A,C,D
                        Pindah No. 3
3. Masing-masing anggota tiga iklim (A,C,D) satu dengan lainnya dibedakan berdasarkan rerata suhu bulanan terdingin :
a.     Bila T > 18°C
       tipe iklim A
       Pindah No. 4  

4. Perbedaan antara Af, Am dan Aw didasarkan pada CH tahunan (r) dan CH pada bulan terkering (p):
     a.     Bila p2 < 60 mm
            tipe iklim Am, Aw
            Pindah No. 4b
     b.    Untuk membedakan Am dan Aw menggunakan rumus p1 = 10-r
                                                                                                     25
Tipe iklim Am.                                                                                                  
P1 : 9.27
P2 : 14                           
Jadi P1 < P2 sehingga tipe iklimnya adalah Am. Tipe Am merupakan daerah iklim hujan tropis (tropical rainy climate). Daerah ini beriklim panas dengan suhu rerata bulanan > 18C. di daerah ini musim kering pendek tetapi curah hujan besar sehingga tanah cukup basah sepanjang tahun.

                                                                                                                                                      V.            PEMBAHASAN

Iklim dari suatu tempat terdiri dari unsur-unsur yang variasinya sangat berbeda jauh, dan dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin bila dua tempat mempunyai iklim yang identik. Jumlah  iklim di permukaan bumi ini hampir tidak terbatas, sehingga membutuhkan penggolongan ke dalam suatu kelas atau tipe. Klasifikasi iklim yang dibuat oleh manusia tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun pengklasifikasian iklim tersebut dapat memudahkan dalam mengidentifikasi iklim pada suatu daerah, karena pengklasifikasian iklim tersebut menyederhanakan jumlah iklim lokal yang tidak terbatas jumlahnya menjadi beberapa golongan yang jumlahnya relatif sedikit, yaitu kelas-kelas yang mempunyai sifat penting yang bersamaan.
Sistem klasifikasi iklim menurut Mohr, pembagian iklim menurut Mohr ditentukan oleh jumlah bulan basah dan bulan kering suatu tempat untuk tiap-tiap bulan. Bulan basah merupakan bulan yang curah hujannya dalam 1 bulan lebih dari 100 mm. Untuk lokasi Banjarmasin, terjadi hampir tiap bulan berkisar mulai 61,6 mm sampai 353,5mm.Hasil tersebut adalah rata-rata setiap bulan untuk periode tahun 1980 sampai tahun 1989. Berdasarkan metode Mohr dapat diketahui bahwa daerah yang berada di Banjarmasin,termasuk golongan I yaitu daerah dengan Ch melebihi penguapan selama 12 bulan, hampir tanpa periode kering (BL antara 1-6)..
Metode Mohr ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah walaupun jenis tanah tidak menjadi dasar sistem klasifikasi Mohr sudah cukup mewakili berbagai jenis tanah, metode ini telah diterapkan dengan berhasil pada daerah tropis seperti Trinidad, bahkan adapula yang diterapkan dalam bentuk variasi seperti di Konyo. Sistem klasifikasi ini menyajikan data curah hujan bulanan dapat diketahui pergeseran iklim tiap bulan Kekurangannya adalah pengklasifikasiannya didasarkan pada rata-rata bulanan sehingga kurang sesuai untuk memberi gambaran secara sempurna mengenai keadaan iklim Indonesia, tidak mengikutsertakan sifat fisis suatu tanah yang juga dapat memberi pengaruh pada penetuan iklim. Selain itu, dengan metode klasifikasi ini, tidak dapat diketahui pergeseran iklim tiap tahun, dasar penentuannya hanya dari curah hujan sehingga hanya dapat digunakan untuk menentukan iklim di daerah dengan curah hujan stabil maupun periodik.
Sistem klasifikasi menurut Schmidt-Fergusson, penentuan iklim menggunakan harga perbandingan Q, yaitu jumlah rerata bulan kering dengan jumlah rerata bulan basah. Untuk mendapatkan rerata bulan basah dan rerata bulan kering, masing-masing bulan pada tiap tahun ditentukan kategorinya apakah bulan basah atau bulan kering. Kemudian bulan basah dan bulan kering tersebut dihitung jumlahnya kemudian masing-masing bulan basah dan bulan kering tersebut dibagi 10. dari hasil perhitungan data dari tahun 1980 sampai tahun 1989 diperoleh jumlah bulan basah sebanyak 84 bulan lembab sebanyak 12 dan bulan kering sebanyak 24. Setelah dibagi 10, selanjutnya dicari nilai Q. Didapatkan nilai Q sebesar 0,29. Nilai tersebut menurut metode Schmidt-Fergusson terletak antara 0,143<0,333 yang merupakan tipe iklim golongan B sehingga dapat diketahui bahwa iklim golongan B merupakan daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis.
Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson ini memiliki kesamaan dengan sistem Mohr, yaitu didasarkan atas bulan kering dan bulan basah. Hanya saja, Mohr mencari bulan basah dan bulan kering melalui harga rata-rata curah hujan untuk tiap bulan, maka Schmidt dan Fergusson melalui pencarian setiap bulannya untuk masing-masing satu tahun. Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah mengetahui pergeseran iklim tiap tahun, mempermudah pengamatan dalam melihat kapan terjadinya bulan kering dan bulan basah. Kekurangannya adalah kriteria untuk bulan basah ataupun bulan kering untuk beberapa wilayah terlalu rendah, sehingga terjadi kesulitan dalam mengelompokkan bulan kering dan bulan basah pada suatu daerah. Secara umum klasifikasi ini banyak digunakan di bidang perkebunan dan kehutanan.
