LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH
KELOMPOK V / GOLONGAN A-1
TANAH GRUMOSOL / VERTISOL
Acara III
STRUKTUR TANAH
ABSTRAKSI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya tanah merupakan tubuh alam. Namun demukian banyak tanah yang memperlihatkan tanda-tanda pengaruh antropogen. Sebagai contoh struktur tanah berubah-ubah karena lalu lintas, susunan kimia tanah berubah karena irigasi dan pemupukan. Struktur tanah adalah bagian dari sifat fisik tanah. Struktur tanah ini merupakan proses fisio kimia dan biologi yang dimulai dari penjojotan dan agregasi dengan diikuti sementasi (bahan pelekat).
Hal ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim, aktifitas biologi, pengelolaan tanah dan kepekaan tanah terhadap gaya-gaya perusak mekanis dan fisio kimia. Oleh karena itu belum ada metode yang secara obyektif dan kuantitatif dapat digunakan untuk menentukan struktur tanah, yang ada yaitu metode yang subyektif dan kuantitatif. Antara lain metode lilin, ring sample dan air raksa.
Dengan penentuan berat volume (BV), berat jenis (BJ) dan porositas tanah dapat membedakan antara struktur yang ada. Kaitannya dengan daya serap air, struktur tanah mempenaruhi karena berdasarkan dari pori-pori tanah, pori-pori tanah yang besar bermanfaat untuk aerasi dan infiltrasi, sedangkan pori-pori yang kecil untuk menyimpan lengas.
B. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menetapkan kerapatan massa tanah (berat volume = BV), menetapkan kerapatan butir tanah (berat jenis = BJ) dan menetapkan porositas total tanah (n).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Yang diartikan dengan struktur tanah ialah susunan zarah-zarah tanah membentuk pola keruangan. Proses yang terlibat dalam pembentukan struktur tanah ialah penjojotan dan agregasi, dengan atau tanpa diikuti sementasi. Penjojotan adalah peristiwa elektrokinetik pengendapan zarah tanah dari suspensi. Pengendapan terjadi karena zarah-zarah tanah mengelompok sehingga memperoleh massa yang lebih besar. Pengelompokan dapat terjadi karena potensial zeta zarah-zarah tanah menurun yang menyebabkan kakas tolak antar zarah mengecil sehingga kakas tarik gravitasi antar massa zarah dapat bekerja. Potensial zeta ialah muatan listrik negatif zarah. Potensial ini dapat turun karena sebagian atau seluruh muatan listrik negatif dinetralkan oleh kation-kation yang terserap. Kakas tarik gravitasi antas massa zarah dinamakan kakas Van der Waals (Notohadiprawiro, 1998).
Agregasi ialah peristiwa penggabungan jonjot-jonjot tanah menjadi gumpalan. Jonjot tanah tergabung oleh kohesi (tarikan molekuler) dan adesi (tegangan permukaan). Tegangan permukaan dibangkitkan oleh tarikan antara molekul tanah dan molekul air (Notohadiprawiro, 1998).
Agregat yang terbentuk secara alam (natural aggregate) disebut pet, sedangkan istilah cold digunakan untuk bongkah tanah hasil pengolahan tanah misalnya. Dua istilah lain yang sering meragukan dengan ped adalah fragment dan conrection (konkresi). Fragment berarti ped yang pecah, konkresi terbentuk di dalam tanah akibat presipitasi garam-garam terlarut dan sering terbentuk akibat fluktuasi yang besar dari permukaan air tanah (Hakim, et.al., 1986).
Struktur tanah yang baik adalah yang kandungan udara dan airnya dalam jumlah cukup dan seimbang serta mantap. Hal semacam ini hanya terdapat pada struktur yang ruang pori-porinya besar, dengan perbandingan yang sama antara pori-pori makro dan mikro serta tahan terhadap pukulan tetes-tetes air hujan. Dikatakan pula bahwa struktur yang baik bila perbandingannya sama antara padatan, air dan udara (Suhaidi, 1983).
