LAPORAN PRAKTIKUM
BIOKIMIA
ACARA IV
PENGUJIAN AKTIVASI ENZIM
Disusun oleh :
Nama : Rr.Wulan Setyadewi
Nim : 06/194952/PN/10699
Gol : A2
Hari/tgl : Selasa / 23 Oktober 2007
Asisten : Jessica devianti
LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN MIKROBIOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007
PENGUJIAN AKTIVITAS ENZIM
I. DASAR TEORI
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa (Lehninger, 1982). Kerja enzim sebagaimana halnya dengan katalisator dalam kimia anorganik ialah mempercepat suatu reaksi dengan tiada turut mengalami perubahan sendiri (Dwijoseputro, 1992).
Pengaruh suhu terhadap enzim. Karena struktur protein menentukan aktivitas enzim, maka jika struktur ini terganggu aktivitas akan berubah. Proses denaturasi protein juga berlaku untuk protein-protein enzim dan bahan yang mendenaturasi adalah sama. Misalnya enzim sering memperlihatkan kerapuhan akibat suhu. Jika dipanaskan sehingga kurang lebih di atas 500C. Kebanyakan, tetapi tidak semua enzim akan terdenaturasi. Denaturasi akibat suhu tinggi biasanya irreversible karena gaya-gaya ikatan lemah yang penting rusak akibat meningkatnya getaran termal komponen atau atom-atomnya, suatu fenomena yang merusak struktur tiga dimensi. Pada kondisi yang tidak menyebabkan denaturasi, kebanyakan enzim menunjukkan adanya suhu optimum dengan keadaan lainnya sama untuk mencapai aktivitas optimal (Montgomery et al.,1983).
Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas pH enzim menggambarkan pH pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada pada tingkat ionisasi yang diinginkan pH optimum enzim tidak perlu sama dengan pH lingkungan normalnya dengan pH yang mungkin sedikit berada di atas atau dibawah pH optimum. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel mengkin diatur sebagian oleh perubahan pada pH medium lingkungan (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Jumlah enzim di dalam larutan atau ekstrak jaringan tertentu dapat diuji secara kuantitatif dalam hal pengaruh katalitik yang dihasilkannya. Untuk tujuan ini, kita perlu mengetahui persamaan keseluruhan reaksi yang dikatalisasi; suatu prosedur analitik untuk menentukan menghilangnya substrat atau munculnya produk reaksi;apakah enzim memerlukan kofaktor seperti ion logam atau koenzim; ketergantungan aktivitas enzim kepada konsentrasi substrat, yaitu Km bagi substrat, pH optimum, dan daerah suhu yang membiarkan enzim dalam keadaan stabil dan memiliki aktivitas tinggi. Biasanya enzim diuji pada pH optimum, dan daerah suhu yang membiarkan enzim dalam keadaan stabil dan memiliki aktivitas tinggi. Biasanya enzim diuji pada pH optimum pada suhu yang mudah dipergunakan, biasanya dalam kisaran 25-380C, dan dengan konsentrasi substrat yang mendekati jenuh. Pada keadaan ini kecepatan reaksi awal biasanya sebanding dengan konsentrasi enzim, sedikitnya pada kisaran konsentrasi enzim tertentu (Lehninger, 1982).
Diduga suatu enzim meyesuaikan diri disekitar substrat (molekul yang akan dikerjakan) untuk membentuk suatu kompleks enzim substrat. Ikatan-ikatan substrat dapat menjadi tegang oleh gaya tarik antara substrat dam enzime. Ikatan tegang memiliki energi tinggi dan lebih mudah terpatahkan, oleh karena itu ,reaksi yang diinginkan berlangsung lebih mudah dan menghasilkan suatu kompleks enzime-produk (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Amilase adalah enzim hidrolitik yang menghidrolisis polimer glukose yang mengandung ikatan α(14). Amilum dan glikogen adalah polimer khas semacam ini. Polimer glukose yang mengandung ikatan β(14) glikosidik seperti sellulose adalah bukan substrat amilase tidak memenuhi persyaratan stereospesifik dari amilase. Produk pencernaan amilase dari dan glikogen bervariasi menurut sifat ekstrak substrat namun pembentukan beberapa gula pereduksi merupakan kegiatan khas amilase. Amilase ludah mengandung ikatan β(14) glikosidik (Soedarmo, 1989).