Sistem klasifikasi iklim menurut Oldeman. Oldeman memakai dasar unsur curah hujan dalam hubungannya dengan kebutuhan air tanaman, khususnya tanaman pangan semusim seperti padi dan palawija. Selain itu, Oldeman juga menggunakan istilah bulan basah dan bulan kering untuk membantu penggolongan iklim seperti halnya pada sistem Mohr dan sistem Schmidt-Fergusson. Hanya saja terdapat perbedaan penentuan batas curah hujan. Dalam metode Oldeman, bulan basah mempunyai curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm, sementara bulan kering mempunyai jumlah curah hujan kurang dari 100 mm. Ketentuan bulan basah dan bulan kering ini didasarkan karena padi sawah dipandang cukup untuk dibudidayakan pada curah hujan 200 mm tiap bulan, sedangkan untuk sebagian besar palawija, jumlah curah hujan minimal yang diperlukan tiap bulan adalah 100 mm. Pengklasifikasian iklim menurut metode Oldeman ini dibantu dengan penggunaan “Segitiga Agroklimat”.
Sistem klasifikasi iklim oleh Oldeman memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah caranya sudah lebih maju dibanding dengan cara-cara sebelumnya seperti dalam sistem Mohr dan Schmidt-Fergusson. Hal ini disebabkan oleh metode Oldeman yang telah mempertimbangkan unsur cuaca yang lain seperti radiasi matahari yang dihasilkan dengan kebutuhan air tanaman. Sehingga, dengan memanfaatkan sistem klasifikasi ini, sudah dapat diperkirakan pola tanam dengan keterkaitan antara iklim dan tanaman. Sedangkan, kekurangannya adalah sistem ini menjadikan curah hujan sebagai salah satu indikatoe pentingnya. Sehingga, akan terdapat banyak kesulitan dan kendala dalam menentukan wilayah yang mempunyai 4 musim. Selain itu, sistem klasifikasi ini belum dapat menjelaskan pergeseran iklim bulanan. Dengan bantuan segitiga klimatologi, dapat diketahui bahwa iklim daerah Banjarmasin termasuk golongan C3. Pada golongan ini, periode bero tidak dapat dihindari, namun penanaman 2 tanaman bergantian masih mungkin dilakukan.
Sistem klasifikasi Koppen menjadikan tiga hal sebagai indikatornya. Indikator tersebut secara berurutan adalah curah hujan, radiasi matahari (suhu udara), dan kesesuaian lahan. Curah hujan pada sistem Koppen ini diperoleh dengan merata-ratakan jumlah curah hujan yang terjadi tiap tahunnya. Dalam percobaan kali ini, adalah data dari tahun 1980 – 1989 dan diperoleh nilai rerata curah hujan sebesar 212,87 Dengan membagi 10 nilai curah hujan tersebut diperoleh koefisien korelas  ( r ) sebesar 21,287mm. Dari penjumlahan T max dan T min yang kemudian dibagi dua diperoleh T rerata ( T ) sebesar 27,13. Dari data tersebut dapat dicari  CH rerata (r) sebesar 212,87. Adapun nilai P1, jumlah curah hujan  terkering yang besarnya tergantung r adalah 18,34 dan P2 curah hujan bulan terkering observasi 9,27 mm. Nilai C,T,R,P2 dan P1 tersebut akan membantu dalam menentukan tipe iklim di lokasi stasiun Banjarmasin.
Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh informasi bahwa wilayah lokasi stasiun  memiliki rerata T bulanan lebih dari 10C dengan T mm sebesar 30,7C. Adapun curah hujan bulanan minimum musim panas adalah lebih dari 20 mm yaitu 24 mm.. Jumlah curah hujan bulanan minimum terjadi pada musim dingin. Sementara jumlah curah hujan bulanan musim panas adalah kurang dari 10 mm yaitu 7 mm. Pada bulan tersebut terdapat bulan kering karena memenuhi syarat dimana curah hujan bulanan minimm kurang dari 10 mm.
Melalui pengolahan data rerata suhu wilayah Banjarmasin lebih 10C yaitu 30,7C maka dapat dikelompokkan dalam tipe iklim A,C dan D. Namun masing-masing tipe iklim tersebut dapat dibedakan lagi berdasarkan rerata suhu bulanan terdingin dimana T > 18 o C dan diperoleh bahwa iklim wilayah Banjarmasin adalah tipe A dimana tipe A tersebut merupakan iklim hujan Tropika yang kemudian dapat dibedakan lagi menjadi Tropika Basah (A), Tropika Basa (Am) dan Tropika Basah Kering (Am). Untuk wilayah Banjarmasin termasuk iklim Am, karena berdasar data P1 lebih kecil dari P2. Tipe iklim ini berkarakter musim kering pendek tetapi curah hujan besar sehingga tanah cukup basah sepanjang tahun.
Sistem klasifikasi iklim Koppen juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan sistem klasifikasi ini adalah terletak dalam penyusunan simbol-simbol tipe iklim yang dengan tepat merumuskan sifat dan curah masing-masing tipe iklim dengan tanda yang terdiri dari kombinasi beberapa huruf saja yang dapat dengan tepat merumuskan sifat dan corak iklim suatu wilayah. Sedangkan, kekurangan sistem klasifikasi iklim ini adalah jika diterapkan di Indonesia, sistem ini kurang dapat menggambarkan kondisi detail iklim Indonesia. Hal ini disebabkan oleh besarnya perbedaan curah hujan wilayah-wilayah di Indonesia. Walaupun, suhu udara tahunannya sama sepanjang tahun.









                                                                                                                                                    VI.            KESIMPULAN

  1. Iklim merupakan gabungan kondisi cuaca sehari-hari atau merupakan rata-rata curah hujan, yaitu selama 30 tahun. Klasifikasi ini dapat dibedakan secara genetis dan secara empirik.
  2. Digunakan berbagai macam anasir cuaca untuk menentukan klasifikasi iklim seperti curah hujan, radiasi matahari, ataupun berdasar atas suatu vegetasi.
  3. Pengklasifikasian iklim dapat diketahui melalui sistem klasifikasi iklim menurut Mohr, menurut Schmidt dan Fergusson, menurut Oldeman, dan menurut Koppen.
  4. Klasifikasi iklim untuk wilayah Banjarmasin menurut Mohr adalah golongan I menurut Schmidt- Fergusson adalah tipe iklim golongan B ,  dan menurut Koppen Borobudur beriklim A,C dan D
  5. Klasifikasi yang cocok untuk Indonesia adalah KoppeN

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Iklim. <http://id.wikipedia.org/wiki/Iklim>. Diakses tanggal 5 November 2008.


Anonim. 2008. Klasifikasi Iklim Koppen. <http://id.wikipedia.org/wiki/Klasifikasi_iklim_Koppen>. Diakses tanggal 5 November 2008.


Harwitz, Benhard, and James M. Austin.1994. Climatology. Mc Graw-Hill Book Company, Inc. New York and London.


Juaeni, Ina. 1996. Variasi Iklim Indonesia. Warta Lapan 20 (49): 46-65.


Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.


Subarno, M. T. 1998. Klimatologi Dasar. UPN Veteran Press. Yogyakarta.


Tjasjono, Bayong. 1999. Klimatologi Umum. Penerbit Bandung.


Wisnusubroto, S. Aminah, S. Siti Lela, dan Nitisapto Mulyono. 1986. Asas-asas Meteorologi. Ghalia Indonesia. Yogyakarta.

1 comment:

Anonymous said...

trims, infonya sangat bermanfaat.

kunjungi balik blog saya

 


Loading...


Please Wait...