LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
HUBUNGAN AIR, TANAH,
DAN TANAMAN
Disusun Oleh :
Nama : Ari Setiadi
NIM : 11911
Dosen
: Ir. Suci Handayani, M.P
JURUSAN
TANAH
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
HUBUNGAN TANAH,
AIR, TANAMAN, DAN ATMOSFER
Abstraksi
Praktikum lapangan Hubungan Tanah, Air, Tanaman dan
Atmosfer dilaksanakan pada hari Sabtu, 8 Juni 2013 di
daerah Bambanglipuro, Pantai Samas, Desa Trisikdan
Pantai Bugel. Pada praktikum ini di berbagai lokasi diamati mengenai sistem
tanaman budidaya yang dikembangkan, kondisi pertumbuhan tanaman, sistem
pengolahan tanah, sistem irigasi dan modifikasi iklim mikro yang dilakukan oleh
petani, dimana pada empat lokasi atau stop site yang diamati mempunyai
permasalahan yang berbeda pada sistem budidaya tanaman yang diusahakan pada
lahan tersebut. Pengamatan yang dilakukan meliputi kecepatan angin, suhu udara,suhu
tanah,DHL tanah,DHL air,pH tanah,pH air,DP,WB,kelembaban udara,dan data lain
yang dibutuhkan sesuai pokok pembahasan. Adapun alat dan bahan yang digunakan
dalam praktikum ini yakni penggaris, pH meter, EC meter, termometer tanah
dengan berbagai kedalaman (0, 10, 30 cm), cepuk, aquades, plastik,kamera, alat
tulis, dan bor tanah. Sedangkan untuk pengukuran kadar lengas tanah dilakukan
dengan metode gravimeteri di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta..Untuk cara kerjanya dilakukan
pengamatan dengan melihat kondisi pertumbuhan tanaman di setiap tempat, pola
tanam yang digunakan, jenis tanaman dan varietas, sistem irigasi atau pemenuhan
kebutuhan air, modifikasi iklim (pengurangan evapotranspirasi), sistem
pengelolaan tanah yang meliputi : penyiapan lahan (olah tanah sampai siap
tanam), input (pupuk, bahan amelioran), sistem perawatan dan dokumentasi serta
mengambil sampel tanah di setiap tempat untuk di amati kelembabannya dengan
penentuan kadar lengas metode gravimetris di laboratorium.Hasil yang diperoleh
di daerah Bambanglipuro yaitubudidaya tanaman terong (Solanum melongena L) yang
pengolahan atau penyiapan lahannya tidak terlalu rumit.Sistem irigasi yang
diterapkan yaitu genangan dalam parit.Di daerah pantai Samas, tanaman yang
dibudidayakan adalah kangkung. Sistem irigasi menggunakan sumur renteng, pipa O
dan sumur bor. Di daerah Trisik dilakukan penanaman melon dan kedelai tanpa
pengolahan tanah. Sedangkan di daerah Bugel dilakukan minimum tillage dengan
cemara udang (Casuarinaequisetifolia) sebagai tanaman pemecah angin (wind
breaker).Sistem irigasi yaitu menggunakan sumur renteng.
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanah, air, tanaman dan atmosfer mempunyai hubungan
keterkaitan satu sama lain yang antinya bahwa masing-masing faktor akan saling
memberikan pengaruh bagi faktor yang lainnya. Ketiga faktor tersebut akan
membentuk suatu iklim mikro yang secara langsung memberikan pengaruh yang besar
bagi kehidupan tanaman. Pertumbuhan
tanaman akan sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah baik dalam sifat fisika
maupun sifat kimia karena tanah merupakan media pertumbuhan bagi tanaman dimana
unsur hara dan air diserap untuk menunjang pertumbuhannya.
Air sendiri merupakan faktor yang mutlak dibutuhkan
bagi tanaman karena segala proses yang berlangsung dalam tanaman tidak bisa
berjalan tanpa adanya air. Selain itu pertumbuhan juga dipengaruhi oleh keadaan
atmosfer disekitarnya meliputi suhu, kelembaban dan kecepatan angin.Oleh karena
itu perlu diadakan modifikasi iklim mikro agar tanaman yang dibudidayakan di
suatu tempat dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal.
B.Tujuan
1. Mengetahui
pengaruh keadaan air, tanah, dan atmosfer terhadap pertumbuhan tanaman.
2. Mengetahui
teknik budidaya pertanian yang dilakukan oleh petani di empat lokasi pengamatan.
3. Mengetahui
sistem irigasi dan sistem pengelolaan tanah yang dilakukan oleh petani di tiga
lokasi pengamatan.
4. Mengetahui
teknologi dan usaha yang dapat dilakukan oleh petani untuk meningkatkan
kualitas lahannya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah merupakan suatu sistem yang kompleks, berperan
sebagai sumber kehidupan manusia yaitu air, udara, dan unsur hara. Atas dasar
definisi ini maka tanah mempunyai 4 fungsi utama (Hanafiah, 2004) :
1. Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran.
2. Penyedia kebutuhan primer tanaman untuk melaksanakan
aktivitas metabolisme, baik selam pertumbuhan maupun untuk berproduksi meliputi
air, udara, dan unsur hara.
3. Penyedia kebutuhan sekunder tanaman yang berfungsi
dalam menunjang aktivitasnya supaya berlangsung optimum. Meliputi zat-zat
aditif yang diproduksi biota tanah.
4. Habitat biota tanah.
Di Indonesia lahan marginal dijumpaibaik pada lahan
basah maupun lahan kering.Lahan basah berupa lahan gambut, lahansulfat masam
dan rawa pasang surut seluas 24juta ha, sementara lahan kering kering
berupatanah Ultisol 47,5 juta ha dan Oxisol 18 juta ha(Suprapto, 2003).