II. TUJUAN
1. Mengetahui kecepatan reaksi enzim nitrat reduktase pada tanaman budidaya dan tanaman non budidaya
2. Mengetahui titik akromatik enzim amilase dari kecambah jagung dan kecambah kacang hijau.
3. Mengetahui pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim.
III. METODOLOGI
1. Alat:
a. tabung reaksi
b. gelas ukur
c. penangas air
d. pipet tetes
e. waterbath
f. lumpang porselin
g. cutter
h. kertas saring
i. kompor kaki tiga
j. vorteks
k. test plate
l. pipet ukur
m. beker glass
n. botol film
2. Bahan:
a. daun kacang tanah
b. daun cabai
c. daun bambu
d. 5 m NaNO3
e. 0,5 m NaNO3
f. 0,1m buffer fosfat
g. 0,1 m buffer pH 6,7
h. 0,5 % pati
i. 1N HCl
j. 1% NaCl
k. 0,1N tar iodine
l. Air ludah
m. α- naphtylamin
n. lar asam sulfanilat
o. aliquat
p. aquadest
q. kecambah kacang ijo
r. kecambah jagung
3. Cara Kerja
a. Aktivitas nitrat reduktor
b. Uji aktivitas amilase
larutan Tab uji K1 K2
0,5%pati
0,1 buffer
1% NaCl 5
2
1 5
2
1 5
2
1
Tab uji +1ml fil B
K1 +1ml fil A
K2 + 1mi aquadest
c. Uji temperatur trhadap aktivitas amilase
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
a. Aktivitas Nitrat Reduktase
Sampel Intensitas Warna Pink
Daun cabe ++
Daun kacang hijau +++
Daun bambu +
Ket = +++ = mengandung nitrit (NO2-)
Semakin pink = kandungan nitrit semakin tinggi
+ = kandungan nitrit rendah
b. Penentuan titik Akhromik
Pengamatan Tbg Uji (Kacang) Tbg Uji (Jagung) Kontrol I Kacang Kontrol I Jagung Kontrol II Kacang Kontrol II Jagung
1 + + +++ +++ ++ ++
2 +++ +++ ++ +++ + +
3 +++ + +++ ++ ++ -
4 + ++ + ++ + +
5 + + + + + -
6 ++ ++ + + + +
Ket = +++ warna biru masih tampak jelas, endapan banyak
++ warna biru agak jelas, endapan sedang
+ warna biru kurang jelas, endapan sedikit (hampir hilang)
- tidak ada warna biru dan endapan tidak tampak
Titik Akhromik diperoleh setelah 12 X Ulangan tiap 5 menit
Diperoleh titik akhromik = 12 X 5 menit
= 60 menit
c. Pengaruh temperatur terhadap Aktivitas Amilase
Bahan Suhu Kamar 500C 1000C HCl
Jagung Kuning
+++ Kuning pucat ++ Ungu tua
- Kuning pucat
+
Kacang hijau Kuning +++ Kuning ++ Kuning kecoklatan - Kuning +
Air Liur Kuning +++ Kuning ++ Kuning kecoklatan - Kuning +
Ket = + rendah ++ agak tinggi +++ tinggi
PEMBAHASAN
1. Pengujian Aktivitas Nitrat Reduktase
Pengujian Aktivitas Nitrat Reduktase dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim Nitrat reduktase dalam mereduksi NO3- menjadi NO2- pada sampel : daun cabe, daun kacang hijau, daun bambu. Pada pengujian ini dipakai larutan buffer fosfat (pH 7,5) untuk membersihkan daun dari kotoran yang menempel pada daun atau mensterilkannya. Selain itu dipakai juga NaNO3 5 M sebagai penyedia ion nitrat yang nantinya akan diubah menjadi ion nitrit (NO2-).
Reaksinya dapat ditulis :
Reaksi bersifat positif jika terbentuk warna pink atau merah muda pada akhir reaksi. Pada hasil pengamatan daun cabai menunjukkan warna pink yang lebih jelas, hal ini menunjukkan aktivitas nitrat reduktase pada cabai sangat tinggi. Aktivitas nitrat reduktase dipengaruhi oleh kandungan nitrat dalam tanaman yang mungkin berasal dari pemupukan atau proses fotosintesis. Sehingga jika diperhatikan daun cabai bereaksi positif mungkin karena sering dipupuk sehingga kandungan nitratnya lebih tinggi dibanding kacang hijau dan bambu. Karena tanaman bambu biasanya hanya dibiarkan saja tanpa pemupukan, tetapi tetap masih dapat hidup. Begitu pula dengan kacang hijau yang hanya dipupuk namun tidak seefektif tanaman cabai.