Berdasarkan tipenya, struktur tanah dibagi menjadi (Maas, 1996) :
1. Tadak Berstruktur :
a. Berbutir tunggal : tiap butiran bebas satu dengan lainnya, hal ini terdapat pada tanah pasiran.
b. Pejal / masif : massa tanah bertaut satu dengan lainnya dengan tanpa ada bidang yang lebih rapuh, terutama tanah berbahan induk lempung.
2. Berstruktur :
a. Granuler : partikel-partikel primer tergabung membentuk ped yang bundar. Ada rongga diantara ped sehingga tidak terjadi kontak permukaan yang menyatu.
b. Remah : ikatan butiran tanah yang berbentuk amuba dan titik singgung satu ped dengan lainnya cukup banyak sehingga tidak berderai seperti struktur granuler.
c. Lempeng : ukuran horizontal lebih besar dari ukuran vertikalnya, dibedakan ketipisannya seperti pembagian diameter struktur remah.
d. Gumpal : ukuran horizontal dan vertikal sama besar.
e. Tiang : bidang vertikal lebih besar dari bidang horizontalnya.
3. Struktur yang dihancurkan : pada umumnya adalah struktur lumpur yang biasa dijumpai pada sawah.
Umumnya kita dapat membagi struktur tanah ke dalam tiga bentuk yang sangat luas, yaitu berbutir tunggal (single grained), masif (massive), dan beragregasi (aggregated). Apabila keseluruhan partikel tanah saling lepas satu sama lain, seperti dapat kita jumpai pada tanah berkelas tekstur pasir, struktur tanahnya dikatakan berbutir tunggal. Dalam pustaka lama, ia masih disebut sebagai tanah yang tidak berstruktur atau berstruktur lepas. Sebaliknya, andaikata partikel-partikel tanah saling terikat sedemikian kuatnya, sehingga terbentuk bongkah-bongkah tanah tang kohesif, maka struktur tanahnya disebut masif. Di antara kedua bentuk struktur yang ekstrim itu, kita mengenal tanah dengan keterikatan sedang dimana kesatuan-kesatuan yang terbentuk kecil saja. Struktur tanah demikian dinyatakan beragregasi dan kesatuannya disebut sebagai mikroagregat atau agregat saja. Kesatuan partikel di lapangan yang dapat dilihat dengan mata telanjang sebetulnya adalah gabungan dari agregat-agregat yang bileh disebut sebagai makroagregat. Ukurannya bisa berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Tanah dengan bentuk struktur terakhir ini merupakan tanah yang paling dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman, terutama pada tahap pertumbuhan yang cukup kritis, yaitu soal perkecambahan dan pembibitan (Indranada, 1986).
III. METODOLOGI
A. Kerapatan Massa Tanah (BV)
Pada praktikum ini praktikan menggunakan bahan berupa contoh tanah gumpalan kering udara, juga menggunakan alat-alat berupa cawan pemanas lilin, lampu spiritus, penumpu kaki tiga, tabung ukur, pipet ukur 10 ml dan thermometer.
Cara kerjanya pertama-tama mengambil sebongkah tanah dam membuat bola dengan kuku jari tangan, sedemikian sehingga dapat masuk ke dalam tabung ukur dengan longgar ( 1 - 1,5 cm) membersihkan permukaannya dari butir-bitur tanah yang menempel secara hati-hati dengan kuas. Mengikat tanah dengan benang sehingga dapat digantung, kemudian menimbangnya (misal a gram).
Mencairkan lilin dalam cawan pemanas, kemudian mengukur suhunya dengan thermometer. Menyelupkan bongkah tanah ke dalam lilin pada suhu 60º - 70º C selama 5 detik (apabila suhu terlalu panas lilin dapar masuk ke dalam pori-pori tanah, terlalu lama pelapisan akan terlalu tebal). Memastikan lilin betul-betul menutupi permukaan bongkah. Menimbang bongkah tanah berlilin tersebut setelah dingin (misal b gram).
Mengisi tabung ukur dengan air aquadest sampai volume tertentu (msal p ml) dan memasukkan bongkah tanah berlilin perlahan-lahan (volume air aquadest akan naik), kemudian mencatat volumenya. Menambahkan air melalui pipet ukur sampai tepat di garis volume (misal q ml) jika volume air tidak jelas. Mencatat berapa ml aquadest yang telah ditambahkan dari pipet ukur (misal r ml). Mengangkat bongkah tanah dan membersihkan tabung ukur.
B. Kerapatan Butir Tanah (BJ)
Praktikum ini menggunakan bahan berupa tanah kering udara Φ 2 mm serta alat berupa piknometer, kawat pengaduk halu dan thermometer.
Cara kerjanya pertama-tama dengan menimbang piknometer kosong bersumbat (misal a gram). Mengisi dengan tanah ½ volume, kemudian menyumbat dan menimbangnya.
Menambahkan aquadest sampai 2/3 volume, mengaduknya dengan pengaduk kawat untuk menghilangkan udara yang tersekap. Mendiamkannya selama 1 jam. Mengukur suhu suspensi (misal t1 ºC) dan membaca BJ suspensi pada tabel BJ (misal BJ1). Mengaduk-aduk lagi, mencuci kawat pengaduk dengan botol pancar, kemudian menambahkan air secara perlahan-lahan sampai 2/3 leher pikno (jangan sampai mengaduk tanah). Menyumbatnya hingga aquadest dapat mengisi pipa kapiler sampai penuh. Mengeringkan dinding pikno dengan kertas tissu dari air yang menempel, kemudian menimbangnya (misal c gram).
Membuang isi pikno dan membersihkannya. Mengisi piknometer denan aquadest sampai penuh dan menyumbatnya. Mengamati, air harus mengisi pipa kapiler sumbat. Mengeringkan permukaan luar pikno dengan tissu dan menimbang pikno berisi air (misal d gram). Mengukur suhunya (msal t ºC) dan melihat BJ aquadest (misal BJ2) pada suhu tersebut di dalam tabel BJ. Membersihkan dan mengeringkan piknometer.
IV. DATA HASIL PERHITUNGAN
1. Regosol / Entisol (i)
2. Ultisol / Latosol 1,24 2,2 43,64
3. Rendzina 2,09 1,84 13,6
4. Alfisol / Mediteran 1,315 2,113 37,77
5. Vertisol 1,46 1,77 18
6. Entisol (ii) 1,728 2,352 26,5
V. PEMBAHASAN
Dengan metode piknometer dapat diketahui harga BV, BJ dan porositas tanah (n). Berat volume merupakan berat bongkah tian satuan volume total bongkah tanah. Berat jenis dapat diartikan perbandingan relatif antara berat padatan tanah dengan volume padatan. Sedangkan porositas merupakan persentase volume pori-pori terhadap volume bongkah tanah.
Dari hasil perhitungan pada tanah Rendzina BV lebih besar dari BJ, seharusnya harga BJ selalu lebih besar dari BV. Kesalahan ini mungkin disebabkan karena gumpalan tanah yang akan dimasukkan ke cairan lilin permukaannya terdapat pori-pori sehingga lilin masuk ke pori-pori tanah atau dimungkinkan pula karena lilin yang terlalu panas dan pencelupan dalam lilin yang terlalu lama.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa tanah latosol memiliki nilai BV yang terendah, sehingga dalam pengolahannya tanah ini memerlukan proses aerasi agar infiltrasinya berjalan dengan baik sehingga mendukung pertumbuhan akar tanaman. Selain itu Latosol juga mempunay BJ yang cukup tinggi. Perbandingan nilai BJ dan BV Latosol lebih tinggi dibandingkan tanah lainnya. Sehingga bila dilihat dari hubungan antara BJ dan BV pada rumus porositas, Latosol mempunya porositas yang lebih tinggi.
Tanah Mediteran memiliki BV yang lebih rendah daripada Vertisol, tetapi memiliki BJ yang lebih tinggi. Selisih BV kedua tanah ini relatif lebih sedikit dibandingkan selisih BJ. Hal ini membuat Mediteran memiliki nilai porositas yang lebih tinggi dibandingkan Vertisol. Nilai BJ yang tinggi menunjukkan kadar bahan organik yang rendah.
Tanah Entisol memiliki nilai BV yang tertinggi yaitu 2,09. Menurut tabel struktur tanah dibawah, tanah ini bersifat mampat sehingga kemampatan ini harus diturunkan dengan cara menambahkan bahan organik. Bahan organik dapat memperbaiki agregasi tanah (struktur) sehingga dapat meningkatkan pori tanah. Nilai Bjnya juga tertinggi, artinya bahan organiknya sangat rendah. Namun karena selisih BJ dan BV tanah ini cukup tinggi, dari rumus didapatkan bahwa tanh ini memiliki porositas yang tidak begitu buruk. Dari segi porositas, tanah ini tidak begitu mampat.
Tabel struktur tanah :
Nilai BV Struktur
1 - 1,4 g / cm3 normal
1,4 - 1,7 g / cm3 agak mampat
> 1,7 g / cm3 mampat
Porositas tanah dipengaruhi oleh adanya kandungan bahan organik tanah, struktur tanah dan tekstur tanah. Porositas tinggi jika bahan organik tinggi. Tanah dengan struktur granuler / remahmempunyai porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur pejal tanah yang mengandung lempung karena mempunyai pori-pori makro, yaitu pori-pori yang ukurannya besar sehingga sulit menyimpan air. Kesulitan dalam menyimpan air ini diakibatkan karena air yang terdapat dalam pori makro cenderung berat sehingga tertarik gaya gravitasi kebawah, mengalir menjadi air gravitasi.
VI. KESIMPULAN
1. Dari percobaan didapat nilai BV tertinggi ialah tanah Rendzina, Entisol, Vertisol, Mediteran dan Latosol.
2. BJ tertinggi pada tanah Entisol, Latosol, Mediteran, Rendzina dan Vertisol.
3. Latosol mempunyai porositas total yang lebih tinggi dibandingkan dengan Alfisol, Entisol, Vertisol an Rendzina.
4. Tanah yang mempunyai struktur mampat akan mempunyai nilai porositas yang rendah, sebaliknya struktur yang remah alan mempunyai nilai porositas yang tinggi.
5. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka nilai BJ semakin rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, N, Dr, Ir. M. Yusuf Nyakpa, M.Sc., A.M. Lubis, M.Sc., Ir. Sutopo Ghani Nugroho, Ir. M. Amin Dita, Prof. Dr. Go Ban Hong, Prof. Dr. H. H. Bailey. 1986. Dasat-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung : Lampung. 448 p
Indranada, H.K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT Bina Aksari : Jakarta. 90 p
Maas, A. 1996. Ilmu Tanah dan Pupuk. Akademi Penyuluhan dan Pertanian (APP) : Yogyakarta. 174 p
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta. 187 p
Suhardi, 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisiun : Yogyakarta. 218 p
LAMPIRAN
Contoh perhitungan untuk tanah Vertisol :
1. Menentukan kerapatan massa tanah (berat volume = BV)
a = 4,5 g p = 20ml r = 0 ml
b = 4,74 g q = 23 ml KL = 13,18 %
87 x a
BV = g / cm3
(100 + KL) [0,87 (q – p – r) – (b – a)]
87 x 4,5
BV =
(100 + 13,18) [0,87 (23 – 20 – 0) – (4,74 – 4,5)]
391,5
BV =
(113,18) (2,37)
391,5
BV = = 1,46 g / cm3
268,24
2. Menentukan kerapatan butir tanah (berat jenis = BJ)
a = 19,98 gr t1 = 30 ºC
b = 36,30 gr BJ1 = 0,996 g / cm3
c = 53,25 gr t2 = 31 ºC
d = 45,03 gr BJ2 = 0,995 g / cm3
100 (b – a) BJ1 BJ2
BJ =
(100 + KL) [BJ1 (d – a) – BJ2 (c – b)]
100 (36,30 – 19,98) 0,996 x 0,995
BJ =
(100 + 13,2) [0,996 (45,03 – 19,98) – 0,995 (53,25 – 36,30)]
1617,34
BJ = = 1,77 g / cm3
113,2 (24,95 – 16,87)
3. Menentukan porositas total tanah (n)
BV = 1,46 g / cm3
BJ = 1,77 g / cm3
BV
n = 1 - x 100 %
BJ
1,46
n = 1 - x 100 %
1,77
n = (1 – 0.82) x 100 %
= 0,18 x 100 %
= 18 %
No comments:
Post a Comment