Indonesia memiliki panjanggaris pantai mencapai 106.000 km denganpotensi luas
lahan 1.060.000 ha, secara umumtermasuk lahan marginal.Berjuta-juta hektarlahan
marginal tersebut tersebar di beberapapulau, prospeknya baik untuk
pengembanganpertanian namun sekarang ini belum dikeloladengan baik.Lahan-lahan
tersebut kondisikesuburannya rendah, sehingga diperlukaninovasi teknologi untuk
memperbaikiproduktivitasnya.
Salah satu yang termasuk ke dalamlahan marginal
adalah lahan pasir. Selama inipenanganan lahan pasir masih relatif kurang.Pulau Jawa memiliki
pantai yang luas 81.000km2 potensial dikembangkan sebagai lahanpertanian.
Provinsi DIY memiliki lahan pasirpantai seluas sekitar 3.300 hektar atau 4%luas
wilayah, terbentang sepanjang 110 km dipantai selatan lautan Indonesia.
Bentanganpasir pantai ini berkisar antara 1-3 km darigaris pantai.Sistem
bentang darat ini mudahgoyah mengakibatkan terhambatnya prosespembentukan tanah
(Yuwono, 2009).
Lahan pasir pantai merupakan lahanmarjinal dengan
ciri-ciri antara lain : teksturpasiran, struktur lepas-lepas, kandungan
hararendah, kemampuan menukar kation rendah,daya menyimpan air rendah, suhu
tanah disiang hari sangat tinggi, kecepatan angin danlaju evaporasi sangat
tinggi.Upaya perbaikan sifat-sifat tanah danlingkungan mikro sangat diperlukan,
antaralain misalnya dengan penyiraman yang teratur,penggunaan mulsa penutup
tanah,penggunaan pemecah angin (wind breaker),penggunaan bahan pembenah
tanah(marling), penggunaan lapisan kedap, danpemberian pupuk (baik organik
maupunanorganik) (Yuwono, 2009).
Masalah yang dijumpai pada tanah pasiran adalah
strukturnya yang jelek, berbutir tunggal, berat volume yang tinggi, dan
kemampuan menahan air yang rendah, sehingga kurang memadai untuk bercocok tanam
pada musim kemarau (Mulyadi cit. Kertonegoro, 1993).
Kemampuan menahan air yang rendah, akan meyebabkan
kehilangan unsur hara dari dalam tanah melalui pelindian akan semkin besar
berjalan dengan semakin tingginya curah hujan(Hakim et al. 1986). Tekstur tanah
berpasir juga akan menyebabkan banyak pupuk terlindi karena mempunyai laju
infiltasi yang cepat (Widjajaadi et al., 1987). Unsur utama yang sering hilang
dari dalam tanah melalui pelindian adalah N, K, Ca, dan Mg(Hakim et al., 1986).
Lebih jauh lagi, tanah bertekstur pasiran
juga mempunyai kandungan bahan organik dan hara N yang rendah sehingga
tanah ini memerlukan pemberian hara N yang cukup banyak, sedangkan kemungkinan
kehilangan hara N melalui pelindian cukup besar(Rinsemi, 1993).
Menurut Sudihardjo (2000), berdasarkan kriteria
CSR/FAO 1983 kesesuaian aktual lahan pasir Pantai Selatan DIY termasuk kelas
Tidak Sesuai atau Sesuai Marginal untuk komoditas tanaman pangan dan sayuran.
Akan tetapi beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya
kecenderungan perbaikan hasil dari perlakuan-perlakuan yang dilakukan terhadap
tanah, meskipun belum mantap.
Pengelolaan usaha pertanian di lahan marginal
umumnya terpusat pada musim penghujan. Panen air hujan dilaporkan efektif untuk mengatasi masalah
kekurangan air di lahan tadah hujan. Namun teknik memanen air hujan sangat
bervariasi tergantung fisiografi lahan dan ketersediaan sumberdaya lokal.Teknik
pemanenan air hujan dengan teknik tandon (penampung air berukuran kecil) cocok
dikembangkan di daerah tadah hujan dengan intensitas dan distribusi curah hujan
yang tidak pasti (Parimawati, 2001).
Embung atau tandon air adalah waduk berukuran mikro
di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung
kelebihan air hujan dimusim hujan dan menggunakannya jika diperlukan tanaman
pada musim kemarau. Teknik pemanen air (water harvesting) demikian cocok bagi
ekosistem tadah hujan dengan intensitas dan distribusi curah hujan tidak pasti
(eratic) (Syamsiah dan Fagi, 2004).
Lengas tanah dibedakan menjadi lengas gravitasi
yaitu lengas yangbergerak ke bawah oleh gaya
gravitasi;kapiler yaitu lengas yang mengisi porikapiler atau pori mikro;
lengashigroskopis yaitu lengas yang terikatsangat kuat oleh permukaan butir
tanahsehingga dalam keadaan kering angin,lengas tersebut tidak dapat
diseraptanaman. Lengas yang pentingperanannya bagi kehidupan tanamanialah
lengas kapiler (Mardjuki, 1994).
Pertumbuhan tanamantergantung kepada jumlah air
yangtersedia di dalam tanah.Pertumbuhanakan dibatasi oleh kandungan air
sangatrendah maupun kandungan air sangattinggi (Anonim, 1991). Tanaman mempunyai
banyak cara mengatur dirimereka dengan kondisi air yangterbatas. Kebanyakan
tanaman panganketika tumbuh di lahan agak keringtidak hanya akan mempunyai
beratotal yang lebih kecil, tapi juga hasilbagi trubus / akar yang lebih kecil.
Dilain pihak, pertumbuhan tanaman ditanah dengan kandungan lengas tinggiakan
mempunyai hasil bagi trubus /akar lebih besar (Kohnke, 1968).
III.
METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum
lapangan Hubungan Tanah, Air, Tanaman dan Atmosfer ini dilaksanakan pada
tanggal 8 Juni 2013.Adapun tempat dilaksankannya praktikum
terdiri atas4 stop site, yaitu Bambanglipuro, Pantai Samas, Desa Trisik, dan pantai Bugel. Alat yang
digunakan pada praktikum ini antara lain adalah Termometer bengkok, EC- meter
untuk pengukuran DHL (Daya Hantar Listrik), pH meter, bor tanah, mistar,
Flowmeter, dan GPS, sedangkan untuk pengukuran kadar lengas tanah dilakukan
dengan metode gravimeteri di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pengamatan
diawali dengan pencatatan morfologi tapak dimulai dari penulisan lokasi,
ketinggian tempat, koordinat, pengguanaan lahan, vegetasi yang tumbuh dan
dibudidayakan, sistem irigasi/ pemberian air, pengelolaan lahan, dan sistem
budidaya yang dilakukan.Di lapangan
juga dilakukan pengukuran suhu udara, suhu tanah, kelengasan tanah, daya hantar
listrik, pH tanah dan air. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap proses
pengairan yang dilakukan di lahan gumuk pasir pantai Trisik dan pasir pantai
Bugel.
Pengamatan
kondisi lahan yang dilakukan adalah mengukur tinggi genangan (apabila terdapat
suatu genangan), tinggi bedengan, lebar bedengan, mengukur suhu tanah pada
permukaan, kedalaman 10 cm dan kedalaman 40 cm, kemudian mengukur pH tanah dan
DHL pada berbagai kedalaman (0 cm, 10 cm, 30 cm dan 40 cm), dalam pengukuran pH
dan DHL, contoh tanah yang diambil pada berbagai kedalaman diencerkan dahulu
dengan aquades agar kondisi tanah menyerupai pasta sebelum dilakukan suatu
pengukuran, selain itu diambil pula contoh tanah pada berbagai kedalaman (0 cm,
10 cm, 30 cm dan 40 cm) yang digunakan untuk analisis kadar lengas di laboratorium.
Selain kegiatan analisis dan pengambilan sampel tanah juga dilakukan pula
tindakan observasi lainnya, yaitu berupa wawancara dengan petani. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui informasi terkait dengan sistem pertanian dan pola
tanam yang dilakukan oleh petani di daerah yang kita survey.
IV.
HASIL
PENGAMATAN
Stop site : 1 lokasi :Bambang lipuro
Ketinggian : 26-27 m dpl koordinat : 07° 59,017 LS
110° 16,648’ BT
Penggunaan lahan : sawah
Vegetasi : Terong,Padi,dan Timun
Irigasi/pemberian air : air sungai
no
|
parameter
|
Sesaat
|
Minimum
|
Maximum
|
Rata-rata
|
1
|
Kecepatan
angin
|
0,8
|
1,55
|
2,3
|
0,8
|
2
|
Kelembaban
|
99,9
|
99,99
|
99,99
|
99,99
|
3
|
Suhu
udara
|
permukaan
27,6
|
Jeluk 10 cm
26,6
|
Jeluk 50 cm
27,8
|
|
4
|
pH
tanah
|
6
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Suhu
tanah
|
27,6
|
26,6
|
27,2
|
27,8
|
6
|
DHL
air
|
0,02
|
-
|
-
|
-
|
7
|
DHL
tanah
|
0,02
|
-
|
-
|
-
|
8
|
Bedengan
|
(P)17,18m
|
(L)8,7
|
(s)42
|
|
9
|
pH
air
|
6
|
-
|
-
|
-
|
10
|
KL
|
|
|
|
45,44
|
Stop site : 2 lokasi :samas
Ketinggian :28 m dpl koordinat : 07° 59,87 LS
110° 15,64 BT
Penggunaan lahan : ading
Vegetasi : Terong,kangkung
Irigasi/pemberian air : sumur renteng,gembor,pipa U
no
|
Parameter
|
Sesaat
|
minimum
|
Maximum
|
Rata-rata
|
1
|
Kecepatan
angin
|
2,1
|
0,4
|
2,3
|
1,5
|
2
|
Kelembaban
|
82,1
|
78,9
|
86,1
|
80,6
|
3
|
Suhu
udara
|
29,7
|
29,1
|
29,7
|
29,3
|
4
|
pH
tanah
|
5,5
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Suhu
tanah
|
32
|
28
|
29,4
|
27,8
|
6
|
DHL
air
|
0,24
|
-
|
-
|
-
|
7
|
DHL
tanah
|
0,1
|
-
|
-
|
-
|
8
|
pH
air
|
6
|
-
|
-
|
-
|
9
|
DP
|
25,9
|
24,9
|
27,1
|
25,7
|
10
|
WB
|
26,6
|
26
|
27,7
|
26,6
|
11
|
KL
|
|
|
|
10,09
|
Stop site : 3 lokasi : desa trisik
Ketinggian : 27 m dpl koordinat :
07° 57,02 LS
110° 13,12’ BT
Penggunaan lahan :persawahan
Vegetasi : melon dan kedelai
Irigasi/pemberian air : air sungai dan hujan
no
|
Parameter
|
Sesaat
|
minimum
|
Maximum
|
Rata-rata
|
1
|
Kecepatan
angin
|
0
|
0
|
1,2
|
0,6
|
2
|
Kelembaban
|
80
|
78,4
|
86,7
|
80,1
|
3
|
Suhu
udara
|
27,9
|
27,7
|
28,1
|
28,8
|
4
|
pH
tanah
|
6
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Suhu
tanah
|
27,2
|
27,3
|
28,2
|
27,8
|
6
|
DP
|
24,2
|
23,9
|
25,3
|
24,4
|
7
|
WB
|
25,2
|
24,9
|
25,9
|
25,2
|
8
|
KL
|
|
|
|
47,89
|
Stop site : 4 lokasi :Bugel
Ketinggian : 24 m dpl koordinat : 07° 57,11 LS
Penggunaan lahan : ladang
Vegetasi : sawi dan cabai
Irigasi/pemberian air : sumur renteng dan pipa U
no
|
Parameter
|
sesaat
|
minimum
|
maximum
|
Rata-rata
|
1
|
Kecepatan
angin
|
0
|
0
|
0,8
|
0,4
|
2
|
Kelembaban
|
82,2
|
81
|
82,2
|
77,9
|
3
|
Suhu
udara
|
26,6
|
26,4
|
26,7
|
26,4
|
4
|
pH
tanah
|
5,5
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Suhu
tanah
|
29,9
|
29,7
|
27,2
|
28,9
|
6
|
DHL
air
|
0,03
|
0,01
|
0,02
|
0,15
|
7
|
KL jeluk 5 cm
|
|
|
|
6,465
|
8
|
KL jeluk 10 cm
|
|
|
|
6,467
|
9
|
KL jeluk 15 cm
|
|
|
|
6,249
|
I.
PEMBAHASAN
Tanah, air, tanaman dan atmosfer mempunyai hubungan
keterkaitan satu sama lain yang antinya bahwa masing-masing faktor akan saling
memberikan pengaruh bagi faktor yang lainnya. Ketiga faktor tersebut akan
membentuk suatu iklim mikro yang secara langsung memberikan pengaruh yang besar
bagi kehidupan tanaman. Pertumbuhan
tanaman akan sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah baik dalam sifat fisika
maupun sifat kimia karena tanah merupakan media pertumbuhan bagi tanaman dimana
unsur hara dan air diserap untuk menunjang pertumbuhannya. Air sendiri merupakan
faktor yang mutlak dibutuhkan bagi tanaman karena segala proses yang
berlangsung dalam tanaman tidak bisa berjalan tanpa adanya air. Selain itu
pertumbuhan juga dipengaruhi oleh keadaan atmosfer disekitarnya meliputi suhu,
kelembaban dan kecepatan angin.Oleh karena itu perlu diadakan modifikasi iklim
mikro agar tanaman yang dibudidayakan di suatu tempat dapat tumbuh dan
berproduksi dengan optimal.
Stopsite 1 berada di Bambanglipuro, desa Sri
Gading.Petani menanam di daerah ini
dengan sistem pertanian tumpangsari dan monokultur. Jenis tanah yang terdapat
pada lahan ini adalah Inceptisol meskipun lempungnya sudah banyak.Sistem
budidaya yang digunakan di daerah ini adalah sistem genangan dalam parit yaitu
dengan membuat bangunan penguat di saluran primer sebagai irigasi.Hal ini
dimaksudkan untuk tetap menjaga ketersediaan air pada musim kemarau dengan irigasi dan pada musim hujan
dengan kondisi jenuh akan lebih mudah dilakukan pembuangan air.
Selain itu ada juga petani yang menanam padi di parit yang dibuatnya, padi ini biasanya hanya hasilnya hanya digunakan untuk
konsumsi sehari-hari.Tanaman yang ditanam pada waktu kita mengunjungi tempat tersebut
adalah tanaman terong. Sistem pertanaman dengan metode ini bisa dilakukan untuk
segala tanaman hortikultura dan tanaman semusim lainnya.
Pengamatan di
lapangan menunjukkan suhu tanah
permukaan lebih tinggi dari pada suhu tanah pada kedalaman jeluk 10 cm, namun
lebih rendah dari jeluk 50 cm. Hal ini terjadi karena permukaan tanah merupakan
daerah yang paling luar sehingga terkena pengaruh
langsung sinar matahari. Sedangkan
pada kedalaman 50 cm suhu tanah lebih tinggi dibandingkan suhu tanah padapermukaan
dan kedalaman 10 cm. Padahal seharusnya semakin kedalam suhu akan semakin
rendah. Hal ini dapat dikarenkan adanya aktifitas mikrobia yang aktif pada
jeluk tersebut sehingga panas dapat terbentuk atau adanya proses fermentasi
bahan organik yang dapat menyebabkan panas berlebih.
Data pH yang dihasilkan dari pengujian tanah ini
rata-ratanya adalah 6
sehinggadapat dikategorikan pHnetral
tanah.Sementara kadar lengas pada tanah yang diamati cukup tinggi yaitu 45,44. Kondisi
ini akan mencukupi bagi pertumbuhan tanaman budidaya dengan baik.
Pengamatan
lapangan di stop site II ini dilakukan di lokasi atau daerah Pantai Samas, Srigading, Bantul,
Yogyakarta. Daerah ini memiliki ketinggian tempat 28 meter di atas permukaan
laut yang terletak pada kordinat 70 59’87” LS, 1100 15’64” BT, Lahan pasir pantai merupakan
lahan marginal yang dicirikan oleh tekstur pasiran, kandungan hara yang rendah,
water holding capacity rendah, mudah
tererosi, angin yang sangat kencang dan membawa uap garam serta suhu tanah yang
tinggi. Dengan demikian, maka pada umumnya lahan daerah ini memiliki bentuk topografi
datar. Berdasarkan hasil pengamatan di Sri Gading Emas terdapat sistem budidaya
minimum tillage dengan sistem irigasi menggunakan sumur renteng, tetapi
sekarang sistem sumur renteng sudah banyak yang diganti dengan sistem pompa
yaitu menggunakan pipa yang kemudian cara penggunaannya dengan cara
disemprotkan ke lahan. Hal ini dilakukan berkaitan dengan ketersediaan tenaga
kerja di daerah tersebut, dengan menggunakan sistem pompa lebih menghemat tenaga
kerja sehingga sistem ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki tenaga
kerja yang terbatas. Selain kedua cara tersebut, adapula yang menggunakan sumur
bor. Pada setiap
lahan terdapat bak control yang mengairi sumur renteng yang ada di lahan. Lahan di daerah
ini digunakan untuk tegalan, tanaman yang ditanam adalah Kacang tanah, sorghum dan padi. Sistem
pengelolaan lahan yang digunakan adalah sistem budidaya minimum tillage,
maksudnya adalah memanfaatkan lahan yang ketersediaan lengas dan unsur haranya
dalam keadaan terbatas menjadi suatu lahan yang lebih bermanfaat dan
menghasilkan produk yang tinggi. Lahan yang digunakan di daerah ini merupakan
lahan pasir dimana lahan pasir termasuk dalam lahan kritis yaitu lahan yang
tidak dapat ditanami atau dibudidayakan, ini dikarenakan lahan pasir merupakan
lahan yang miskin hara, kondisi tanahnya phorus, suhu tanah sangat tinggi (suhu
ekstrim) dan juga ketersediaan air di dalam tanah sedikit karena pada tanah ini
air mudah lolos dan menguap. Lahan pasir yang dahulunya termasuk lahan kritis
dan tidak dapat dibudidayakan sekarang berubah menjadi lahan yang bermanfaat
dan dapat dibudidayakan, hal ini dapat terjadi karena adanya rekayasa lahan
dalam proses pengelolaan lahannya yaitu dengan cara mencampur lempung dan pupuk
kandang pada lahan tersebut. Lempung diberikan bertujuan untuk
menjerap/mengikat hara tanah, pemberiannya dilakukan pada saat lahan pertama
kali akan dibudidayakan.
Pasir
yang ada di Samas adalah pasir dari batu merapi yang porus air dan miskin hara.
Lahan pasir pantai yang ada di Samas dikelola oleh kelompok tani yang dirintis
oleh Pak Bandi. Manurut penjelasan Pak Bandi bahwa semua tanah atau jenis tanah
itu bisa ditanami asal sudah disentuh dan dikelola oleh manusia ,tidak hanya
diberi pupuk kandang namun juga bisa diberi arang jerami dan sekam. Untuk
pengelolaan pasir putih biasanya digunakan dengan pemberian arang jerami tau
kayu.Namun kunci utama yaitu air, jika ada air pasti bisa tumbuh atau
hidup.Hama yang biasa menyerang di Samas yaitu Fusarium dan phytoptora.
Pada daerah ini
tidak memakai mulsa bawah tanah karena sudah direkayasa menggunakan tanah
lempung, dan dengan perlakuan seperti ini sekiranya sudah dapat menahan air dan
tanah sudah tidah phorus lagi, ini karena tanh lempung digunakan sebagai
pengikat air dan dapat menambah unsur hara. Selain itu juga karena apabila
menggunakan mulsa plastik dapat mengakibatkan tanaman tidak dapat bernafas
sehingga tanaman layu, hal ini disebabkan karena penguapan yang terjadi menjadi
sangat tinggi. Kedalaman efektif yang dapat dicapai oleh akar tanaman adalah 50
cm dan apabila lebih dari kedalaman tersebut maka tanaman tidak dapat hidup.
Analisis
yang dilakukan di lahan tersebut adalah pengukuran suhu tanah, kecepatan angin,
kelembaban udara, pH, kadar lengas, dan DHL. Pengukuran suhu tanah dilakukan pada
3 jeluk yaitu permukaan, 10
cm, dan 50 cm, dimana masing-masing jeluk ada 3 lokasi pengamatan. Hasilnya suhu tanah pada permukaan
dari lokasi 1, 2 dan 3 secara berturut-turut yaitu 39,7oC, 29,1 oC dan 29,7 oC. pH lapangan yang terukur 5,5 menunjukan
pH mendekati netral tanah.
Hal
ini mungkin disebabkan kandungan di air dan tanah di lapangan yang berbeda. Air
lapangan tidak steril sudah tercampur oleh air hujan dan kontaminasi lain
sehingga menghasilkan nilai yang berbeda. Semakin dalam tanah maka pH tanah
akan semakin tinggi. Pada jenis tanah pasiran ini belum terjadi horizonisasi
yakni pembentukan horizon sehingga tanah ini merupakan tahap awal perkembangan
tanah.Oleh karena tanah pasiran tidak mengandung lempung, yang menyebabkan
nilai DHL yang terjadi rendah dan karena pasir-pasir ini mempunyai muatan yang
sangat rendah atau dapat dikatakan tidak bermuatan sehingga kemampuan dalam
menyerap dan menghantarkan ion-ion juga rendah.Hal ini menyebabkan tanah ini
mempunyai tingkat kesuburan yang rendah. Pada air memiliki nilai DHL yang
tinggi mungkin disebabkan
kontaminasi garam atau air lapangan yang mempunyai kadar garam yang cukup
tinggi sehingga berpengaruh terhadap pengukuran DHL air tersebut.
Kadar lengas di samas cukup rendah yaitu 10,09 dibandingkan tanah biasa karena
tekstur tanah samas yaitu tanah pasiran.
Pada
stop site 3 ini di daerah Pantai Trisik, Desa Kranggan 32 m dpl dengan
koordinat 7057’02”
LS-110013’12”BT. Pada daerah ini sistem budaya ang dipake adalah
Zero tillage atau minimum tillage dengan vegetasi yang ditanam adalah Melon dan
kedelai. Tanaman melon ada yang merambat ke atas dan ke bawah.Melon yang
merambat ke bawah dapat menggunak seresah untuk merambat buah nya. Zeroo
tillage dan Minimum Tillage Pengolahan tanah hanya pada lubang-lubang yang akan
digunakan untuk menanam Jika dilakukan maksimum tillage akan mengakibatkan
banyak kontak dengan tanah, tanah dapat mengalami pembalikan sehingga penguapan
akan besar. Zero tillage termasuk
budidaya tanpa olah tanah yang memiliki beberapa keunggulan yaitu :
1.
Mengirit
biaya yang dikeluarkan
2.
Dapat
mengefisienkan penggunaan air
3.
Aerasi
nya tidak dipercepat dibandingkan dengan tanah yang diolah.
Pengolahan yang dilakukan meliputi
pemulsaan dengan menggunakan sisa padi atau membiarkan singgang, pengolahan
tanah hanya dengan garu.Sisa panen padi sebagai mulsa, atau tetap dibiarkan
jadi padi masih bisa berproduksi tapi dalam jumlah yang rendah. Sistem sumur
renteng sudah banyak yang diganti dengan sistem pompa yaitu menggunakan pipa
yang kemudian cara penggunaannya dengan cara disemprotkan ke lahan. Hal ini
dilakukan berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja di daerah tersebut, dengan
menggunakan sistem pompa lebih menghemat tenaga kerja sehingga sistem ini cocok
digunakan untuk daerah yang memiliki tenaga kerja yang terbatas. Selain kedua
cara tersebut, adapula yang menggunakan sumur bor yaitu air yang akan digunakan
siambil dari selokan yang terdapat atau yang mengalir di bawah lahan yang
dibudidayakan. Lahan di daerah ini digunakan untuk budidaya tanaman
hortikultura, tanaman yang dibudidayakan antara lain bawang merah, terong, cabai, timun,
semangka. Sistem pengelolaan lahan yang digunakan adalah sistem
budidaya minimum tillage, maksudnya adalah memanfaatkan lahan yang ketersediaan
lengas dan unsur haranya dalam keadaan terbatas menjadi suatu lahan yang lebih
bermanfaat dan menghasilkan produk yang tinggi. Lahan yang digunakan di daerah
ini merupakan lahan pasir dimana lahan pasir termasuk dalam lahan kritis yaitu
lahan yang tidak dapat ditanami atau dibudidayakan, ini dikarenakan lahan pasir
merupakan lahan yang miskin hara, suhu tanah sangat tinggi, dan juga
ketersediaan air di dalam tanah sedikit karena pada tanah ini air mudah lolos
dan menguap. Lahan pasir yang dahulunya termasuk lahan kritis dan tidak dapat
dibudidayakan sekarang berubah menjadi lahan yang bermanfaat dan dapat
dibudidayakan, hal ini dapat terjadi karena adanya rekayasa lahan dalam proses
pengelolaan lahannya. Dalam hal penggunaan lahan untuk budidaya dan pengolahan
lahannya hampir sama dengan yang dilakukan oleh petani di daerah pantai Samas,
yang membedakan yaitu cara merekayasa lahannya, di daerah ini tidak menggunakan
penambahan tanah lempung, tetapi hanya menggunakan kotoran ternak dan mulsa
jerami.
Pada saat praktikum dilaksanakan
cuaca sangat cerah dengan suhu udara 28oC dengan
kecepatan angin mendekati 0 yaitu sebesar 0,6 m/s. Nilai pH yang terukur adalah sebesar 6 yang
merupakan pH netral bagi tanah. Pada lahan di lahan ini memiliki KL yang cukup
tinggi yaitu 47,89. Kadar lengas pada stop site ini lebih tinggi daripada KL di
lahan pada stop site pertama. Tanaman akan dapat tumbuh baik pada kondisi yang
cukup lengasnya.
Pengamatan
lapangan di stop site IV ini dilakukan di Pantai Bugel, Kulon Progo, Yogyakarta.
Daerah ini memiliki ketinggian tempat 31 meter di atas permukaan laut yang terletak pada kordinat7057’11” LS-110009’43”BT, daerah ini
memiliki sistem
irigasi Sumur renteng, pralon-pralon pipa O, dan wind break (buatan manusia).
Di sana wind break menggunakan cemara udang dan ada pemecah angin (wind break)
buatan atau disebut artificial wind break menggunakan daun kelapa yang dianyam.
Pengelolaan lahan termasuk minimum
tillage pada lahan yang
telah lama diolah, sedangkan pada lahan bukaan baru pengolahaan lahan akan maksimum tillagekarenaakan diperlukan
banyak penambahan bahan-bahan ke dalam lahan pertamanan karena daerah pantai
termasuk lahan marjinal.
Pembukaan pasir
pantai sering menemui banyak kendala. Dengan demikian dilakukan upaya untuk menanggulangi
kendala-kendala tersebut antara lain dengan:
1. Penambahan Bahan Organik
2. Penambahan bahan lempung
3. Pembuatan lapisan kedap air
4. Pemulsaan
5. Penggunaan windbreaker
Pada daerah yang
diamati digunakan upaya-upaya pengendalian berupa penambahan bahan organik,
penambahan lapisan lempung, serta penggunaan mulsa organik. Penambahan bahan
organik dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Dari segi fisika, dengan penambahan BO agregasi tanah akan menjadi lebih baik, meningkatkan
kemampuan tanah menyerap air sehingga jumlah air tersedia bagi tanaman menjadi
meningkat. Dari segi kimia, BO adalah sumber unsur hara N, P, S dan beberapa
sumber hara mikro. Lalu dengan penambahan BO dapat meningkatkan KPK tanah pasir
pantai. Dari segi biologi, BO adalah sumber energi bagi mikroorganisme, sebagai
contoh adalah Nitrosomonas yang berfungsi dalam nitrifikasi.
Penambahan lempung
juga memiliki fungsi yang sama dengan penambahan BO yaitu untuk memperbaiki
agregasi tanah, meningkatkan kemampuan tanah menyerap air, dari segi kimia,
penambahan bahan lempung akan meningkatkan KPK, tapi bukan sebagi sumber hara
baik mikro maupun makro. Untuk memberikan supply hara bagi tanaman perlu
dilakukan pemupukan. Berhubungan dengan pemupukan maka dengan penambahan
lempung efisiensi pemupukan akan meningkat sebab kehilangan pupuk akibat
leaching bisa diminimalisir.
Apabila upaya
pertama, kedua dan ketiga adalah untuk meningkatkan ketersediaan air maka upaya
yang ke-empat adalah untuk menjaga agar air tidak hilang dari tanah. Dengan
dominasi pori makro maka evaporasi dari tanah pasir pantai akibat suhu yang
tinggi bisa menyebabkan kehilangan air dalam bentuk uap. Upaya yang dilakukan
adalah dengan pemulsaan baik dengan pemulsaan menggunakan plastik maupun secara
organik dengan menggunakan pupuk kandang. Pada lahan milik petani di daerah ini
digunakan pupuk kandang sebagai mulsa. Selain untuk menjaga simpanan air dalam
tanah, pemanfaatan pupuk kandang sebagai mulsa ini juga ditujukan untuk
mempermudah pembudidayaan tanaman semangka di lahan tersebut. Dengan adanya
pupuk kandang, pertumbuhan tanaman semangka meningkat karena jerami digunakan
sebagai media untuk mengkaitkan sulur-sulurnya.
Kecepatan angin
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi transpirasi, dengan peningkatan
kecepatan angin tingkat transpirasi menjadi meningkat dan meskipun transpirasi
berguna untuk menjaga suhu tanaman tapi apabila terjadi dalam jumlah yang
berlebih maka bisa mematikan tanaman itu sendiri. Daerah pantai merupakan
daerah terbuka dengan kecepatan angin yang tinggi. Untuk mengurangi cekaman
kecepatan angin, maka dibuat windbreaker baik secara alami maupun secara
buatan. Dengan keberhasilan menurunkan kecepatan angin maka tingkat transpirasi
bisa berkurang. Di daerah pengamatan digunakan windbreaker seperti dan daun
kelapa.
Berdasarkan hasil
pengamatan, pH di daerah ini mempunyai pH rata-rata sebesar 5,5 yang berarti
upaya pembenahan tanah cukup efektif dan dapat menjamin pertumbuhan tanaman
yang baik. Hal ini dapat dipengaruhi karena penambahan bahan organik yang
bersifat asam sehingga didapatkan pH yang cukup rendah walaupun berada di dekat
laut. Untuk
kadar lengas tanah pada areal
pertanaman di stop site ini didapat sekitar 6,4. Lengas yang tersedia tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman sehingga diperlukan penyiraman secara
berkala. Untuk suhu tanah didapatkan bahwa suhu tanah permukaan lebih tinggi
dari pada suhu tanah pada kedalaman 10 dan 50 cm. Hal ini terjadi karena
permukaan tanah merupakan daerah yang paling luar sehingga tingginya suhu di
lapisan ini diakibatkan karena pengaruh sinar matahari.
Pada lahan tersebut
digunakan pemecah angin (wind breaker) untuk mengurangi pengaruh buruk dari
tiupan angin kencang yang membawa partikel-partikel garam. Pemecah angin yang
digunakan adalah pemecah angin sementara berupa anyaman daun kelapa.
Partikel-partikel garam yang terbawa angin dan menempel pada tanaman atau
menumpuk di lahan dihilangkan bersamaan dengan penyiraman tanaman yang sumber
airnya tersedia dalam bak-bak beton atau
sumur beton yang disebut irigasi sumur renteng. Sedangkan penyiraman dilakukan
dengan menggunakan gembor atau ember. Pada lahan pasir pantai untuk mengurangi
penguapan langsung dari permukaan tanah banyak digunakan mulsa atau seresah
sebagai penutup tanah.
Untuk mengatasi
kondisi lahan pasir pantai yang tidak subur baik fisik, kimiawi dan
biologisnya, para petani telah menambahkan pupuk kandang dari ternak yang
dipeliharanya, juga pupuk buatan dan dengan melakukan manipulasi lahan.
Manipulasi terhadap lahan dilakukan dengan menempatkan lembaran plastik atau
bahan-bahan yang bermanfaat sejenis dengan maksud agar lahan pasir pantai yang
bersifat porous tetap dapat mempertahankan ketersediaan airnya. Manipulasi
terhadap lahan pasir pantai juga dilakukan dengan menambahkan tanah lempung
yang didatangkan dari luar kawasan secara terus-menerus sehingga diharapkan
dapat terwujud lahan yang menjadi lebih subur untuk pertumbuhan tanaman.
Saat praktikum
dilaksanakan terdapat kemiripan tempat dengan kondisi fisik hampir sama yaitu pada
Pantai Samas(Bantul) dan Pantai Bugel(Kulonprogo) tetapi terdapat perbedaan
dalam hal perlakuan budidaya tanamannya. Pada Pantai Samas, petani lebih konsen
terhadap budidaya tanaman hortikultura seperti bawang merah, cabai merah dan
biasanya ditanam pada bulan kering( juni-september) karena tanaman tersebut
secara fisiologis tidak tahan terhadap keadaan air yang terlalu banyak
sedangkan pada saat bulan basah petani hanya menanam tanaman yang memiliki nilai
ekonomis yang lebih murah seperti terong, kangkung. Letak areal pertanian yang
diusahakan agak jauh dari bibir pantai dibanding pada areal pertanian di Pantai
Bugel. Pada Pantai Samas banyak menggunakan Windbreaker tanaman keras seperti
akasia dan jati kebon serta memiliki reservoir air yang cukup besar yang berada
di dekat pantai.
Sedangkan pada
Pantai Bugel, melakukan penanaman berbagai macam jenis tanaman holtikultura dan
buah seperti semangka dan tidak terlalu konsen seperti halnya yang dilakukan
pada Pantai Samas yaitu dengan menanam cabai merah maupun bawang merah. Adapun petani membuat
sendiri windbreaker dari daun tanaman kelapa yang kering yang disusun dan
ditaruh di pinggir lahan serta penanaman tanaman pemecah angin
seperti cemara udang . Menurut
penuturan petani terdapat perbedaan yang signifikan jika antara ada tidaknya
windbreaker terhadap produktifitas tanaman yang dibudidayakan. Jika pada areal
pertanaman dipasang adanya windbreaker maka produktifitas akan meningkat.
Windbreaker tidak hanya berupa daun kelapa, tetapi juga dengan menanam tanaman
rumput gajah yang tentunya memiliki fungsi lain sebagai pakan ternak.
KESIMPULAN
1. Pengolahan
tanah pada masing-masing tanah mempunyai cara yang berbeda-beda, tergantung
pada sifat fisik dan kimia tanah, serta ketersediaan air untuk memenuhi
kebutuhan tanaman.
2. Budidaya
tanaman di daerah Bambanglipuro yakni tanaman terong
menggunakansistem genangan dalam parit yaitu ketika musim kemarau airnya akan
digunakan untuk pengairan dan tanaman selalu dalam keadaan kapasitas lapang dan pada musim penghujan dengan air berlebih parit
tersebut digunakan sebagai untuk membuang air yang berlebih tersebut dan
menjaga tanaman pada kondisi tidak jenuh air.
3. Untuk
meningkatkan produktivitas tanaman yang dibudidayakan di lahan pasir pantai
dengan pemberian lempung, bentonit, zeolite, mulsa organik, maupun anorganik,
dan pembuatan wind breaker.
4. Pengolahan tanah
minimum (Minimum Tillage) adalah pengolahan tanah yangdilakukan secara
terbatas atau seperlunya tanpa melakukan pengolahan tanahpada seluruh areal
lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1991. Kesuburan
Tanah.Direktorat Jendral PendidikanTinggi. Departemen Pendidikandan Kebudayaan.
Anonim. 1991. Taman wisata Alam
danTaman Wisata laut PulauSangiang
Anonim. 2009. Budidaya Kangkung.
<http://warintek.progressio.or.id/budidaya-kangkung.html>. Diakses pada
tanggal 5 Juli 2012.
Anonim. 2010. Budidaya Timun.
<http://budidaya-di.blogspot.com/2010/01/budidaya-timun.html>. Diakses pada tanggal 5 Juli 2012.
Anonim. 2011. Kacang Tanah.
. Diakses pada tanggal 5 Juli
2012.
Hakim , N., Yusuf, N., A.M.
Lubis, Sutopo G. N., Go Ban Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu
Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hanafiah, K. A. 2004.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kertenogoro, B.D. dan S.
Soekodarmodjo. 1987. Anasir Fisika Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM,
Yogyakarta.
Kohnke, H. 1968. Soil
Physics.TataMcGraw Hill, Bombay.
Mardjuki, A. 1994.Pertanian
danMasalahnya. Andi Offset, Yogyakarta.
Maroeto , Moch. Arifin dan
Sutoyo. 2007. Identifikasi dan diagnose sifat kimia tanah salin untukkesesuaian
tanaman cemara udang ( Casuarina equisetifolo ). Jurnal Pertanian Mapeta 10(1)
: 13-23
Notohadiprawiro, T. (1996)
Lahan Kritis DanBincangan Pelestarian Lingkungan Hidup.Seminar Nasional
Penanganan Lahan Kritisdi Indonesia tanggal 7-8 November 1996.PT. Intidaya
Agrolestari, Bogor.
Parimawati, E., 2001. Teknik
Pemanenan Aliran Permukaan (run-off harvesting) di Lahan Kering Pringgabaya.
Skripsi Fakultas Pertanian Unram.
Rinsemi, W. J. 1993. (Bemesting
en Meststoffen alih bahasa H.M. Saleh). Bhratara, Jakarta.
SQI, 2001.Guidelines for Soil
Quality Assessment in Conservation Planning. Soil Quality Institute. Natural
Resources Conservation Services.USDA.
Sudihardjo, AM. 2000. Teknologi
Perbaikan Sifat Tanah Subordo Psaments dalam Upaya Rekayasa Budidaya Tanaman
Sayuran di Lahan Beting Pasir. Prosiding Seminar Teknologi Pertanian untuk
Mendukung Agribisnis dalam Pengembangan Ekonomi Wilayah dan Ketahanan Pangan,
Yogyakarta.
Suprapto, A. 2003.Land and
water resourcesdevelopment in Indonesia.DalamFAOInvestment in Land and
Water.Proceedingsof the Regional Consultation.
Syamsiah, Iis dan A. M. Fagi.
2004. Teknologi Embung. Sumber Daya Air dan Iklim Dalam Mewujudkan Pertanian
Efisien. Kerjasama Departemen Pertanian Dengan Perhimpunan Meteorologi
Pertanian Indonesia (PERHIMPI).
Tindall, H. D. 1983. Vegetable
In The Tropics. Mac Millan Education, Ltd, London.
Widjajaadji, I, P, G., H.
Suwardjo., dan M. Soepartini.1987.Faktor Tanah Dalam Menentukan kebutuhan dan
Meningkatakan Efisiensi Penggunaan Pupuk.Dalam Prosiding Lokakarya Nasional
Efisiensi Pupuk. Puslittan Balitbang Deptan:183-203.
Yuwono, N. W. 2009. Membangun
kesuburan tanah di lahan marginal.Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9(2) :
137-141.
No comments:
Post a Comment