2. Penentuan titik akhromik
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kerja enzim amilase. Enzim amilase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis polisakarida pati menjadi disakarida maltosa yaitu dengan memotong ikatan 1,4 glikosidik pada unit D-glukosa. Sebelum melakukan penentuan titik akhromik lebih dahulu dibuat filtrat yang berasal dari 20 kecambah jagung dan kacang hijau yang dihaluskan. Filtrat yang didapat dari hasil saringan tersebut dibagi menjadi 2 bagian yaitu filtrat A yang dipanaskan pada air mendidih dan filtrat B yang dipanaskan pada suhu 370C ( Waterbath). Titik akhromatik merupakan suatu titik saat campuran reaksi tidak dapat membentuk warna dengan larutan iodine. Pada hasil pengamatan, hingga pengamatan ke-6 belum tercapai titik akhromatik sehingga sampai 12 X pengamatan baru diperoleh titik akhromatik. Pengamatan yang dilakukan berulang kali ini untuk mencapai titik akhromatik yang belum terlihat pada awal-awal pengamatan hal ini dikarenakan mungkin karena sampel ataupun larutan yang dipakai sudah terkontaminasi atau sudah rusak. Jadi dalam pengujian ini selama 12X 5 menit yaitu 60 menit baru diperoleh titik akhromatik. Dari hasil pengamatan terlihat pada Kontrol II Jagung menunjukkan hasil – maksudnya tidak ada warna biru dan tidak ada endapan lagi, sehingga tercapailah titik akhromatik setelah 12 X ulangan.
3. Pengujian pengaruh pH dan suhu terhadap amilase
Pengujian ini dilakukan untuk menguji ketahanan enzim pada berbagai keadaan yaitu pada suhu kamar, suhu 500C, suhu 1000C dan penambahan HCl. Larutan HCl sebagai asam kuat yang memiliki pH<7. Dari hasil pengamatan tidak ada perubahan antara sampel jagung, kacang hijau, dan air liur pada berbagai keadaan, namun ada perbedaan pada saat perlakuan pada keadaan yang berbeda. Pada suhu 500C aktivitas amilase sangat tinggi karena warna biru berkurang dan terbentuk warna coklat yang lebih terang. Sedangkan pada suhu kamar, enzim bekerja cepat namun warna kurang optimal. Pada penambahan HCl, enzim bekerja cepat namun warna coklat yang terjadi kurang terang. Pada suhu 1000C enzim tidak bekerja karena sifat enzim dapat rusak bila dipanaskan terus menerus pada suhu tinggi (titik didih). Sehingga dapat disimpulkan enzim amilase dapat bekerja secara optimal pada suhu 500C dan akan rusak pada suhu tinggi (1000C). Begitu pula dengan pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, enzim akan terdenaturasi. Enzim merupakan protein yang bekerja sesuai dengan keadaan suhu, konsentrasi dan pH. Semakin tinggi atau rendah faktor tersebut enzim akan rusak.
V. KESIMPULAN
1. Pada percobaan nitrat reduktase, menunjukkan bahwa cabai merah memiliki aktivitas enzim nitrat reduktase yang lebih tinggi daripada daun kacang hijau dan daun bambu.
2. Ekstrak kecambah jagung dapat mencapai titik akhromik yang cukup cepat jika dibandingkan dengan ekstrak kecambah kacang hijau. Titik akhromik tidak tercapai jika enzim telah rusak misalnya suhu yang ekstrem atau tidak adanya enzim.
3. Enzim amilase akan bekerja secara optimal pada suhu tidak terlalu tinggi yaitu 500C.
4. Rusaknya enzim dapat diakibatkan oleh suhu yang terlalu ekstrem (tinggi) dan perubahan pH (Enzim dapat bekerja optimal pada suhu kamar dan 500).
VI. DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D.Prof. Dr.1992. Pengantar Fisiologi tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S.1989. Kimi Organik. Erlangga. Jakarta.
Lehninger, A.L.1982. Principles of Biochemistry (alih bahasa Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta,
Montgomery, R. R.L Cornay T.W, Spector, A.A. Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Soedarmo, D. 1989. Biokimia Umum. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yogyakarta, 23 Oktober 2007
Tuesday, November 15, 2011
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA ACARA IV
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment